Kepergian Misterius Sang Komposer Musik Gereja Menuju Keabadian
Yulius Panon Pratomo (43), musisi dan komposer musik gereja asal Yogyakarta, sempat dilaporkan hilang secara misterius. Keesokan harinya, ia ditemukan dalam kondisi meninggal di Sungai Bengawan Solo.
Yulius Panon Pratomo (43), musisi dan komposer musik gereja asal Daerah Istimewa Yogyakarta, sempat dilaporkan hilang di Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada Minggu (23/5/2021) dini hari. Keesokan harinya, ia ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Jasadnya mengambang dan hanyut di Sungai Bengawan Solo. Misteri masih menyelimuti kepergiannya.
Awalnya, Yulius datang ke Kota Surakarta untuk menyiapkan konser virtual bertajuk ”Bermadah bersama Maria”. Menurut rencana, konser itu akan digelar di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, Rabu (26/5/2021). Konser diadakan dalam rangka memeriahkan Bulan Maria yang jatuh pada Mei. Pementasan telah disiapkan sejak April lalu.
Yus, sapaan akrab Yulius, akan pentas bersama dengan kelompok paduan suara binaannya bernama Nafsigira. Dalam konser tersebut, terdapat empat lagu karya Yus yang akan turut ditampilkan, yakni ”Mater Dei”, ”Ave Maria (Lullaby)”, ”Stella Duce”, dan ”Bunda Maria”.
Namun, kabar duka datang mendahului. Yus meninggal tepat dua hari sebelum konser digelar. Komposer berambut gondrong itu sempat hilang tanpa kabar selama satu hari sebelum jenazahnya ditemukan hanyut di aliran Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Baca juga : Perawat Napas Musik Rohani-Tradisi Itu Pamit Lebih Dulu
Manajer Nafsigira, Antonia Filicia Esa Rindi (37), menyampaikan, Yus bersama sejumlah anggota timnya berada di Surakarta sejak Sabtu (22/5/2021) siang. Mereka ke Surakarta seusai mengisi paduan suara untuk misa pernikahan sepasang umat Katolik di Gereja Katolik Santo Petrus Warak, Kabupaten Sleman, DIY. Di Surakarta, Yus dan timnya tinggal di sanggar milik Nafsigira.
”Kami datang untuk mempersiapkan konser. Menurut rencana, kami akan melakukan geladi kotor buat konser pada Minggu sore,” ujar Esa saat ditemui di Sanggar Nafsigira, Surakarta, Selasa.
Baca juga : Lagu Totok Pujianto Yang Menyentuh Umat
Sabtu malam, kata Esa, Yus masih menggelar rapat persiapan konser. Bahkan, Yus juga menyiapkan aransemen lagu-lagu yang akan dimainkan hingga larut malam. Seusai rapat, Esa tertidur lebih dahulu.
Pada Minggu sekitar pukul 04.00, Esa terbangun untuk pergi ke toilet. Ia sempat menengok ke studio tempat Yus biasa bekerja. Saat itu, Esa melihat laptop milik Yus masih menyala, sedangkan buku catatan lagu berada di lantai. Melihat kondisi itu, Esa meyakini bahwa Yus masih sibuk menulis lagu.
Namun, keyakinan Esa goyah. Setelah berkeliling rumah, ia tak kunjung menemukan Yus. Lebih-lebih, jaket dan tali penggantung masker milik Yus juga tidak ada di tempat.
”Dari situ, saya berpikir, saya harus cari Mas Yus karena Mas Yus tidak tahu jalan di Solo,” ucap Esa dengan suara parau dan mata sembab.
Memang, kalau keluar cari inspirasi sering. Biasanya, kalau sudah mentok membuat lagu, dia akan keliling naik motor. Tetapi, itu hanya di sekitar tempat tinggal.
Setelah itu, Esa berkeliling mengitari jalan-jalan yang sekiranya dikenali Yus. Tiga jam lamanya dia mencari, mulai pukul 05.00 hingga 08.00. Namun, Yus tak juga ditemukan. Saat ia kembali ke Sanggar Nafsigira, baru diketahui bahwa Yus tak membawa ponsel dan dompet. Padahal, biasanya Yus selalu membawa dua benda itu meski hanya pergi ke wilayah dekat tempat tinggalnya.
