Pemkab Agam, Sumatera Barat, mendata ulang jumlah keramba jaring apung di Danau Maninjau. Data mutakhir bakal menjadi dasar pemerintah dalam mengambil kebijakan penataan salah satu danau prioritas nasional itu.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mendata ulang jumlah keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya. Data mutakhir bakal menjadi dasar pemerintah dalam mengambil kebijakan penataan Danau Maninjau, yang sering mengalami fenomena kematian ikan massal.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam Edi Netrial, Selasa (1/6/2021), mengatakan, Selasa ini bupati telah melepas tim pendataan keramba jaring apung (KJA) secara simbolis. Surat keputusan (SK) tim pendata sedang disiapkan dan mulai turun ke lapangan dalam beberapa hari ke depan.
”Tim terdiri dari anggota dinas perikanan, satpol PP, BPBD, dinas perhubungan, kecamatan, nagari, jorong, dan organisasi pemuda. Pendataan diperkirakan selesai selama enam hari,” kata Edi.
Edi menjelaskan, saat ini data jumlah KJA di Danau Maninjau masih simpang siur. Ada yang menyebut jumlahnya 12.000 petak, ada pula yang menyebut 17.000 petak. Bupati pun meminta agar data dimutakhirkan hingga jelas pemilik dan alamatnya.
Menurut Edi, data tersebut menjadi dasar dalam mengambil kebijakan penataan danau yang termasuk 15 danau prioritas nasional ini. Pemkab bakal mempresentasikannya dalam rapat virtual dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Edi melanjutkan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau Maninjau, daya dukung danau maksimal 6.000 petak keramba berukuran 5 x 5 meter. Pemerintah tidak akan menghilangkan/menghapuskan KJD di Danau Maninjau, tetapi menatanya sesuai daya dukung danau.
”Kalau jumlah itu diterapkan, tentu ada pengurangan KJA secara bertahap dengan pengalihan usaha, misalnya pertanian. Data nama dan alamat itu menjadi pegangan untuk memberikan bantuan kepada mereka,” kata Edi.
Edi berharap, penataan dapat meningkatkan kualitas air Danau Maninjau yang saat ini masih tercemar dan sering terjadi kasus kematian ikan massal. Selain itu, kondisi danau yang membaik juga akan mendorong sektor pariwisata.
Camat Tanjung Raya Handria Asmi mengatakan, data yang akurat akan membuat kebijakan pemerintah tepat sasaran. Oleh sebab itu, ia mengharapkan pemilik keramba dan masyarakat di selingkar Danau Maninjau ikut membantu, bahkan terlibat dalam proses pendataan.
”Pemilik keramba dan masyarakat kami harapkan memberikan data yang benar. Kalau salah data, bisa salah kebijakan yang diambil pemerintah,” kata Handria.
Ia menegaskan, tidak benar isu yang berkembang bahwa pemerintah hendak menghilangkan/menghabiskan KJA. Informasi yang benar, pemerintah mendata dan menata KJA di Danau Maninjau.
Fenomena kematian ikan massal sering terjadi di Danau Maninjau beberapa tahun terakhir. Sejak awal tahun hingga 25 April 2021, sedikitnya terjadi tiga kali kematian massal ikan KJA dengan total ikan sedikitnya 30 ton (Kompas, 28/4/2021). Selain menimbulkan aroma tidak sedap, kejadian itu juga mencemari air danau.
Dalam catatan Kompas (11/2/2021), fenomena serupa di Danau Maninjau terjadi awal tahun 2020 dengan pemicu yang sama. Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan kala itu mencatat, hingga 7 Februari 2020 jumlah ikan yang mati mencapai 79,5 ton. Sebagian besar ikan yang mati merupakan jenis ikan nila dan ikan mas majalaya.
Pemilik keramba dan masyarakat kami harapkan memberikan data yang benar. Kalau salah data, bisa salah kebijakan yang diambil pemerintah.
Kematian ikan budidaya keramba jaring apung di Danau Maninjau sudah menjadi persoalan menahun. Pada Januari-Agustus 2016, jumlah ikan mati di Danau Maninjau mencapai 620 ton (Kompas, 2/10/2016). Sementara periode 2008-2016 sebanyak 32.803 ton. Kematian ikan di Danau Maninjau setidaknya dilaporkan sejak 1997. Kompas pada 1 November 1997 mencatat, ikan yang mati tahun itu sekitar 950 ton.