Nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang Kehilangan Deposito Rp 3 Miliar
Nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Nusa Tenggara Timur, kehilangan dana deposito sebesar Rp 3 miliar karena pengelolaannya dialihkan oleh pegawai bank ke investasi lain yang beralamat di Jakarta.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Rebeca Adu Tadak (60), nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, kehilangan uang senilai Rp 3 miliar. Tabungan deposito pertama Rp 2 miliar jatuh tempo satu bulan. Ia kembali mendepositokan Rp 1 miliar dari buku tabungan pada 25 Oktober 2019, yang tanpa sepengetahuannya, dana tersebut sudah dipindahkan ke PT Mahkota Properti Indo Permata beralamat di Jakarta.
Rebeca didampingi anak pertamanya, Trinotji Adu Tadak (32), kepada wartawan di Kupang, Senin (17/5/2021), mengatakan, dirinya adalah ibu rumah tangga. Suaminya seorang nelayan, memiliki bagan dan perahu dengan kapasitas 3 GT. Uang itu ditabung selama 20-an tahun.
”Penghasilan suami saya tabung di Bank Bukopin Kupang. Pada 25 September 2019 saya depositokan Rp 2 miliar, jatuh tempo satu bulan. Saat jatuh tempo 25 Oktober 2019, saya depositokan lagi Rp 1 miliar sehingga total Rp 3 miliar. Tetapi pada deposito kedua ini, yang memproses adalah petugas dari Bank Bukopin, yakni JT, yang datang ke rumah saya,” tutur Rebeca.
Saat itu JT menyatakan Rebeca sebagai nasabah prioritas sehingga harus diperlakukan khusus. Pelayanan nasabah prioritas di kediaman itu sudah biasa, termasuk Rebeca Adu Tadak. JT lalu membawa bilyet deposito senilai Rp 2 miliar sebelumnya untuk diproses di bank menjadi Rp 3 miliar, termasuk Rp 1 miliar yang dipindahkan dari tabungan Rebeca.
Namun, JT tidak meminta ATM dan buku tabungan Rebeca termasuk tanda tangan Rebeca di rumah itu. Rebeca sempat bertanya kepada JT soal itu, tetapi JT menjawab singkat, ”Aman saja Mama.”
Mendekati tanggal jatuh tempo, 25 November 2019, Rebeca menghubungi JT untuk meminta bilyet Rp 3 miliar dan buku tabungan. JT menjawab akan mengantar sendiri ke rumah Rebeca. Tetapi pada tanggal jatuh tempo, JT tidak datang.
Tetapi pada deposito kedua yang memproses adalah petugas dari Bank Bukopin, yakni JT, yang datang ke rumah saya.
Sebulan kemudian, yakni 25 Desember 2019, Rebeca menghubungi lagi JT, tetapi mendapat jawaban yang sama. JT tidak pernah datang ke kediaman Rebeca atau menjelaskan sesuatu melalui telepon seluler. Padahal, sejak deposito jatuh tempo ketiga, Rebeca selalu menghubungi JT soal dana Rp 3 miliar itu.
Ibu empat anak ini pun tidak sabar lagi. Menjelang tanggal jatuh tempo keempat, yakni 25 Januari 2020, ia bersama anaknya, Trinotji Adu Tadak, datang ke kantor Bank Bukopin di Kupang. Keduanya hendak bertemu manajemen bank.
Tanpa sepengetahuan
Di bank itu mereka mendapat informasi dari staf di Bukopin, uang tersebut sebanyak Rp 3 miliar telah ditransfer ke PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) di Jakarta oleh JT. Proses transfer dan urusan administrasi dilakukan JT. Karena itu, manajemen bank menyerahkan kasus itu kepada JT, dan proses itu pun sedang berlangsung.
”Saya kaget dan heran, sampai kami ribut di bank saat itu. Manajemen bank menyerahkan soal itu ke JT sebagai pegawai Bank Bukopin, sekaligus agen PT MPIP beralamat di Jakarta. Saat itu JT pun mengaku bertanggung jawab atas kasus itu,” kata Rebeca.
Rebeca merasa telah dibohongi JT karena selama itu dirinya tidak pernah dihubungi soal pemindahan uang dari deposito miliknya senilai Rp 3 miliar ke PT MPIP di Jakarta.
Sementara kepada manajemen Bank Bukopin Kupang, JT mengaku telah mendapat persetujuan dari Rebeca soal pemindahan deposito Rp 3 miliar tersebut. Ia mengaku Rebeca sendiri yang menandatangani surat persetujuan dan sudah berkoordinasi soal transfer uang Rp 3 miliar ke PT MPIP di Jakarta.
Pengakuan JT ini dibantah oleh Rebeca dan anaknya. Menurut Rebeca, semua itu direkayasa oleh JT termasuk rekaman percakapan soal pemindahan uang tersebut. Dia pun sama sekali tidak pernah dihubungi.
Trinotji Adu Tadak menilai, kasus itu merupakan kejahatan komplotan di Bank Bukopin Kupang. Tidak mungkin manajemen bank tidak tahu soal itu dan seakan-akan cuci tangan. ”Permintaan kami cuma satu, kembalikan uang Rp 3 miliar itu,” ujarnya.
Menurut Trinotji, selama proses deposito dan pembicaraan Rebeca dengan JT di rumah, ia selalu hadir. Trinotji mengikuti semua perkembangan itu, termasuk tabungan terakhir Rp 1 miliar. Saat itu bilyet Rp 3 miliar dijanjikan JT akan segera diantar ke rumah. ”Tidak ada pembicaraan lain, termasuk rencana pemindahan deposito ke PT MPIP,” katanya.
Penasihat hukum JT, Fransisco Fernando Bessie, mengatakan, tidak mungkin proses transfer uang senilai Rp 3 miliar itu tidak diketahui nasabah, Rebeca Tadak. Semua bukti persetujuan Rebeca ada, yakni tanda tangan, KTP, dan rekaman persetujuan dari dia agar uang itu ditransfer ke PT MPIP.
”Pemberitaan media cukup di sini. Jangan diperpanjang dan diperluas lagi. Buktinya jelas. Kasus ini juga sudah ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda, tetapi dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. Tetapi kasus yang sama dialihkan ke Direktorat Kriminal Umum Polda. Silakan tanyakan ke Polda,” tutur Bessie.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Rishian Krisna Budhiaswanto membenarkan, kasus uang deposito senilai Rp 3 miliar itu sedang diproses di Direktorat Kriminal Umum Polda NTT. ”Kita tunggu saja hasil penyelidikan dan penyidikan. Kalau sudah jelas, akan disampaikan kepada masyarakat,” kata Krisna.