Ditemukan, Korban Terakhir Longsor Tambang Emas di Solok Selatan
Tim SAR gabungan menemukan korban terakhir kejadian longsor tambang emas ilegal di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, dalam kondisi meninggal. Total delapan petambang meninggal dan sembilan lainnya luka-luka.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
SOLOK SELATAN, KOMPAS — Tim SAR gabungan menemukan korban terakhir musibah longsor tambang emas ilegal di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, dalam kondisi tewas. Total delapan petambang meninggal dan sembilan lainnya luka-luka dalam peristiwa ini.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solok Selatan Richi Amran, Selasa (11/5/2021), mengatakan, korban terakhir ditemukan tim SAR gabungan yang terdiri dari BPBD Solok Selatan, Kantor SAR Padang, TNI-Polri, dan masyarakat, Selasa sore atau menjelang waktu maghrib. Sebelumnya, korban terakhir, Siman, hilang sejak longsor terjadi pada Senin (10/5/2021) pagi.
”Kami sedang dalam perjalanan menjemput korban terakhir di lokasi. Korban ditemukan sore tadi menjelang maghrib dalam keadaan meninggal. Setelah identifikasi jenazah, pencarian kami tutup,” kata Richi, Selasa malam.
Richi dan jajarannya menjemput jenazah korban ke titik terakhir mobil berpenggerak empat roda (4 x 4) bisa mengakses. Lokasi ini ditempuh dengan mobil 4 x 4 dengan waktu perjalanan 1-1,5 jam dari jalan raya terdekat. Adapun dari titik ini ke lokasi longsor di tengah hutan sekitar 2-2,5 kilometer jalan kaki.
Berdasarkan data BPBD Solok Selatan, korban meninggal adalah Yasril, Buyung, Yuniadi, Ijal, At, Pak De, Catno, dan Siman. Sementara itu, korban luka-luka yakni Epi, Derri, Tomi, Ito, Eka, Fajrul, Abit, Mitro, dan Nova. Selain Pak De dari Kabupaten Dharmasraya, korban lainnya asal Solok Selatan.
Richi menjelaskan, saat kejadian, para petambang tersebut baru mulai beraktivitas. Tiba-tiba di lokasi yang berbukit itu terjadi longsoran material tanah dan bebatuan serta menimbun lubang tambang di bawahnya.
”Kondisi cuaca kemarin memang hujan dari (Minggu) malam sampai (Senin) pagi. Itu memengaruhi kondisi tanah menjadi labil. Bukit longsor dan menutupi lubang yang dibuat oleh petambang,” ujar Richi.
Menurut Richi, material bebatuan besar menyulitkan proses evakuasi korban hilang. Selain itu, alat berat yang biasa digunakan petambang di lokasi juga rusak sehingga tidak bisa digunakan maksimal. Kendala lainnya, tak ada sinyal telepon seluler di tengah hutan itu. Adapun akses ke lokasi sulit dijangkau karena medannya ekstrem.
”Ini lokasi tambang emas ilegal. Pernah ditutup aparat keamanan dan tidak boleh dimasuki. Kejadiannya berulang. Ini kejadian kedua yang menyebabkan korban meninggal di lokasi sama,” kata Richi.
Ini lokasi tambang emas ilegal. Pernah ditutup aparat keamanan dan tidak boleh dimasuki. (Richi Amran)
Camat Sangir Batanghari Gurhanadi mengatakan, lokasi kecelakaan tambang ini berada di kawasan yang sama dengan kejadian pada 11 Januari 2021. Pada 11 Januari, empat petambang meninggal, empat luka berat, dan satu luka ringan di sekitar lokasi tersebut.
”Mereka melakukannya diam-diam, masuk melalui jalan-jalan setapak. Kapan masuknya, kami tidak tahu. Pas kecelakaan, kami baru dapat informasi ada kegiatan di sana. Lokasinya sangat jauh dari permukiman,” kata Gurhanadi.
Menurut Gurhanadi, lokasi tambang merupakan bekas lokasi tambang emas pada zaman kolonial Belanda di tengah hutan belantara. Bekas lokasi tambang itu kemudian digali kembali oleh masyarakat untuk mencari emas.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Tedy Purnanto menegaskan, aktivitas tambang tersebut tidak berizin atau ilegal. Tidak ada tambang emas rakyat di Solok Selatan yang memiliki izin.
Polisi berulang kali menutup lokasi tambang emas ilegal di Jorong Timbahan tersebut, tetapi kembali muncul. Lokasi yang sulit dijangkau, tidak ada sinyal, serta tidak adanya petugas berjaga setiap hari, kata Tedy, menyulitkan polisi untuk menutup lokasi.