Dua Hektar Lahan di Pinggir Tol Terbakar, Peringatan bagi Sumsel
Ancaman kebakaran lahan sudah terasa di Sumatera Selatan. Sekitar 2 hektar lahan gambut di sisi Jalan Tol Palembang-Indralaya terbakar. Dugaan sementara, kebakaran karena ulah manusia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
INDRALAYA, KOMPAS — Sekitar 2 hektar lahan gambut di sisi Jalan Tol Palembang-Indralaya, Sumatera Selatan, terbakar. Kebakaran ini menjadi peringatan untuk mewaspadai kebakaran lahan dan hutan karena Sumatera Selatan sudah memasuki musim kemarau.
Kebakaran terjadi di Desa Sribanding, Kecamatan Pemulutan Barat, Kabupaten Ogan Ilir. Lokasi kebakaran sekitar 15 kilometer dari pintu gerbang Tol Palembang-Indralaya. ”Kawasan yang terbakar murupakan kawasan yang tidak terkelola,” ucap Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Ansori, Kamis (27/5/2021).
Kebakaran diketahui mulai terjadi pada Rabu (26/5/2021) sekitar pukul 17.50 dan bisa dipandamkan lima jam berselang. ”Kondisi saat ini, api sudah padam secara total,” kata Ansori. Pemadaman kebakaran membutuhkan waktu yang lama karena sulitnya akses menuju titik api.
Kebakaran di tepi Jalan Tol Palembang-Indralaya memang kerap terjadi. Hampir setiap tahun pasti ada kasus kebakaran lahan di kawasan itu. Bahkan, ada lokasi yang terbakar hingga tiga kali dalam setahun.
Selain karena lahan ditumbuhi ilalang tinggi, lahan juga tidak dikelola oleh masyarakat ataupun pemilik lahan. ”Kebanyakan pemilik lahan tidak tinggal di sana, melainkan di luar Kabupaten Ogan Ilir, sehingga ketika terbakar terkadang mereka tidak mengetahui hal itu,” katanya.
Diduga kebakaran lahan kali ini disebabkan orang membuang puntung rokok sembarangan saat melewati jalan tol sehingga memicu kebakaran. Kemungkinan lain, ada pihak yang sengaja membakar untuk membuka lahan agar bisa ditanami sejumlah komoditas. ”Itulah sebabnya, kebakaran lahan kali ini tidak begitu luas,” ucap Ansori.
Ansori menuturkan, kebakaran lahan yang terjadi kali di luar dugaan karena saat ini kondisi lahan masih basah karena hujan masih mengguyur di Sumsel. ”Bahkan, di Ogan Komering Ulu masih ada rumah yang terendam banjir,” katanya.
Bahkan, di Ogan Komering Ulu masih ada rumah yang terendam banjir.
Jumlah titik panas juga tidak lebih dari 10 titik per hari. Kemungkinan peningkatan titik panas baru akan terjadi pada puncak musim panas pada periode Agustus-September.
Beberapa upaya dilakukan untuk mencegah kebakaran di pinggir jalan tol, termasuk membangun sodetan di antara Sungai Meriak dan Sungai Keramasan sejauh sekitar 12 kilometer. Harapannya, kawasan yang dilewati sodetan tetap basah. ”Ketika lahan tetap basah, potensi kebakaran lahan bisa diminimalkan,” kata Ansori.
Hingga saat ini, penyelesaian program sodetan sudah mencapai 8,8 kilometer. Penyelesaian pembangunan diharapkan tahun ini juga.
Tidak hanya di Ogan Ilir, sodetan serupa juga diusulkan dibangun di daerah lain, seperti Ogan komering Ilir dan Banyuasin. Namun, prosesnya masih disesuaikan dengan kondisi lahan, seperti tingkat kemiringan lahan dan kedalaman sungai.
Beragam persiapan juga sudah mulai dilakukan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Status siaga darurat karhutla sudah diberlakukan sejak Maret lalu.
Proses pemetaan pun sudah dilakukan, termasuk mewaspadai daerah yang rawan karhutla lantaran memiliki kawasan gambut luas, seperti Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir, dan Muara Enim.
Bantuan fasilitas seperti teknologi modifikasi cuaca (TMC), termasuk armada untuk pemadaman udara dengan menggunakan helikopter bom air, sudah bisa dijalankan. ”Kami sudah mengusulkan, tetapi keputusan memang tetap ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” ucap Ansori.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan menjelaskan, saat ini beberapa kawasan di Sumsel sudah memasuki musim kemarau dengan curah hujan sekitar 0-50 milimeter (mm). Meskipun demikian, masih ada daerah yang memiliki curah hujan berintensitas menengah, 100-150 mm, yakni di kawasan Ogan Komering Ulu, Empat Lawang, dan Pagar Alam.
”Saat ini, Sumsel masih dalam posisi masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau,” ucapnya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi seluruh kawasan di Sumsel baru akan memasuki musim kemarau pada dasarian pertama sampai dasarian kedua Juni. Hal itu ditandai dengan curah hujan yang semakin rendah dan terus berlanjut pada dua dasarian berikutnya.
Ketika masuk musim kemarau, ujar Desindra, hari tanpa hujan akan semakin panjang. Akibatnya, lahan akan semakin kering dan potensi kebakaran lahan pun meningkat. Karena itu, diperlukan kewasapadaan semua pihak untuk mengantisipasinya.