Gerakan Indonesia Raya Bergema di DIY Menuai Pro Kontra
Sultan Hamengku Buwono X mencanangkan Gerakan Indonesia Raya Bergema yang mengajak memperdengarkan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” di ruang publik setiap hari. Namun, gerakan itu memunculkan pro dan kontra.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mencanangkan Gerakan Indonesia Raya Bergema yang mengajak berbagai pihak untuk memperdengarkan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” di ruang publik setiap hari. Namun, gerakan itu memunculkan pro dan kontra karena sebagian pihak khawatir memperdengarkan ”Indonesia Raya” setiap hari di ruang publik justru akan mengurangi kehormatan lagu tersebut.
Pencanangan Gerakan Indonesia Raya Bergema dilakukan Sultan HB X pada Kamis (20/5/2021) atau bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Acara pencanangan itu disiarkan secara daring dari beberapa lokasi, yakni kantor Gubernur DIY, Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Pasar Beringharjo, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan SMA Negeri 1 Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.
Dalam acara pencanangan itu, Sultan HB X menyatakan, Gerakan Indonesia Raya Bergema bertujuan untuk membangkitkan semangat kebangsaan masyarakat. Pada kesempatan itu, Sultan pun membandingkan Gerakan Indonesia Raya Bergema dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang berhasil membangkitkan semangat kebangsaan melawan penjajah.
”Saya mengajak seluruh masyarakat Yogyakarta untuk membangkitkan Gerakan Indonesia Raya Bergema. Seperti halnya Serangan Umum 1 Maret 1949, sebuah serangan kejut yang membawa inspirasi semangat kebangsaan, yang memang benar-benar hidup di hati masyarakat luas,” ujar Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Gerakan Indonesia Raya Bergema diinisiasi oleh Forum Rakyat Yogya untuk Indonesia (For You Indonesia) yang dibentuk oleh sejumlah orang dari beragam kalangan, misalnya aktivis, seniman, budayawan, dan dosen. Melalui gerakan itu, For You Indonesia ingin mengajak berbagai elemen masyarakat untuk memperdengarkan lagu ”Indonesia Raya” di ruang publik, misalnya kantor, lembaga pendidikan, pasar, mal, obyek wisata, dan lainnya.
Gerakan tersebut kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah DIY. Bahkan, Sultan HB X mengeluarkan Surat Edaran Gubernur DIY Nomor 29/SE/V/2021 untuk mendukung Gerakan Indonesia Raya Bergema. Melalui SE tanggal 18 Mei 2021 itu, Sultan meminta sejumlah pihak untuk memperdengarkan lagu ”Indonesia Raya” setiap hari pada pukul 10.00 atau setiap pagi saat memulai aktivitas.
Dalam SE itu, Sultan juga menyatakan, setiap orang yang hadir saat lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan wajib berdiri tegak dengan sikap hormat. SE itu ditujukan kepada sejumlah pihak, yakni bupati dan wali kota di DIY, pimpinan perwakilan instansi pemerintah pusat di DIY, pimpinan organisasi perangkat daerah, pimpinan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta pimpinan perusahaan swasta di DIY.
Sultan memaparkan, keberlanjutan Gerakan Indonesia Raya Bergema sangat bergantung pada semangat warga. Oleh karena itu, SE yang dikeluarkan oleh Sultan HB X tidak bisa menjamin bahwa gerakan tersebut akan terus berlanjut. ”Surat edaran hanyalah payung yang melindungi terhadap teriknya panas matahari dan basahnya guyuran air hujan,” tutur Sultan memberi perumpamaan.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyatakan mendukung Gerakan Indonesia Raya Bergema yang dicanangkan Sultan HB X. Huda menyebut, gerakan itu diharapkan bisa memupuk semangat dan solidaritas masyarakat yang tengah menghadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19.
”Saya mendukung gerakan ini. Apalagi, saat ini memang ’Indonesia Raya’ tidak terlalu masif digaungkan di masyarakat, kecuali momen momen tertentu,” ujar Huda yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.
Kritik
Akan tetapi, Gerakan Indonesia Raya Bergema juga mendapat kritik dari sejumlah pihak. Salah satu yang melontarkan kritik itu adalah Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Pembangunan Nasional (UPN) ”Veteran” Yogyakarta, Lestanta Budiman.
Lestanta menyatakan, memperdengarkan lagu ”Indonesia Raya” membawa konsekuensi tertentu, yakni setiap orang yang ada di area tersebut wajib berdiri dengan sikap hormat. Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Namun, Lestanta menilai, ketentuan tersebut perlu disosialisasikan secara masif agar masyarakat luas memahami kewajiban saat lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan. Sebab, sebagian masyarakat dinilai belum mengetahui aturan tersebut sehingga mereka terkadang tidak berdiri saat lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan.
”Saya sudah pernah mencoba memperdengarkan lagu ’Indonesia Raya’ di warung-warung kopi, tapi tidak ada yang berdiri. Ini, kan, mesti kita lakukan pengkajian dan evaluasi yang lebih mendalam,” ujar Lestanta.
Lestanta memaparkan, dirinya setuju apabila lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan setiap hari di kantor instansi pemerintah dan swasta. Sebab, orang-orang yang berada di kantor instansi pemerintah dan swasta lebih mudah diarahkan untuk berdiri saat ”Indonesia Raya” diperdengarkan.
Akan tetapi, Lestanta tidak setuju apabila lagu ”Indonesia Raya” diperdengarkan setiap hari di ruang publik seperti pasar, mal, dan obyek wisata. Sebab, saat lagu tersebut diperdengarkan di tempat-tempat semacam itu, bisa jadi tidak semua orang di area tersebut akan berdiri tegak dengan sikap hormat sehingga akan mengurangi marwah atau kehormatan ”Indonesia Raya”.
Saya sudah pernah mencoba memperdengarkan lagu ”Indonesia Raya” di warung-warung kopi, tapi tidak ada yang berdiri
”Kalau misalnya lagu ’Indonesia Raya’ diperdengarkan di pasar tapi ada orang yang malah becanda, lalu diingatkan tapi tetap ngeyel, apakah tidak menimbulkan masalah baru? Sebab, bisa jadi ada orang yang tersinggung karena merasa lagu kebangsaannya dilecehkan,” ungkap Lestanta.