”Memang, kalau keluar cari inspirasi sering. Biasanya, kalau sudah mentok membuat lagu, dia akan keliling naik motor. Tetapi, itu hanya di sekitar tempat tinggal. Sambil jalan, dia menggumamkan nada. Nanti di rumah dikulik lagi,” tuturnya.
Esa mengatakan, Yus butuh ruang tenang untuk menulis ataupun mengaransemen lagu. Bahkan, pernah sekali waktu, Yus ingin meminjam salah satu ruangan rumah milik Esa untuk proses kreatifnya. Namun, rencana itu urung terlaksana.
Laporan kehilangan
Meski sering pergi untuk mencari ketenangan, kepergian Yus pada Minggu dini hari itu terasa berbeda sehingga teman-teman dan keluarganya berupaya mencari. Setelah upaya pencarian tak membuahkan hasil, teman dan keluarga Yus lalu melapor ke kepolisian.
Selain itu, mereka juga memublikasikan kabar kehilangan Yus di media sosial. Dalam informasi itu disebutkan, Yus terakhir kali terlihat memakai celana pendek hitam corak putih, kaus hitam dengan sablon Nafsigira, jaket biru, dan sandal hitam.
Pada Senin siang atau sehari setelah Yus dikabarkan hilang, muncul informasi tentang penemuan jenazah di aliran Sungai Bengawan Solo di wilayah Sragen. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sragen Ajun Komisaris Guruh Bagus Eddy Suryana mengungkapkan, laporan penemuan jenazah itu diterimanya pada Senin sekitar pukul 13.00.
Baca juga : Selamat Jalan Mas Djaduk, Engkau Pembawa Kegembiraan
Saat ditemukan, tidak ada kartu identitas pada jenazah tersebut. Namun, jenazah yang ditemukan itu ternyata memiliki kecocokan dengan ciri-ciri fisik Yus.
”Jenazah lalu dibawa ke RSUD Sragen. Di sana dilakukan pemeriksaan sidik jari dengan keluarga. Ternyata memang identik. Keluarga juga meyakini itu jenazah Yus,” kata Guruh.
Ada dugaan kekerasan atau tidak, belum dapat diketahui. Kami menunggu hasil otopsi.
Guruh menuturkan, pihaknya belum bisa menentukan penyebab kematian Yus. Dia menyebut jenazah ditemukan dalam kondisi sudah membengkak. Oleh karena itu, dilakukan otopsi guna mengetahui penyebab kematian. Otopsi dilakukan di RSUD dr Moewardi, Surakarta. ”Ada dugaan kekerasan atau tidak, belum dapat diketahui. Kami menunggu hasil otopsi,” kata Guruh.
Saat ini, Satuan Reserse Kriminal Polres Sragen telah memeriksa dua saksi. Saksi yang diperiksa merupakan anggota keluarga dan anggota tim paduan suara yang dikelola korban.
Sosok Yus
Elisabeth Retno Pawuri Budiman (41), istri Yus, mengenal suaminya sebagai sosok yang kuat. Dalam setiap pekerjaan, Yus selalu mengerjakannya sepenuh hati. Lebih-lebih untuk urusan musik sebagai pekerjaan utama yang digelutinya.
”Kalau dia sudah punya niat, sebisa mungkin dijalankan dengan ide-idenya. Bisa dibilang 100 persen dia akan memberikan waktunya dan karya-karyanya,” kata Elisabeth.
Ungkapan itu tampak dari kiprah Yus dalam bermusik. Komposer yang populer di kalangan umat Katolik itu telah menciptakan lebih dari 100 lagu. Selain itu, Yus juga telah merilis satu album berjudul Perjamuan Nikah Anak Domba pada tahun 2020.
Sebelum meninggal, ujar Elisabeth, Yus juga tak menunjukkan gelagat aneh. Keduanya masih berkomunikasi lewat pesan singkat hingga Minggu sekitar pukul 01.00 atau beberapa jam sebelum Yus dilaporkan hilang.
Elisabeth juga tak merasa ada masalah yang disimpan suaminya. Menurut dia, suaminya juga bukan sosok yang suka menyimpan masalah sendiri. Hanya saja, Yus selalu tahu kapan waktu yang tepat untuk mengutarakan persoalan yang dialaminya kepada orang lain.
”Bukan disimpan, tetapi untuk menyampaikan sesuatu, dia memilih waktu yang pas,” ujar Elisabeth.
