Delapan Hari 1.132 Kasus Positif Covid-19, Pendirian RS Darurat di Kudus Dijajaki
BNPB mengkaji pengendalian Covid-19 di Kudus, Jawa Tengah. Meski saat ini penanganan lonjakan kasus masih terbantu daerah-daerah lain, ada kemungkinan didirikan RS darurat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan kajian terkait lonjakan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Salah satunya untuk mengetahui perlu tidaknya mendirikan rumah sakit darurat. Saat ini, 189 tenaga kesahatan di Kudus terkonfirmasi positif Covid-19, salah satunya meninggal.
Data Pemkab Kudus, Rabu (2/6/2021) pukul 12.00, terdapat 7.736 kasus positif Covid-19 kumulatif dengan rincian 1.243 orang dirawat/isolasi (kasus aktif), 5.856 sembuh, dan 637 meninggal. Ada penambahan 1.132 kasus positif sejak Selasa (25/5/2021) atau delapan hari terakhir.
Ketua Satgas Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito beserta jajaran, Rabu sore, rapat bersama Pemerintah Provinsi Jateng di Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang. Selepas rapat tersebut, Ganip dan rombongan langsung menuju Kudus.
”Lonjakan sebenarnya sudah diprediksi, baik pusat maupun daerah. Setiap habis liburan, pasti ada kenaikan karena mobilitas manusia ini yang membawa virus itu. Langkah taktis, teknis, dan strategis sudah dilakukan pemerintah daerah, tinggal didorong lagi agar lonjakan tidak semakin tinggi,” tutur Ganip.
Kendati masih tinggi, sudah ada tren penurunan kasus harian Covid-19 di Kudus dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Satgas Covid-19 akan terus berkoordinasi dengan pemda guna menjaga serta menekan lonjakan kasus.
Ia menambahkan, pihaknya akan mendata dan menilai apa saja yang dibutuhkan di sana. Yang jelas, disiapkan tenda posko, tenda isolasi, dan sejumlah keperluan yang dibutuhkan, seperti masker. ”(Untuk RS darurat) kami assessment dulu. Namun, kalau dari laporan Gubernur, sejauh ini masih bisa dibantu dari daerah-daerah lain,” ujarnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, persoalan yang muncul di Kudus ialah kebutuhan penambahan tempat tidur di RS-RS. Namun, penambahan tempat tidur sebenarnya bisa ditangani, termasuk dengan gotong royong, yakni bantuan dari daerah-daerah di sekitarnya. Misalnya, RS-RS di Kota Semarang yang menerima pasien dari Kudus.
”Kalau memang sulit betul, kami akan turunkan RS darurat. TNI dan Polri sudah siap bantu. Kemudian, SDM (sumber daya manusia) juga kami dorong (perbantukan). Sebenarnya, pasti bisa ditangani, tinggal ada kemauan saja. Yang jelas, kami akan pandu agar teman-teman di Kudus nyaman. Saya juga terus berkomunikasi dengan bupati,” ucap Ganjar.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo menambahkan, RS darurat diperlukan jika dalam kondisi terpaksa, tetapi saat ini masih ada alternatif, yakni saling membantu antardaerah. Dari segi transportasi pun tidak ada masalah. Ia mencontohkan, di RSUD Tugurejo, Kota Semarang, per hari ini merawat 17 pasien Covid-19 dari Kudus.
Butuh tenaga kesehatan
Data Dinas Kesehatan Kudus, hingga Rabu (2/6/2021) terdapat 189 tenaga kesehatan positif Covid-19. Mereka bertugas di RS, puskesmas, dan klinik di kabupaten tersebut serta terdiri atas 20 dokter, 64 perawat, 59 bidan, dan 46 nakes lainnya. Sebagian besar melakukan isolasi mandiri.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kudus M Nasiban menuturkan, di luar data itu, ada sekitar 10 tenaga kesehatan di Dinkes Kudus yang juga positif Covid-19. Itu termasuk dirinya yang tengah menjalani isolasi mandiri.
Nasiban mengatakan, dari 189 tenaga kesehatan yang bertugas di RS, puskesmas, dan klinik, yang terkonfirmasi Covid-19, satu di antaranya meninggal. ”Iya Mas, perawat RSUD dr Loekmono Hadi,” ujarnya.
Yulianto Prabowo menuturkan, telah dikirim 48 relawan perawat ke Kudus, yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Jateng. Untuk dokter, dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dikirim 20 dokter. ”Kelihatannya masih kurang. Untuk itu, kami gandeng PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IDI, dengan harapan untuk bersatu dan bersama-sama mengatasi ini,” katanya.
Yulianto menuturkan, lonjakan Covid-19 di Kudus mulai terjadi 18 Mei 2021 atau setelah masa libur Lebaran dan pelarangan mudik. Dari data kasus harian, saat ini sudah menurun karena puncaknya pada 28 Mei lalu. Sebagian besar penularan di Kudus akibat sejumlah kegiatan sosial kemasyarakatan yang tak diikuti kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan.
Selain Kudus, sejumlah daerah dengan kasus tinggi, antara lain Kabupaten Jepara, Cilacap, Tegal, Banyumas, Sragen, dan Kota Semarang. Per Selasa (1/6) pukul 23.34, terdapat 757 kasus aktif di Jepara. Sementara per Rabu (2/6) petang, tercatat 646 kasus aktif di Semarang dan 234 di antaranya rujukan dari luar kota. Sementara di Cilacap, per Rabu pukul 12.00, terdapat 615 kasus aktif.
”Saya juga meminta tambahan (tempat tidur isolasi) itu di Tegal, Sragen dan beberapa daerah lain. Yang penting, tolong testing dan tracing jangan kendur, kalau bisa sampai lini dua. Ini penting untuk mengetahui apakah penularan terjadi di tingkat lokal atau impor,” kata Ganjar.
Data laman Corona.jatengprov.go.id yang dimutakhirkan pada Rabu (2/6) pukul 12.00, terdapat 205.071 kasus positif Covid-19 kumulatif di Jateng. Rinciannya, 9.326 dirawat/isolasi (kasus aktif), 182.746 sembuh, dan 12.999 meninggal. Hari Senin (24/5), hanya terdapat 6.800 kasus aktif.