Terancam Hukuman Mati, Pekerja Migran Asal Majalengka Butuh Bantuan Pemerintah
Nenah Arsinah (38), pekerja migran Indonesia asal Majalengka, Jawa Barat, terancam hukuman mati di Uni Emirat Arab karena dituduh membunuh. Pemerintah diharapkan membantu membebaskan Nenah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Nenah Arsinah (38), pekerja migran Indonesia atau PMI asal Majalengka, Jawa Barat, terancam hukuman mati di Uni Emirat Arab karena dituduh membunuh. Keluarga pun berharap bantuan dari pemerintah agar Nenah segera dibebaskan.
Nenah berangkat ke Uni Emirat Arab sejak 2011 melalui perusahaan penyalur pekerja migran Indonesia di Jakarta Timur. Harapannya, dia bisa membantu ekonomi keluarga. Berdasarkan dokumen yang dipegang keluarga, anak petani itu memiliki paspor, perjanjian kerja, dan sertifikat kompetensi sebagai penata laksana rumah tangga.
Setelah tiga tahun di sana, Nenah pulang kampung karena ibunya meninggal. Anak kedua dari empat bersaudara itu kembali ke Timur Tengah karena permintaan majikannya yang ingin menikahkannya dengan seorang kuli. Nenah diminta tanda tangan sebuah surat.
”Katanya, mau dikasih duit dan mau dinikahkan. Dia enggak bisa baca tulisannya. Ternyata, setelah itu polisi datang. Dia diborgol, disuruh mengaku berzinah dan membunuh sopir majikannya,” kata Enung Arminah (41), kakak Nenah, di rumahnya di Desa Ranji Wetan, Kasokandel, Senin (24/5/2021).
Nenah juga dituding meracuni sopir majikannya. Padahal, menurut Enung, adiknya, melihat bekas jeratan tambang di leher sopir tersebut. Namun, adiknya tetap dipenjara dan terancam hukuman mati. ”Kabarnya, dia dituntut mati. Temannya yang pulang dari Arab juga bilang begitu,” lanjutnya.
Menurut Enung, keluarga sudah berupaya mencari bantuan hukum untuk Nenah, termasuk kepada anggota Komisi IX DPR pada 2017. Namun, belum ada perkembangan signifikan. ”Tiga hari setelah Lebaran (13 Mei), dia menelepon pakai HP (handphone) temannya di penjara. Dia mau pulang, enggak tahan di penjara,” ungkapnya.
Pemerintah Desa Ranji Wetan sudah mengirimkan surat ke Kementerian Luar Negeri pada 3 Mei 2021 untuk membantu Nenah yang terancam hukuman mati. Surat yang ditandatangani pemdes dan Pemerintah Kecamatan Kasokandel itu meminta Kemenlu berupaya membebaskan Nenah.
Kami meminta bantuan pemda dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Abu Dhabi untuk mengembalikan warga kami. Kan, orang kampung, enggak tahu apa-apa.
”Kami minta bantuan pemda dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Abu Dhabi untuk mengembalikan warga kami. Kan, orang kampung, enggak tahu apa-apa,” kata Kuwu (Kepala Desa) Ranji Wetan Saeful Imam. Menurut dia, kasus hukuman mati bagi PMI baru terjadi di desanya.
Kepala Bidang Penempatan Pelatihan dan Perluasan Kesempatan Kerja di Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menangah Kabupaten Majalengka Momon Rukman belum mengetahui ancaman hukuman mati untuk Nenah. ”Kami akan menelusuri kasus ini. Soalnya, sebelum 2019, pendataannya belum online,” katanya.
Kasus hukuman mati yang menjerat PMI asal Majalengka bukan kali ini saja terjadi. Pada 2018, Tuti Tursilawati, warga Sukahaji, dihukum pancung di Arab Saudi. Ia didakwa membunuh ayah majikannya yang sebelumnya berusaha memerkosanya (Kompas, 1/11/2018).
Pada 2019, Eti Rohaeti, warga Cingambul, juga dituntut hukuman mati di Arab Saudi. Namun, ia dibebaskan setelah pemerintah dan sejumlah pihak membayar denda miliaran rupiah.
Menurut Momon, sejak 2019 hingga kini, terdapat 27 pengaduan kasus PMI asal Majalengka yang bermasalah. Kasusnya, antara lain, hilang kontak, disiksa majikan, tidak mendapatkan haknya, meninggal karena sakit, hingga pelecehan seksual. ”Kami hanya menerima laporan dari desa dan menindaklanjuti ke Kemenlu dan BP2MI (Badan Perlindungan PMI),” katanya.
Majalengka termasuk kantong PMI di Jabar. Pada 2020 hingga awal 2021, tercatat 1.191 warga setempat berangkat ke luar negeri, seperti Hong Kong, Taiwan, Jepang, dan Malaysia. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan sebelum Covid-19 pada 2019, yakni mencapai 4.201 orang.