Blora Lestarikan Barongan dan Ajaran Sedulur Sikep sebagai Identitas Lokal
Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, berupaya memperkuat identitas daerah, di antaranya kesenian barongan dan kearifan lokal dalam ajaran komunitas Sedulur Sikep.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, bakal memperkuat dan melestarikan tradisi lokal untuk memperkuat identitas daerah. Dua kearifan lokal yang bakal dijaga eksistensinya adalah kesenian barong atau barongan dan nilai-nilai komunitas Sedulur Sikep.
Barongan Blora ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan nomor registrasi 201700526. Sejak 2014, setiap tahun, digelar Festival Barongan Nusantara yang dipusatkan di Alun-alun Blora. Festival itu turut menggugah daya tarik dan minat warga akan kesenian itu, tetapi pada 2020 ditiadakan karena pandemi.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Blora Slamet Pamuji, di Blora, Rabu (26/5/2021), mengatakan, barongan berpotensi besar untuk dijadikan ikon daerah. ”Minat masyarakat terus meningkat. Saat ini, ada tiga-empat kelompok per desa. Biasa dimainkan untuk ritual-ritual atau sedekah desa,” ujar Slamet.
Untuk menjadi ikon dan kesenian yang melekat dengan Blora, dia pun mendorong semua pemangku kepentingan terlibat. Sejauh ini, selain melalui berbagai kegiatan, setidaknya lambang atau simbol terus diupayakan agar ada di perkantoran atau sudut-sudut kota Blora. Diharapkan, Blora dengan barongan akan semakin dikenal luas, seperti Ponorogo dengan reog.
Namun, diakui Slamet, pandemi Covid-19 menghambat upaya tersebut. ”Tahun lalu, kami hentikan karena pandemi Covid- 19. Sulit untuk tetap digelar karena barongan ini akan menciptakan kerumunan,” kata Slamet.
Salah seorang seniman barongan, Adi Wibowo, menuturkan, terlepas dari pandemi Covid-19, pemerintah mesti memperbanyak event-event barongan sehingga semakin banyak wadah apresiasi seni bagi seniman. Di sisi lain, barongan juga mesti digaungkan hingga luar daerah agar benar-benar dikenal sebagai ikon Blora.
Selain itu, harus ada dukungan bersama dari semua pihak, termasuk instansi-instansi di Blora. ”Misalnya, semua instansi dalam satu semangat uri-uri (melestarikan) dengan menyediakan tempat bagi seniman untuk mengekspresikan karyanya. Termasuk juga perajin ikut terangkat dari situ. Jadi, tidak hanya mengandalkan orang punya gawe (acara),” tutur Didik RGS, sapaan Adi.
Sementara itu, bagi seniman, Didik mendorong agar mereka lebih banyak terlibat dalam festival. Topeng, nada, karakter, tabuhan, dan ritme barongan khas Blora, kata Didik, berbeda dengan barong-barong dari daerah lain. Dalam pertunjukan barong, ditunjukkan karakter orang Blora yang bersemangat.
Barongan juga mesti digaungkan hingga luar daerah agar benar-benar dikenal sebagai ikon Blora.
Sedulur Sikep
Selain seni barongan, Slamet Panuji menuturkan, pemerintah juga akan terus melestarikan kearifan lokal dalam ajaran komunitas Sedulur Sikep. Adapun komunitas Sedulur Sikep yang berpegang teguh pada ajaran Samin Surosentiko, yang tersebar di beberapa daerah di Blora, seperti Klopoduwur, Sambongrejo, dan Kedungtuban, juga coba terus diangkat.
”Nilai-nilai yang diajarkan Mbah Samin setidaknya diharapkan dapat mewarnai perilaku masyarakat, juga birokrasi,” ucapnya.
Adapun prinsip hidup masyarakat Samin antara lain kejujuran, kebaikan, dan kegotongroyongan. ”Kami ingin memberi semacam pemahaman bahwa Sedulur Sikep itu satu ajaran komunitas, bukan suku. Nilai-nilai yang dianut itu universal dan baik. Ini perlu diterapkan juga di masyarakat,” kata Slamet.
Tokoh Kampung Adat Sedulur Sikep di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Pramugi Prawiro Wijoyo, menuturkan, yang utama bagi komunitasnya ialah kejujuran, kegotongroyongan, dan kerukunan. ”Apa pun itu, yang penting hidup rukun dengan siapa pun dan di mana pun. Di sini, kami bersama warga yang bukan Sedulur Sikep pun melakukan itu,” katanya.