Penerapan Aturan Mudik di Nusa Tenggara Timur yang Beragam
Peraturan mudik selama Lebaran 2021 di Provinsi Nusa Tenggara Timur diterapkan secara beragam oleh pemerintah daerah bahkan ada yang menutup jalan nasional, justru menyulitkan warga bermobilisasi termasuk pulang kampung.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Kebijakan Bupati Timor Tengah Selatan menutup Jalan Trans-Nasional Timor di Kecamatan Batu Putih, perbatasan Timor Tengah Selatan dengan Kabupaten Kupang, dalam rangka menerapkan Surat Edaran Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 soal peniadaan mudik menuai protes berbagai kalangan.
Ruas jalan sepanjang 300 kilometer dari Kota Kupang menuju Atambua itu menghubungkan lima kabupaten/kota di Pulau Timor. Jadi, tak hanya Timor Tengah Selatan (TTS). Lagi pula, Nusa Tengara Timur (NTT) baru saja dilanda bencana badai Seroja, dibutuhkan mobilisasi penduduk dan barang untuk memulihkan kehidupan.
Anggota DPRD TTS, Marthen Tualaka, di Soe, Kamis (13/5/2021), mengatakan, kebijakan Bupati TTS Egusem Piter Tahun menutup Jalan Trans-Nasional Timor yang menghubungkan lima kabupaten/kota di daratan Timor sangat disesalkan.
Penutupan jalan sebagai bagian dari pelaksanaan surat edaran dari Satgas Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19, Nomor 13 Tahun 2021 tentang peniadaan mudik Lebaran 2021 dan pencegahan pandemi Covid-19.
Trans-Nasional Timor itu dilalui oleh warga dari lima kabupaten/kota, yakni Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Malaka, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Belu. Jalan tersebut tak hanya dilewati masyarakat TTS sehingga bupati tidak punya kewenangan menutup jalan lintas kabupaten itu. ”Idealnya Gubernur NTT yang memiliki hak menutup Jalan Trans-Nasional Timor,” kata Marthen Tualaka.
Masyarakat TTS yang tahu soal kebijakan itu, siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya hanya menjabarkan surat edaran presiden dalam rangka melindungi warga TTS dari pandemi Covid-19. —Egusem Tahun
Jika pemda TTS ingin menutup jalan itu, hendaknya berkoordinasi dengan lima kabupaten/kota lain, sebelum menutuskan penutupan itu. Surat itu tidak harus diterjemahkan secara hurafiah. Jalan Trans-Nasional Timor, selama ini dilalui masyarakat enam kabupaten/kota termasuk TTS. Menjelang Lebaran tidak ada lonjakan penumpang.
Kendaraan umum berjalan seperti biasa. Kendaraan itu mengangkut penumpang di daratan Pulau Timor dalam rangka urusan bisnis dan kunjungan keluarga seperti sebelumnya. Tidak ada kaitan dengan mudik, atau Idul Fitri. Mayoritas pengguna jalan itu adalah orang Kristiani.
Ia mengatakan, larangan itu menyebabkan sopir-sopir yang selama masa badai Seroja telah kehilangan pekerjaan dan kehilangan rumah tinggal, kembali terpuruk akibat kebijakan bupati TTS itu.
”Para sopir bus, travel, dan kendaraan angkutan antarkota itu sangat bergantung pada pekerjaan itu. Penutupan Jalan Trans-Nasional Timor menimbulkan masalah baru di kalangan masyarakat,” kata Marthen Tualaka.
Masyarakat NTT baru saja selesai dihantam badai Seroja. Sektor pertanian, peternakan, perkebunan, perdagangan, usaha mikro, kecil, dan menengah hancur. Sebagian besar rumah penduduk pun rusak berat, sedang, dan ringan. Ekonomi warga terpuruk dan daya beli pun jatuh ke titik nadir.
Masa pemulihan atas badai Seroja ini belum selesai, datang kebijakan baru yang melarang warga NTT bepergian dari satu kabupaten ke kabupaten lain. Padahal, mereka yang bepergian itu juga dalam rangka membawa bantuan bahan pokok dari Kupang kepada warga yang terdampak bencana Seroja di kabupaten lain, seperti TTS, TTU, Malaka, Kabupaten Kupang, Belu, Rote, dan Sabu Raijua.
Pemda jangan menggampangkan setiap masalah yang tengah dihadapi masyarakat. Bencana Seroja telah merusak kehidupan masyarakat, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga psikososial masyarakat. Trauma dari terjangan badai Seroja 3-5 April 2021 belum sepenuhnya pulih.
Saat ini masyarakat butuh ketenangan, kerja secara lebih leluasa, dan tidak ada tekanan psikologis dengan peraturan yang menghambat ruang gerak warga. Surat edaran soal peniadaan mudik jangan diterjemahkan secara lurus bagi masyarakat NTT.
Larangan itu terkait mobilisasi penduduk dalam jumlah besar yang berdampak pada penyebaran virus korona. Di NTT, tidak ada yang mudik ke kabupaten/kota lain, kecuali sama saudara yang datang bekerja di NTT, kemudian mudik ke kampung asal. Bagi mereka ini juga tetap mengikuti protokol kesehatan.
Kepala Dinas Perhubungan NTT Isyak Nuka mengatakan, surat edaran itu berlaku bagi seluruh warga negara. Akan tetapi, realisasi di lapangan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah itu. ”Kalau tidak ada mobilisasi warga dalam jumlah besar menjelang Idul Fitri, mengapa harus memblokade jalan,” kata Isyak.
Saat ini mobilisasi warga di daratan Pulau Timor dan antara kabupaten dan kota di NTT masih normal. Umat Islam dari 21 kabupaten yang berdomisili di Kupang, pun tidak banyak mudik ke kabupaten asal. Mereka baru saja mengalami bencana, sementara mudik ke kampung asal butuh biaya.
Memang warga dari luar NTT cukup banyak yang pulang melalui Bandara El Tari Kupang. Jika sebelumnya calon penumpang di Bandara itu 3.000 per hari menjelang Lebaran naik menjadi 5.000 orang per hari. ”Mereka telah menjalani GeNose, antigen, dan PCR. Pulang mudik pun mereka tetap mengantongi dokumen bebas Covid-19 seperti itu,” kata Isyak.
Kalau tidak ada mobilisasi warga dalam jumlah besar menjelang Idul Fitri, mengapa harus memblokade jalan. —Isyak Nuka
Sementara Bupati TTS Egusem Tahun mengatakan, apa yang dilakukan, tetap demi kepentingan masyarakat TTS. Meski kendaraan bus, pribadi, sepeda motor, dan angkutan kota itu hanya melintas di Kota SoE, atau tidak berhenti menurunkan penumpang di SoE, dikhawatirkan tetap menyebarkan virus korona.
”Masyarakat TTS yang tahu soal kebijakan itu, siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya hanya menjabarkan surat edaran presiden dalam rangka melindungi warga TTS dari pandemi Covid-19,” kata Egusem.