Mari berkenalan dengan kerupuk basah, kuliner lokal pesisir Kapuas yang menjadi warisan tak benda Nusantara.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
Masyarakat Kapuas Hulu memiliki kekayaan kuliner yang diwariskan turun- temurun. Salah satunya adalah kerupuk basah. Makanan berbasis ikan Sungai Kapuas yang selalu dirindukan saat Lebaran.
Kerupuk basah terbuat dari daging ikan toman giling, tepung, air, telur, garam, dan lada. Ikannya bisa dari berbagai jenis, bisa juga ikan tapah, lais atau baung. Bahan-bahan tersebut diadon kemudian dibentuk memanjang menjadi beberapa batang.
Satu batang panjangnya sekitar 30 sentimeter. Adonan yang telah dibentuk memanjang dicampur lemak ikan toman. Adonan itu kemudian direbus sekitar 15 menit. Sebelum dihidangkan, kerupuk basah diiris berukuran kecil sehingga mudah disantap.
Cita rasa ikan toman dan lemaknya begitu terasa di lidah. Teksturnya kenyal. Saus dari campuran kacang, cabai, bawang putih, dan cuka menambah nikmat rasa kerupuk basah ini. Makanan itu disebut kerupuk basah untuk membedakannya dengan kerupuk umumnya yang garing.
Kerupuk basah adalah menu wajib bagi masyarakat setempat, terutama di pesisir Sungai Kapuas. Kerupuk basah selalu disuguhkan dalam berbagai acara istimewa, terutama saat buka puasa dan Lebaran bersama ketupat ataupun opor.
Warga di Kapuas Hulu biasanya menghidangkan kerupuk basah saat takbiran, Lebaran, dan acara istimewa lainnya. Warga beranggapan, jika tidak ada kerupuk basah, seperti tidak berlebaran.
Para pendatang baru yang belum mengenal hidangan tersebut biasanya dikenalkan saat mereka bersilaturahmi masa Lebaran. ”Ini yang banyak ditanya orang. Mereka ingin mencicipi. Kerupuk basah biasanya menjadi oleh-oleh bagi warga untuk keluarganya setiap pulang kampung ke luar Kapuas Hulu pada momen-momen khusus, termasuk saat Lebaran,” kata Ahmad (56), pembuat kerupuk basah dari Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa (11/5/2021).
Kuliner kerupuk basah muncul dari kekayaan Sungai Kapuas. Para pembuat kerupuk basah biasanya tinggal di pesisir sungai. Mereka memanfaatkan kekayaan sungai dan danau sebagai bahan baku makanan. Salah satu bentuk kearifan lokal mengawetkan makanan adalah dengan membuatnya jadi kerupuk basah.
Kini, makanan itu menjadi ciri khas warga pesisir. Mereka kerap kali melayani pesanan baik di sekitar Kapuas Hulu maupun dari luar Kapuas Hulu. Pesanan dari luar Kapuas Hulu dikirim dengan kendaraan umum, seperti bus ataupun travel.
Kuliner kerupuk basah muncul dari kekayaan Sungai Kapuas.
Menjelang Lebaran biasanya pesanan kerupuk basah bisa mencapai 500-1.000 batang per hari. Namun, di tahun ini permintaan agak menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kini, pesanan hanya sekitar 100 batang per hari.
Ditambah lagi kesulitan mengirimkan pesanan ke luar wilayah karena faktor mobilitas kendaraan yang terbatas. Sekarang pemesanan di luar Kapuas Hulu sulit dilakukan karena tidak ada kendaraan umum yang bisa dititipi pesanan konsumen.
”Sejak mobilitas kendaraan umum terbatas, permintaan mulai merosot,” ujar Ahmad.
Yusri Darmadi, pamong budaya Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, menuturkan, kerupuk basah telah menjadi warisan budaya tak benda dari Kapuas Hulu tahun 2019. Dari sisi historis, usianya sudah lebih dari 50 tahun atau dua generasi.
Yusri menuturkan, makanannya unik karena hanya ada di Kapuas Hulu. Makanan itu juga sangat akrab di warga karena bahan-bahannya tersedia di sekeliling warga. Misalnya ikan yang menjadi bahan baku.
Dari kerupuk basah, kita bisa melihat bahwa sungai-sungai dan danau telah memberikan penghidupan kepada warga dari hulu hingga hilir. Kebudayaan termasuk kuliner pun muncul di dalamnya. Tak ada yang menyangsikan bahwa kelestarian sungai wajib dijaga.