Cegah Pengangguran, Pekerja Migran di NTB Diberikan Pelatihan Usaha
Sepanjang 2021, lebih dari 13.000 pekerja migran Indonesia (PMI) pulang ke NTB. Agar tidak menambah jumlah penganggur, pemerintah daerah setempat menyiapkan pelatihan usaha mandiri bagi mereka.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gelombang kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Nusa Tenggara Barat yang terus berlangsung dikhawatirkan bisa menambah angka pengangguran di daerah tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB menyiapkan pelatihan usaha mandiri, baik usaha formal maupun informal.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi, di Mataram, Jumat (28/5/2021), mengatakan, jumlah PMI yang pulang ke NTB terus meningkat. Sepanjang 2021, total sudah ada 13.541 PMI yang pulang ke NTB.
Menurut Aryadi, dari semua PMI yang pulang, 4.112 orang adalah PMI non-prosedural. Kemudian, 9.330 adalah PMI prosedural. Selain itu, ada pemulangan jenazah 32 orang.
Dari 10 kabupaten/kota di NTB, PMI terbanyak berasal dari Lombok Timur 800 orang, Lombok Tengah 4.520 orang, Lombok Barat 1.597 orang, Sumbawa Besar 596 orang, dan Kabupaten Lombok Utara 299 orang.
Selain itu, 237 PMI berasal Kota Mataram, 190 orang dari Sumbawa Barat, 181 orang asal Bima, 96 orang dari Dompu, dan 19 orang berasal dari Bima.
Aryadi menambahkan, lima asal negara penempatan terbanyak yaitu Malaysia 10.339 orang, Arab Saudi 1.871 orang, Amerika Serikat 499 orang, Brunei Darussalam 231 orang, dan Singapura 129 orang.
”Kepulangan PMI tersebut selain dampak Covid-19, juga karena kontrak telah habis dan sebagian karena unprocedural,” kata Aryadi.
Kepulangan PMI tersebut dikhawatirkan menambah angka pengangguran di NTB. Menurut data Badan Pusat Statistik NTB, pada Februari 2021 terdapat 23.080 penganggur akibat Covid-19.
Menyikapi hal itu, menurut Aryadi, kepulangan mereka belum tentu menyebabkan angka pengangguran bertambah. PMI yang kontraknya berakhir atau PMI purna, tentu pulang dengan membawa modal dan pengalaman kerja.
”Itu membuka peluang bagi mereka guna membuka usaha mandiri. Misalnya, menjadi peternak atau usaha lain di sektor formal dan informal,” kata Aryadi.
Hanya saja, untuk memastikan hal itu terwujud, perlu pembinaan bagi PMI purna ini melalui pelatihan kewirausahaan bagi mereka.
Oleh karena itu, menurut Aryadi, tahun ini pihaknya akan menggelar pelatihan kerja berbasis kompetensi. Program dengan pembiayaan dari APBN tersebut akan menyasar 1.000 orang.
Selain itu, kata Aryadi, pihaknya juga sedang melobi perusahaan yang ada di NTB untuk berkontribusi melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Kontribusi itu berupa dukungan dana pelaksanaan pelatihan usaha mandiri bagi calon pekerja.
”Termasuk penambahan pelatihan kejuruan berbasis kompetensi terampil guna mengisi kebutuhan pasar kerja, terutama dengan ditetapkannya NTB sebagai destinasi superprioritas nasional,” kata Aryadi.
Aryadi menambahkan, pihaknya juga sedang memetakan jumlah perusahaan dan industri di NTB. Pemetaan itu meliputi tenaga kerja yang ada sekarang dan kebutuhan kebutuhan pekerja ke depan.
Selain pemetaan, komunikasi intens juga dibangun dengan balai latihan kerja (BLK) pemerintah pusat di Lombok Timur yang sudah bertaraf internasional. Apalagi di sana memiliki fasilitas yang lengkap.
Pendampingan keluarga
Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kota Mataram Abri Danar Prabawa menambahkan, pemerintah berusaha melindungi PMI. Salah satuya dengan menghadirkan layanan terpadu satu atap (LTSA) di Indonesia. Di NTB, ada enam LTSA.
LTSA bertujuan menciptakan layanan yang cepat, mudah, murah, dan aman bagi calon pekerja migran Indonesia serta meningkatkan pelindungan bagi pekerja migran dan keluarganya.
LTSA bertujuan memastikan bahwa calon PMI bisa menggunakan jalur prosedural. Apalagi dengan berbagai manfaat yang akan mereka dapatkan. Manfaat itu tidak hanya jaminan keberangkatan hingga nanti kembali ke daerah, tetapi juga sampai mereka pulang.
Selain itu, menurut Abri, jalur PMI secara prosedural juga penting bagi keluarga mereka. Sesuai regulasi, juga ada pelindungan sosial, ekonomi, dan hukum bagi keluarga PMI.
Tujuannya, kata Abri, untuk mewujudkan kesejahteraan atau keluarga PMI yang berdaya. Hal itu, misalnya, dilakukan lewat program pendampingan bagaimana mengelola uang kiriman agar produktif.