Pekerja Media, Datang dan Lihatlah untuk Menyelami Kebenaran
Jurnalis dituntut mewartakan sebuah kebenaran yang bersumber dari kasih tulus untuk menolong orang lain yang membutuhkan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
Semua orang yang berkecimpung sebagai pekerja media, dituntut kembali ke jati diri, sebagai pewarta kebenaran. Kelompok ini harus datang dan melihat sendiri fakta yang ada di lapangan, melakukan verifikasi, dan tidak terpengaruh pada informasi media sosial yang viral, yang belum tentu kebenarannya. Jurnalis dituntut mewartakan sebuah kebenaran yang bersumber dari kasih yang tulus untuk menolong orang lain yang membutuhkan.
Seruan ini disampaikan Pastor Paroki Gereja Santo Yoseph Pekerja Penfui, Kupang, RD Jonas Kamlasi Pr saat memimpin misa Hari Komunikasi Sosial (Komsos) sedunia di Kupang, Minggu (16/5/5/2021). Kamlasi mengutip pesan Paus Fransiskus pada peringatan Hari Komsos sedunia, 16 Mei 2021, yang mengambil tema universal, “Datang dan Lihatlah”. T
“Wartawan termasuk kita yang ada di dalam ruangan ini, perlu bergerak, pergi, melihat sendiri, tinggal bersama orang-orang, mendengarkan kisah dan mengumpulkan berbagai pendapat atas realita yang selalu mengejutkan kita dalam beberapa aspek. Buka mata Anda melihat dengan takjub dan biarkan tanganmu merasakan kesegaran dan realitas sehingga ketika orang lain membaca apa yang Anda tulis, itu akan menyentuh denyut kehidupan yang ajaib,” kata Kamlasi.
Pesan dari Paus Fransiskus, menurut dia, menginspirasi setiap bentuk komunikasi di dunia. Lewat pesan itu, Paus mengajak semua untuk berkomunikasi dengan jelas, jujur, dan bertanggungjawab. Tidak hanya dalam komunikasi di dunia jurnalistik, tapi juga saat berkomunikasi di internet, saat khotbah, dan dalam komunikasi politik atau komunikasi sosial.
"Datang dan lihatlah" dimaknai sebagai cara orang beriman berkomunikasi, mengamalkan kasih melalui pengetahuan langsung di lapangan, serta dalam perjumpaan-perjumpaan dengan orang-orang tertindas, teraniaya, sedang dalam bencana, kesulitan hidup, korban peperangan, korban penindasan, dan kesulitan lain.
Buka mata Anda melihat dengan takjub dan biarkan tanganmu merasakan kesegaran dan realitas sehingga ketika orang lain membaca apa yang Anda tulis, itu akan menyentuh denyut kehidupan yang ajaib.(Jonas Kamlasi)
Dalam pemberitaan di media massa, Kamlasi menilai ada keprihatinan atas kecenderungan digantikannya liputan investigatif yang original menjadi narasi tendensius. Krisis industri penerbitan, misalnya, berisiko mengerahkan penerbitan yang hanya dirancang di ruang redaksi, di depan komputer, di pusat-pusat berita dan di jejaring sosial. Ada kekhawatiran, pemberitaan dibuat tanpa melalui proses peliputan lapangan dengan keluar ke jalan, tanpa bertemu orang untuk mencari cerita, atau memverifikasi situasi tertentu dengan mata kepala sendiri.
Jika semua pihak termasuk pekerja media tidak membuka diri, tetap tinggal sebagai penonton dari luar, maka menurut dia, yang terjadi bukanlah pewartaan kebenaran. "Jika hanya memasukkan informasi dari media sosial atau berita internet yang tidak benar, kita turut membangun kejahatan sosial," katanya.
Ia menambahkan, jurnalisme juga menceritakan realitas, menuntut kemampuan untuk pergi ke tempat di mana tak seorang pun pergi. Suatu gerakan untuk pergi dan melihat sendiri sebuah fakta, yang didorong oleh rasa ingin tahu, keterbukaan, dan gairah.
"Kita harus berterimakasih atas keberanian dan komitmen dari begitu banyak pekerja professional para wartawan, pekerja film, editor, dan sutradara yang kerap bekerja dengan penuh resiko," kata Kamlasi.
Pengaruh media
Dosen Universitas Nusa Cendana Kupang, Prof Alo Liliweri mengatakan, media “mainstream” masih memiliki pengaruh yang sangat kuat di masyarakat dibanding media sosial. Oleh karena itu, media “mainstream” diharapkan tetap menjaga keaslian informasi dengan cara melakukan liputan langsung dari lapangan seperti dilakukan selama itu.
Alo menilai, saat itu terjadi pandemi, banyak kabar hoaks seputar Covid-19 yang disuguhkan di media sosial. Di sisi lain, media “mainstream” dibatasi ruang gerak akibat pandemi Covid-19 sehingga informasi yang bisa diperoleh langsung dari lapangan kadang tidak tercapai.