Di Jatim, Pemeluk Buddha Rayakan Waisak, Umat Islam Shalat Gerhana
Warga Surabaya merayakan Trisuci Waisak dan gerhana bulan total. Waisak dirayakan oleh umat Buddha dengan khidmat, sementara umat Muslim menggelar shalat gerhana. Keduanya dilakukan dengan protokol kesehatan ketat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Warga Surabaya merayakan Trisuci Waisak dan gerhana bulan total, Rabu (26/5/2021). Trisuci Waisak dirayakan oleh umat Buddha secara khidmat dengan menerapkan protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19 yang belum mereda. Sementara umat Islam mengadakan shalat gerhana jelang Rabu malam.
Di Wihara Buddhayana Dharmawira Center, kehadiran umat untuk perayaan Trisuci Waisak dibatasi maksimal separuh dari kapasitas. Umat terlebih dahulu mendaftar dan disetujui oleh panitia. Umat yang hadir berpelindung diri (masker, pelindung wajah, dan atau sarung tangan) serta suhu tubuh diperiksa. Ibadah juga berlangsung secara virtual.
Menurut Biksu Dharma Maitri Mahathera, penerapan protokol bertujuan menekan risiko penularan Covid-19. Perayaan berlangsung sejak pagi, dimulai dengan doa dan penuangan air suci untuk rupang bayi Siddharta ”Buddha” Gautama sebagai perlambang pembersihan jiwa. Selanjutnya, ada pembacaan kitab suci Sutra Intan secara bersama-sama.
Pada pukul 18.13, umat bermeditasi untuk detik-detik Waisak. Kemudian, acara berlanjut dengan perayaan sukacita. Karena masih situasi pandemi, tradisi makan bersama ditiadakan dan diganti dengan membawa pulang makanan berkah untuk dinikmati di rumah.
”Tema Waisak tahun ini adalah ’Eling dan Waspada Membangun Kepedulian’ dengan harapan umat mempunyai kepekaan sosial untuk membantu beban penderitaan sesama yang terdampak pandemi Covid-19,” kata Dharma Maitri.
Sementara itu, kalangan umat Islam menyambut gerhana bulan total dengan shalat di Masjid Nasional Al Akbar. Ibadah dilaksanakan seusai shalat Maghrib. Shalat gerhana dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat, yakni jemaah berpelindung diri, menjaga kebersihan, dan kapasitas kehadiran amat dibatasi.
Shalat gerhana dipimpin oleh Ustaz Husni Mubarak. Khotbah disampaikan oleh cendekiawan Muslim, Moh Ali Aziz, dengan tema ”Gerhana Momen Introspeksi dan Memacu Diri”.
Di Malang, warga sempat tidak dapat menyaksikan gerhana bulan karena langit tertutup awan. Gerhana yang sekiranya bisa dilihat mulai pukul 18.00 sama sekali tak terlihat. Bulan kembali terlihat sekitar pukul 19.30.
Zoya Dhanada, warga Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang, mengatakan hanya bisa melihat sebagian proses gerhana bulan. ”Dari kemarin saya persiapkan untuk bisa melihat gerhana bersama anak-anak, tetapi ternyata mendung di awal-awal,” katanya.
Bagi Zoya, gerhana bulan tak hanya momen langka, tetapi juga momen untuk mengedukasi anak-anaknya agar memahami fenomena alam. Jika dulu ia diharuskan sembunyi karena ada mitos raksasa menelan Bulan, kini ia malah mengajak anaknya untuk melihat proses gerhana agar anaknya mengerti cara kerja sistem tata surya. (NIT)