Suka Berujung Petaka di Kedung Ombo
Rentetan wisata berujung petaka, termasuk di Kedung Ombo, menjadi salah satu bukti, faktor keselamatan belum menjadi prioritas dalam setiap pengelolaan wisata. Ini ironis.
Petaka dari aktivitas wisata kembali berulang. Sebuah perahu terbalik di Waduk Kedung Ombo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, hingga menyebabkan enam pelancong tewas dan tiga lainnya masih dicari. Lalai dan larut dalam suasana ceria, membuat faktor keamanan terabaikan.
Fitri (31), warga Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, duduk termenung di samping suaminya, Amin (32), di kawasan Waduk Kedung Ombo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (15/4/2021) malam. Mata Fitri sembab. Ia terus merasa gusar menyaksikan petugas SAR yang lalu lalang di tepian waduk.
”Mbok gek ndang ketemu to. Opo kowe ora kademen ning banyu wengi-wengi ngene iki (Semoga segera ditemukan. Apa kamu tidak kedinginan di dalam air malam-malam begini)?” ucap Fitri dalam bahasa Jawa dengan bibir tergetar.
Mbok gek ndang ketemu to. Opo kowe ora kademen ning banyu wengi-wengi ngene iki (Semoga segera ditemukan. Apa kamu tidak kedinginan di dalam air malam-malam begini)
Ucapan Fitri itu tertuju pada dua keponakannya, Jalil (1) dan Zamzam (9), yang tenggelam dalam kecelakaan air, di Waduk Kedung Ombo, Sabtu siang. Keduanya belum ditemukan hingga Sabtu malam. Sekitar pukul delapan malam, Fitri masih terus menanti dan berharap dua keponakannya bisa ditemukan saat itu juga.
Saking gelisahnya, Fitri sampai tidak doyan makan. Sejak siang, ia baru menyantap sesuap mi instan. Berulang kali, Amin meminta Fitri makan malam. Namun, ia selalu menolaknya. Fitri hanya menjawab dirinya tak lapar, sambil menitikkan air mata.
Amin dan Fitri sebenarnya tidak ikut dalam rombongan perahu. Mereka adalah keluarga sejumlah penumpang. Total ada delapan anggota keluarga mereka yang menjadi penumpang perahu naas tersebut. Dari delapan kerabat mereka, 3 orang berhasil diselamatkan, 3 orang ditemukan meninggal, dan 2 lainnya masih dicari.
”Begitu dengar kabar ada perahu tenggelam, saya dan istri langsung ke sini (Waduk Kedung Ombo). Kami sudah di sini sejak pukul 12.30,” tutur Amin.
Amin menceritakan, awalnya rombongan keluarga itu berencana makan bersama di warung makan apung, yang berada di Waduk Kedung Ombo. Mereka datang dengan satu mobil yang sama. Salah seorang anggota rombongan sempat mengunggah foto keberangkatan pada fitur Whatsapp story.
”Mumpung Lebaran, ya biasa keluarga ingin berwisata. Ya wisatanya warga desa, main ke waduk seperti ini. Tetapi, tak disangka malah seperti ini yang terjadi. Kami sangat terpukul,” kata Amin.
Ia menyampaikan, sudah beberapa kali berwisata ke waduk tersebut, khususnya untuk makan di warung apung. Sebab, warung makan itu menjual makanan-makanan dengan harga yang terjangkau baginya. Ia pun kerap menjadikan warung itu sebagai tujuan wisata keluarganya.
Faktor keselamatan
Namun, secara jujur, Amin memgakui, faktor keselamatan memang agak terabaikan. Ia menyayangkan pengemudi yang mengangkut 20 orang dalam satu perahu. Padahal, kapasitas perahu hanya separuh dari jumlah tersebut.
”Pernah sekali waktu, saya ke sana bersama istri. Perahu hanya diisi delapan penumpang. Tetapi, bagian bibir perahu sudah hampir menyentuh permukaan air,” kata Amin.
Amin pun berharap, kelak pengelola destinasi bisa lebih memperhatikan faktor keselamatan. Sebab, destinasi wisata murah meriah itu menjadi salah satu pilihan utamanya kala berwisata bersama keluarga.
Sekretaris Daerah Kabupaten Boyolali Masruri menyampaikan, pihaknya akan mengevaluasi pengelolaan destinasi wisata tersebut. Khususnya faktor keselamatan wisatawan mengingat destinasi wisata tersebut mempunyai risiko kecelakaan air. Ia akan memerintahkan camat setempat untuk melakukan penyuluhan keselamatan wisata.
