Kapasitas Ruang Isolasi di Wisma Atlet Palembang Menipis
Jumlah pasien Covid-19 yang diisolasi di Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, sudah melebihi 50 persen dari total kapasitas yang ada saat ini. Lonjakan kasus di Sumsel mulai terjadi beberapa hari terakhir.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jumlah pasien yang diisolasi di Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, terus bertambah, bahkan sudah melebihi 50 persen dari total kapasitas yang ada, Rabu (2/6/2021). Pemerintah berencana menambah kapasitas tempat tidur jika terjadi lonjakan kasus yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada pekan ini.
Kepala Seksi Imunisasi dan Surveilans Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan Yusri, Rabu, di Palembang mengatakan, saat ini tingkat okupansi tempat tidur di Wisma Atlet Jakabaring sebagai tempat isolasi Covid-19 sudah lebih dari 50 persen. Dari total 55 kamar yang tersedia sudah terisi sekitar 30.
Para pasien datang dari berbagai kota, antara lain Palembang dan Kabupaten Ogan Komering Ilir. ”Mereka yang diisolasi kebanyakan adalah orang yang terjaring di pos penyekatan,” ucap Yusri.
Jumlah itu berpotensi bertambah karena rata-rata kasus positif Covid-19 di Sumsel meningkat hingga 50 persen. Sebelum Idul Fitri, rata-rata kasus positif Covid-19 harian di Sumsel mencapai 100 orang, kini sudah meningkat menjadi 150 orang per hari. Bahkan, pada Sabtu (22/5), angka kasus positif di Sumsel menyentuh 204 orang.
Fenomena itu terjadi lantaran mobilitas masyarakat meningkat ketika Idul Fitri dan juga sudah ditemukannya sejumlah virus varian baru, seperti B.1.1.7 dan B.1.617 di Sumsel. ”Kedua virus ini memiliki daya tular yang sangat cepat,” ucapnya.
Mengantisipasi terus bertambahnya jumlah kasus positif Covid-19 di Sumsel, pemerintah akan menambah jumlah tempat tidur di wisma atlet. ”Kalau memang kapasitas tempat tidur sudah penuh, akan terus ditambah. Kapasitas optimal Wisma Atlet Jakabaring bisa mencapai sekitar 540 tempat tidur,” kata Yusri.
Lonjakan kasus biasanya terjadi pada dua pekan setelah Lebaran. Itu berarti di akhir pekan ini.
Risiko penularan
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel Ferry Yanuar mengingatkan agar masyarakat tetap waspada dan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Pasalnya puncak kasus positif setelah Lebaran diprediksi baru akan terjadi di pekan ini. ”Lonjakan kasus biasanya terjadi pada dua pekan setelah Lebaran. Itu berarti di akhir pekan ini,” ucapnya.
Karena itu, pemeriksaan terus ditingkatkan, apalagi kini tes cepat antigen bisa digunakan untuk penapisan awal. Mekanisme itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK 01.07/Menkes/3602/2021 tentang Penggunaan Rapid Diagnostic Test Antigen dalam Pemeriksaan Covid-19. Dengan demikian, upaya pendeteksian risiko penularan akan semakin cepat.
Dengan aturan itu, lanjut Ferry, semua orang yang berstatus kontak erat dengan pasien bisa segera diperiksa dengan tes cepat antigen. Hanya butuh waktu 5-10 menit untuk bisa mengetahui kondisi orang yang diperiksa dengan tingkat akurasi mencapai 95 persen. ”Ketika sudah dinyatakan positif, bisa segera dilakukan tindak lanjut, misalnya dengan melakukan isolasi mandiri,” ucapnya.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, menjelaskan, sudah diakuinya tes cepat antigen sebagai alat penapisan akan sangat membantu pemerintah dalam menekan penyebaran. ”Semakin banyak yang diperiksa, semakin cepat pemerintah mengambil kebijakan,” ucapnya.
Skema ini bisa diterapkan dengan optimal jika semua pihak bekerja sama dalam pelaksanaannya. Mulai dari sebelum pemeriksaan termasuk hingga setelah pemeriksaan. ”Jika ada orang yang dinyatakan positif, fasilitas kesehatan berkewajiban untuk membawanya ke ruang isolasi atau ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai,” ucapnya.
Selain itu, semua fasilitas kesehatan yang membuka layanan antigen juga harus memastikan tenaga kesehatan yang bertugas mengambil sampel memiliki kemampuan memadahi. Pengambilan sampel dengan skema tes cepat antigen harus dilakukan dengan tepat. Pasalnya, jika salah mengambil sampel, hasilnya bisa berbeda.
Oleh karena itu, fasilitas kesehatan yang membuka layanan tes cepat antigen harus benar-benar teregistrasi dan terstandar. ”Jangan sampai karena keteledoran hasil yang didapat tidak optimal sehingga memunculkan hasil yang salah,” ujarnya.