Sebagian dari 2.000 Hektar Lahan ”Food Estate” di Gunung Mas Bersertifikat
Perkebunan singkong program ”food estate” di Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, terus berjalan. Meskipun demikian, masyarakat berharap kebun-kebun milik mereka tidak digarap atau dibuka.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Pekerja menanam bibit singkong di lokasi program cadangan logistik pangan di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/3/2021).
PALANGKARAYA, KOMPAS — Warga empat desa di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menolak pembukaan lahan pada 2.000 hektar yang masuk dalam lahan uji coba perkebunan singkong yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan. Di lahan tersebut, selain kebun warga, terdapat beberapa rumah warga yang bahkan sudah bersertfikat.
Kepala Desa Tewai Baru Sigo menjelaskan, pihaknya tidak menolak program perkebunan singkong yang merupakan bagian food estate atau lumbung pangan nasional yang sedang dikerjakan pemerintah di Kalimantan Tengah, termasuk di desanya. Namun, masih ada lahan warga yang saat ini sudah dipatok untuk menjadi wilayah perkebunan singkong.
”Keberatan kami hanya karena di lokasi itu (2.000 hektar) sudah dipasang plang perkebunan singkong, bahkan sudah dipatok. Kami jadi sasaran warga karena warga mengira kami jadi penjual tanah mereka,” ungkap Sigo, Minggu (30/5/2021).
Selain Desa Tewai Baru, terdapat tiga desa lain yang juga keberatan dengan pembukaan lahan 2.000 hektar, yakni Desa Tampelas, Desa Sepang Kota, dan Desa Pematang Limau. Pihak Kementerian Pertahanan sudah memasang patok dan plang untuk menandakan lahan tersebut sebagai pilot project perkebunan singkong lumbung pangan.
Selain Sigo, Kepala Desa Tampelas Mine Yantri menyatakan, semua warganya menerima program food estate, apalagi jika dilibatkan di dalamnya. Namun, tak sedikit juga warga yang sudah memiliki sertifikat lahan yang terancam kehilangan kebun dan rumahnya jika kawasan seluas 2.000 hektar tersebut dibuka.
”Pemasangan papan nama (plang) itu saja yang menjadi keberatan kami. Ini juga sudah disampaikan ke pemerintah kabupaten, bahkan ke DPD RI,” ungkap Mine.
Dalam diskusi publik yang diselenggarakan Forum Pemuda Kalimantan Tengah (Forpeka) dengan tema ”Menelisik Food Estate Gunung Mas”, hadir sebagai pembicara Kepala Pusat Cadangan Logistik Strategis Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Marrahmat. Diskusi itu dilaksanakan pada Jumat (28/5/2021).
Marrahmat menyebutkan, lahan seluas 2.000 hektar itu merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Saat pengajuan pelepasan kawasan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pihaknya tidak mengetahui bahwa kondisi di lapangan terdapat kebun warga atau bahkan perumahan.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Spanduk lokasi program singkong dari Kementerian Pertahanan di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (28/11/2020).
Meskipun demikian, lanjut Marrahmat, pelepasan kawasan tetap diizinkan KLHK melalui surat keputusan Menteri KLHK pada 4 November 2020. Pihaknya pun baru mengetahui persoalan lahan warga itu setelah mendapatkan laporan dari Bupati Gunung Mas Jaya S Monong.
”Bupati meminta lahan yang jadi pilot project itu ditunda dulu. Makanya, sampai sekarang tidak ada kegiatan di sana. Kalau soal plang, itu adalah kegiatan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kalteng karena memang punya anggaran untuk tata batas,” kata Marrahmat.
Ia menambahkan, lahan yang saat ini dikerjakan merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dengan luas mencapai 31.719 hektar. Kawasan itu merupakan hutan produksi yang tidak lagi produktif sehingga diizinkan sesuai prosedur KLHK.
Saat ini, lanjutnya, baru lebih kurang 530 hektar yang sudah dibuka dan ditanami singkong. ”Kami menyadari bahwa di sana ada lahan masyarakat, jadi diselesaikan dulu, mungkin diatur ulang skemanya nanti seperti apa,” ujarnya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Pekerja membawa bibit singkong untuk ditanam di lokasi program cadangan logistik pangan di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/3/2021).
Melihat hal tersebut, Manajer Program Save Our Borneo (SOB) Muhamad Habibi mengatakan, program perkebunan singkong terlalu terburu-buru dilaksanakan. Selain informasi yang masih minim, belum ada kajian lingkungan yang komprehensif.
”Beberapa waktu lalu Desa Tewai Baru dilanda banjir yang bisa jadi karena aktivitas pembukaan lahan di sana dalam program perkebunan tersebut. Selain itu, banyak sekali pertanyaan, seperti ke mana kayu-kayu dari pembukaan lahan itu?” ujar Habibi.
Ia melanjutkan, dari analisis satelit, ada 648 hektar lahan yang sudah dibuka. Padahal, dari hasil pantauan lapangan ataupun satelit, tutupan hutan di kawasan tersebut masih sangat baik. ”Masih banyak lahan atau kawasan tidak produktif lain. Kalau lokasi saat ini, tutupan hutannya masih bagus,” katanya.