Bulan Mei, Angka Kematian Pasien Covid-19 di Sumbar Catat Rekor Baru
Angka kematian dan tingkat kematian kasus pasien Covid-19 di Sumatera Barat selama Mei 2021 melampaui rekor tertinggi selama pandemi Covid-19. Butuh kajian mendalam untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Angka kematian dan tingkat kematian kasus pasien Covid-19 di Sumatera Barat selama Mei 2021 menjadi rekor tertinggi selama pandemi Covid-19. Epidemiolog merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan deteksi kasus dan manajemen tanggap darurat serta mengkaji data yang ada secara mendalam.
Kondisi itu tergambar dalam kajian epidemiolog Universitas Andalas (Unand), Defriman Djafri. Defriman mencatat, kasus kematian selama 23 hari bulan Mei 2021 mencapai 137 orang dari 5.366 kasus positif Covid-19. Angka itu lebih tinggi dari kondisi Oktober 2020 yang mencapai 135 orang dari 8.257 kasus positif Covid-19.
”Angka kematian pasien Covid-19 Sumbar pada Mei 2021 paling tinggi selama pandemi dan belum genap sebulan. Angkanya bisa lebih tinggi lagi kalau tidak cepat diantisipasi,” kata Defriman, Senin (24/5/2021).
Defriman menjelaskan tidak hanya angka kematiannya yang meningkat. Tingkat kematian kasus (case fatality rate/CFR) juga meningkat. Pada Oktober 2020, angka kematian tinggi dan angka kasus positif Covid-19 juga tinggi dengan CFR 1,63 persen. Sementara itu, selama 23 hari bulan Mei 2021, dengan angka kasus relatif lebih rendah, angka kematian tinggi dengan CFR 2,55 persen.
Menurut Defriman, kondisi tersebut bisa menandakan banyak hal. Bisa jadi CFR tinggi karena RS sangat kewalahan menangani pasien atau justru penanganan pasien di RS yang lebih lemah dari sebelumnya. Kondisi itu bisa pula bermakna masih banyak kasus positif Covid-19 tidak terdeteksi karena penurunan jumlah pemeriksaan sampel.
”Bisa juga penanganan di RS yang mungkin terlambat atau alat kurang memadai atau kemampuan tenaga kesehatan atau pemilihan penapisannya. Termasuk juga bagaimana manajemen respons daruratnya,” ujar pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand ini.
Defriman mengatakan, data kasus Covid-19 di Sumbar mesti dikaji lebih dalam. Sejauh ini, ia belum bisa mengetahui kondisi lebih detail terkait usia, penyakit penyerta, kluster, riwayat penularan, dan data lainnya terkait pasien yang meninggal. Defriman berharap Dinkes Sumbar mau berbagi data agar penanganan Covid-19 di Sumbar lebih tepat sasaran.
Defriman menambahkan, tingginya angka kematian dan CFR menunjukkan terlambatnya pengendalian kasus. Agar tidak semakin banyak pasien Covid-19 yang bermuara di rumah sakit, pendeteksian kasus di lapangan mesti lebih cepat. Jumlah kontak erat yang diperiksa mestinya juga lebih banyak, misalnya 30 orang kontak erat dalam satu kasus positif Covid-19.
Upaya isolasi terhadap pasien Covid-19 juga lebih diperketat. Tempat-tempat karantina yang dikelola pemda mesti disediakan kembali agar isolasi pasien lebih terkontrol sehingga tidak menularkan ke orang lain. Selain itu, fasilitas RS dan manajemen respons darurat RS mesti ditingkatkan.
”Harus dipilah, mana pasien yang bisa ditangani daerah dan mana yang mesti dirujuk ke RS di pusat kota. Selama ini banyak pasien dirujuk ke RS pusat kota bisa jadi karena ketidakmampuan SDM di daerah atau memang mereka lepas tangan terhadap risiko itu,” ujarnya.
Selain itu, kata Defriman, mobilitas masyarakat sehabis libur Lebaran juga mesti dibatasi, terutama dengan dimulainya sekolah tatap muka dan pembukaan obyek wisata. Begitu pula dengan penegakan hukum terhadap orang melanggar protokol kesehatan.
Kepala Dinkes Sumbar Arry Yuswandi mengatakan memang ada kecenderungan peningkatan angka kematian pasien Covid-19 di Sumbar. Ia belum punya data rinci terkait kategori pasien yang meninggal tetapi rata-rata adalah dari kalangan warga lanjut usia dan warga dengan penyakit penyerta (komorbid). Kondisi itu membuktikan bahwa warga lanjut usia dan punya komorbid sangat riskan terhadap Covid-19.
”Kami sedang mengkaji mendalam data kematian ini. Kami berkoordinasi dengan RS dan bekerja sama dengan perguruan tinggi, contohnya kami berkomunikasi dengan Defriman. Kami mengkaji dan analisis data sehingga ada rekomendasi yang dihasilkan untuk langkah-langkah yang lebih tepat dalam menekan penularan dan mengurangi jumlah kematian,” kata Arry.
Arry melanjutkan, tingkat keterisian rumah sakit di Sumbar sudah mencapai 56 persen atau mendekati ambang batas 60 persen. Jika angkanya sudah 60 persen ke atas, kondisinya sangat riskan. Sebagai antisipasi, pemprov sudah meminta agar tidak semua pasien dirujuk ke RS di Padang. Selain itu, pemprov juga meminta bantuan fasilitas ke pemerintah pusat, seperti bantuan ventilator.
Data Satgas Covid-19 Sumbar menyebutkan, hingga Minggu (23/5/2021), jumlah pasien Covid-19 di Sumbar 42.297 orang, bertambah 382 orang dari sehari sebelumnya. Jumlah sampel yang diperiksa pada data yang diumumkan Minggu sebanyak 3.111 sampel. Dari total kasus itu, 940 orang meninggal, 38.443 orang sembuh, 635 orang dirawat di RS, 2.127 orang isolasi mandiri, dan 152 orang isolasi di tempat karantina pemda.