”Wisata harus ada safety-nya. Ini saya tugaskan camat agar mengadakan penyuluhan. Semua perahu harus dilengkapi alat keselamatan. Menyeberangnya sendiri kan sampai 300 meter,” kata Masruri.
Baca juga : Enam Jasad Ditemukan, Pencarian di Kedung Ombo Berlanjut Besok Pagi
Di sisi lain, Masruri juga menyayangkan adanya oknum wisatawan yang melakukan swafoto dan diduga menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Seolah-olah wisatawan itu lupa mereka sedang berada di waduk yang kedalamannya sekitar 30 meter. Hendaknya peristiwa ini menjadi pelajaran bersama.
”Masyarakat itu terkadang lupa kalau naik perahu. Seakan-akan mereka seperti di darat. Lupa kalau sedang di air lalu melakukan selfie,” kata Masruri.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Jateng Sinoeng N Rachmadi menuturkan, kejadian di Wonoharjo, Kemusu, menjadi keprihatinan dan pelajaran semua, terkait bagaimana untuk tetap mengutamakan safety first bagi wisatawan. Terutama, untuk mengurangi dan mengendalikan faktor risiko.
”Kami telah berkoordinasi dengan Pemkab Boyolali, yakni dinas membidangi, supaya destinasi tersebut ditutup sementara, sampai selesainya penyelidikan pihak kepolisian. Selanjutnya (pengelola) wajib memastikan adanya verifikasi terkait SOP rescue dan safety first dari pengelola,” ujar Sinoeng.
Oleh karena itu, pekerjaan rumah mendesak dibebankan kepada pengelola wisata dan pengemudi perahu wisata untuk menyadari manajemen risiko keselamatan.
”Termasuk kelaikan sarana prasarana perahu dan ketersediaan peralatan keselamatan. Itu wajib. Semoga ini kejadian terakhir. Tidak boleh terulang,” lanjut Sinoeng.
Warung apung
Area wisata Kedung Ombo di Dukuh Bulu, Desa Wonoharjo, Kemusu, terletak sekitar 3 kilometer dari Jalan Raya Kedungombo. Di area tersebut terdapat tiga warung makan apung, yang di sekelilingnya terdapat keramba-keramba ikan milik warga. Untuk mencapai warung makan apung tersebut, pengunjung harus menaiki perahu yang disediakan pemilik warung.
Kedung Ombo merupakan waduk yang terletak di beberapa kabupaten Boyolali, Sragen, dan Grobogan. Selain di Wonoharjo, juga terdapat lokasi wisata lain, yang sebagian dikelola oleh warga secara swadaya. Juga, ada sejumlah keramba ikan warga. Pengelolaan wisata di waduk terbesar di Jateng itu mesti terawasi dengan optimal agar tak ada cerita kecelakaan berulang.
Dari data yang dihimpun Kompas, rentetan musibah yang terjadi akibat longgarnya kewaspadaan dan faktor keamanan dalam berwisata beberapa kali terjadi di wilayah Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada April 2021, misalnya, seorang warga Ciamis, Jawa Barat, tewas tenggelam bersama motornya di dekat konstruksi pemecah ombak Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Minggu (11/4/2021). Korban hendak swafoto dan mengambil gambar sunrise dengan memakai motor melewati pemecah ombak. Namun, motor yang ditumpangi korban tercebur ke laut dan tenggelam.
Sementara Sabtu, 12 September 2020, Ika Listiyani, warga Desa Pekuncen, Banyumas, terseret ombak saat berswafoto di tepi Pantai Logending, Kebumen. Ia saat itu sedang berlibur bersama dua rekannya. Mereka saat itu sedang mengabadikan momen dengan berswafoto berlatar panorama pantai dan hamparan laut selatan. Saat berswafoto, ombak datang dan langsung menghantam Ika hingga terseret ke laut dan tenggelam.
Baca juga : Penyelaman Korban Tenggelam di Kedung Ombo Ditunda, Tempat Wisata Ditutup
Musibah yang melibatkan wisatawan juga terjadi pada Agustus 2020 saat tujuh wisatawan asal Kabupaten Sleman terseret ombak di Pantai Goa Cemara, Bantul, DIY. Mereka ke pantai dalam rangka acara keluarga. Saat mereka bersama sejumlah anggota keluarga lain sedang bermain-main sepak bola di tepi pantai, tiba-tiba datang ombak besar dan menyeret tujuh orang tersebut.
Rentetan wisata berujung petaka, termasuk di Kedung Ombo menjadi salah satu bukti, faktor keselamatan belum menjadi prioritas dalam setiap pengelolaan wisata. Ini ironis. Terlebih, slogan ”aman” menjadi yang kondisi pertama yang disyaratkan dalam promosi Sapta Pesona pariwisata Indonesia.