Satu-satunya Zona Merah di Jabar, Kota Cirebon Tingkatkan Tes Covid-19
Libur Lebaran memicu lonjakan kasus Covid-19 di Kota Cirebon, Jawa Barat. Cirebon pun menjadi satu-satunya zona merah di Jabar.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kota Cirebon menjadi satu-satunya daerah di Jawa Barat yang memiliki risiko tinggi penyebaran Covid-19 atau zona merah. Pemerintah Kota Cirebon pun meningkatkan tes Covid-19 dan pengawasan terhadap penegakan protokol kesehatan.
Berdasarkan evaluasi penanganan Covid-19 pada 17-23 Mei, Kota Cirebon termasuk dalam zona merah di antara 27 daerah di Jabar dengan skor 1,75. Semakin kecil angkanya menunjukkan level kewaspadaan penyebaran Covid-19 kian tinggi.
Padahal, sepekan sebelumnya, Cirebon termasuk zona oranye atau risiko sedang dengan skor 2,01. Sejumlah indikator yang memengaruhi adalah jumlah kasus terkonfirmasi, kematian, dan tingkat keterisian tempat isolasi.
Pada periode 10-16 Mei, misalnya, kasus terkonfirmasi positif baru mencapai 124 orang dan tiga orang meninggal. Sementara pada 17-23 Mei, kasus terkonfirmasi yang baru mencapai 250 orang dengan sembilan orang meninggal.
”(Peningkatan) Ini hampir terjadi secara nasional. Salah satunya karena faktor liburan panjang. Ada beberapa yang tidak tercegah (mudik Lebaran). Belum teridentifikasi apakah ada kluster baru,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Cirebon Katibi, Kamis (27/5/2021), di Cirebon.
Untuk mencegah penyebaran Covid-19 di kota seluas 37 kilometer persegi itu, pihaknya meningkatkan upaya deteksi dini melalui tes Covid-19. Pada 25 Mei, misalnya, tes usap berbasis rantai reaksi polimerase (PCR) mencapai 265 orang. Padahal, sebelumnya hanya 150 orang per hari.
Tes Covid-19 tersebut, antara lain, menyasar tempat kerumunan, seperti pusat perbelanjaan dan Alun-alun Kejaksan, pasca-Lebaran. Pihaknya juga telah menyebar alat tes usap antigen ke 22 puskesmas di Cirebon. Jika ditemukan gejala Covid-19, petugas langsung melakukan tes.
”Dengan begitu, penemuan dari testing lebih efektif,” kata Katibi. Pihaknya mengklaim alat tes masih tersedia. Hingga Kamis siang, jumlah viral transport medium (VTM) untuk tes PCR sebanyak 1.052 kit. Adapun alat tes cepat antigen dan antibodi masing-masing sebanyak 3.525 dan 329 kit.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Kota Cirebon Sri Laelan mengatakan kekurangan alat tes PCR. Padahal, tes PCR merupakan metode deteksi Covid-19 paling akurat. Idealnya setiap bulan ada 3.000 alat tes PCR seperti tahun lalu.
Menurut Laelan, pada 2020, alat tes PCR masih terjangkau dengan harga Rp 250.000 per alat. ”Sekarang, Rp 671.000 sekian. Jadi, anggaran menyesuaikan sehingga jumlahnya berkurang,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi kekurangan alat tes PCR, pihaknya mengutamakan deteksi kasus dengan tes antigen terlebih dahulu. Jika ditemukan kasus positif atau reaktif, pihaknya menindaklanjuti dengan tes PCR.
Salah satu kunci pengendalian Covid ini adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Selain peningkatan tes Covid-19, Pemerintah Kota Cirebon juga memperketat pengawasan protokol kesehatan. ”Kami sudah meminta Satpol PP dan Polres Cirebon Kota untuk memperketat pengawasannya,” kata Sekretaris Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi.
Pemkot Cirebon juga sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 443/SE.43-PEM tentang Perpanjangan Kedelapan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional dalam Rangka Penanganan Covid-19. Isinya antara lain kegiatan belajar-mengajar digelar secara daring dan waktu operasional pusat perbelanjaan hingga pukul 21.00.
Aturan tersebut berlangsung hingga 31 Mei. ”Salah satu kunci pengendalian Covid-19 ini adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan. Kami berusaha menurunkan kasus Covid-19, tapi butuh dukungan masyarakat,” ujar Agus.
Hingga Kamis, kasus Covid-19 di kota berpenduduk 340.000 jiwa itu mencapai 5.572 orang. Sebanyak 208 orang di antaranya meninggal dan 454 orang masih menjalani isolasi. Adapun keterisian ruang isolasi di 11 rumah sakit mencapai 123 dari 283 tempat tidur.