Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, rawan gempa dan tsunami. Perkuat mitigasi tak bisa ditawar-tawar untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan harta benda jika bencana besar terjadi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Gempa Magnitudo 5,2 mengguncang Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/5/2021) pagi. Belum ada laporan kerusakan rumah atau bangunan akibat gempat tersebut. Warga meminta pemerintah untuk memperkuat upaya mitigasi bencana karena daerah itu rawan gempa dan tsunami.
Dalam rilis Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bambang Setiyo Prayitno disebutkan, gempa yang awalnya tercatat M 5,3 lalu dimutakhirkan menjadi M 5,2 terjadi di laut dengan episenter pada koordinat 1,07 Lintang Utara dan 120,03 Bujur Timur di kedalaman 27 kilometer. Lokasi itu sekitar 87 kilometer arah barat Kota Tolitoli, ibu kota Kabupaten Tolitoli.
Gempa tersebut berjenis gempa dangkal akibat aktivitas subduksi di utara Sulawesi di Laut Sulawesi. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa memiliki mekanisme pergerakan sesar naik (thrust fault).
Gempa dirasakan di Tolitoli dengan skala III-IV MMI. Artinya, gempa tersebut dirasakan hampir oleh semua orang di dalam rumah. Gempa tak berpotensi tsunami. Gempa tersebut juga sejauh ini belum diikuti gempa susulan. Otoritas setempat belum menerima ada laporan kerusakan bangunan, rumah, dan infrastruktur ataupun korban jiwa akibat gempa tersebut.
Warga tahu daerah ini rawan gempa dan tsunami sehingga bisa mengambil langkah antisipasi dengan segera meninggalkan wilayah pantai.
Warga merasakan gempa cukup kuat sekitar 3 detik. ”Lemari di dalam rumah goyang dan kaca jendela berderik. Banyak orang lari dari dalam rumah,” kata Rafik (26), warga Desa Soni, Kecamatan Dampal Selatan, Tolitoli, Sabtu, saat dihubungi dari Palu.
Rafik menyebutkan, warga tidak terlihat panik. Setelah gempa itu, warga di luar rumah sebentar, lalu kembali ke dalam rumah dan beraktivitas seperti biasa lagi.
Sosialisasi
Ia berharap pemerintah memperkuat upaya mitigasi bencana gempa dan tsunami di Tolitoli. Di Desa Soni, misalnya, tak terlihat ada papan informasi petunjuk arah evakuasi menghindari tsunami. Padahal, daerah itu berada persis di pinggir pantai.
”Warga di sini memang tahu daerah ini rawan gempa dan tsunami sehingga bisa mengambil langkah antisipasi dengan meninggalkan wilayah pantai, tetapi pemerintah perlu terus mengingatkan warga dengan memperkuat sosialisasi mitigasi gempa dan tsunami,” ujarnya.
Sebelum gempa ini, Tolitoli diguncang gempa M 5,5 pada 14 Februari 2021. Gempa juga dirasakan hampir semua orang.
Gempa di Tolitoli dan juga tetangganya, Kabupaten Buol, bersumber dari aktivitas subduksi di Laut Sulawesi. Zona ini terbentang dari laut di Sulawesi Utara hingga di laut perbatasan Tolitoli dan Donggala.
Zona ini terekam pernah menghasilkan gempa besar M 7,7 pada 7 November 2008. Sebanyak empat orang di Buol meninggal akibat gempa tersebut. Gempa itu tidak memicu tsunami. Aktivitas zona subduksi tersebut juga pernah memicu gempa di perbatasan Tolitoli dan Donggala pada 1996.
Dalam beberapa tahun terakhir, permukiman warga di Tolitoli menjamur di kawasan pantai. Kota Tolitoli dan bandara udara di daerah itu juga berada di kawasan pantai bagian dari Laut Sulawesi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tolitoli Nur Alam mengatakan, pihaknya selama ini melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan mitigasi (pengurangan risiko). Bahkan, pemerintah berkomitmen untuk mencanangkan setiap tahun adanya desa tangguh bencana (destana).
Sebagai panduan praktis, langkah yang bisa dilakukan saat gempa terjadi, antara lain, ialah melindungi kepala di bawah kolong meja atau material kuat lainnya untuk menghindari robohnya elemen bangunan. Upaya lain, segera lari keluar ruangan dengan tetap melindungi kepala jika bisa dilakukan dan menghindari bangunan atau gedung tinggi. Untuk menghindari tsunami, jika berada di pinggir pantai, begitu merasakan gempa kuat, segera menjauhi pantai.