Setelah proses otopsi selesai, jenazah Yus akan dibawa ke Yogyakarta untuk dikremasi. Elisabeth menyebutkan, proses kremasi merupakan keinginan yang disampaikan Yus saat sang komposer musik gereja itu masih hidup. Menurut rencana, proses kremasi akan dilakukan pada Rabu, 26 Mei.
Tak hanya keluarga, para tetangga juga menilai Yus sebagai sosok yang baik. Sehari-hari, Yus tinggal bersama istri dan dua anaknya di rumah yang berlokasi di RT 005 RW 016 Dusun Sanggrahan, Desa Tlogoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY. Di rumah tersebut, Yus sudah tinggal selama sekitar tujuh tahun.
Ketua RT 005 RW 016 Dusun Sanggrahan, Marsudi (55), mengatakan, Yus merupakan sosok yang baik dan suka membantu. Dalam kehidupan sehari-hari, Yus sering terlibat dalam kegiatan sosial, baik di lingkungan kampung maupun di gereja dekat tempat tinggalnya. Di gereja itu, Yus sering bermain musik untuk mengiringi misa serta mengajar koor atau paduan suara di gereja.
”Kalau sedang luang, pasti terlibat kegiatan di lingkungan, misalnya kerja bakti dan sebagainya. Di lingkungan gereja, dia juga aktif dengan mengajar koor dan mengiringi misa,” ujar Marsudi saat ditemui di rumah duka, Selasa siang.
Marsudi menuturkan, selama tinggal di Dusun Sanggrahan, Yus juga sering melatih anak-anak bermain musik dan paduan suara di rumahnya. Namun, selama pandemi Covid-19, latihan musik di rumah Yus dihentikan sementara untuk mencegah penularan Covid-19.
Membaktikan diri
Salah seorang teman Yus, Damar Juniarto, mengatakan, Yus memang merasa terpanggil untuk membaktikan diri dengan bermain musik gereja. Oleh karena itu, Yus sangat serius saat berkarya dan bermain musik.
”Saya menangkap kesan, Yus serius dengan musik gereja ini. Dia membaktikan diri dan merasa panggilannya memang untuk bermusik. Jadi, (bermusik) itu cara dia untuk beribadah,” tutur Damar yang merupakan kakak tingkat Yus saat belajar di Seminari Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Yus merupakan satu di antara sedikit musisi muda yang serius dan memiliki minat besar untuk menekuni musik gereja.
Damar mengatakan, selama ini, tidak banyak musisi muda Indonesia yang memutuskan untuk menekuni musik gereja. Oleh karena itu, Yus merupakan satu di antara sedikit musisi muda yang serius dan memiliki minat besar untuk menekuni musik gereja.
”Sedikit sebenarnya musisi muda yang berkecimpung di musik gereja. Yus salah satu yang muda dan saya lihat potensial,” ucap Damar yang merupakan Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).
Menurut Damar, lagu-lagu karya Yus tak hanya enak didengar, tetapi juga bisa menyentuh perasaan dan merasuk ke hati. Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang, lagu-lagu Yus juga dinilai bisa menumbuhkan harapan di tengah situasi yang sulit.
”Ini musik yang rasanya kalau kita dengarkan itu merasuk ke hati dan membantu sekali untuk kita paham tentang bagaimana Tuhan bekerja, termasuk pada masa pandemi ini. Musik Yus membantu kita untuk memahami bahwa situasinya memang berat, tapi masih ada harapan kalau kita mengandalkan Tuhan,” ungkap Damar.
Saya juga yakin, Yus meninggalkan banyak karya yang menyentuh bagi mereka yang mendengar.
Itulah kenapa, Damar juga memilih tiga lagu karya Yus, yakni ”Komuni Batin”, ”Hanya Doa”, dan ”Ibu”, untuk diputar dalam acara Lingkar Doa Bersama. Lingkar Doa Bersama merupakan acara doa bersama yang digelar secara daring untuk mendoakan sejumlah pihak yang sedang sakit.
”Saya merasa, dalam lagu-lagu Yus ada proses healing atau penyembuhan. Saya juga yakin, Yus meninggalkan banyak karya yang menyentuh bagi mereka yang mendengar,” ungkap Damar.
Kini, sang komposer religi gereja itu telah berpulang dalam keabadian. Tetapi kiranya karya-karya musiknya tetap lestari sebagai sarana madah syukur bagi Tuhan.