Jutaan Ikan Kerapu dan Kakap di NTT Siap Dipanen dan Diekspor
Jutaan ikan kerapu dan kakap yang dibudidayakan Pemeritah Provinsi Nusa Tenggara Timur selamat dari bencana siklon tropis Seroja. Ikan itu siap dipanen dan diekspor.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur segera memanen sebanyak 1.225.000 ikan kakap dan kerapu dari lokasi budidaya. Ikan akan diekspor ke Jepang dan China.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Ganef Wurgiyanto di Kupang, Senin (10/5/2021), mengatakan, pada kurun Agustus-Oktober 2020, Pemprov menaburkan jutaan benih ikan kakap dan kerapu di empat kabupaten/kota berbeda, yakni Wae Kelambu di Manggarai Barat, perairan Pulau Kambing di Kabupaten Kupang, Lembata, dan Mulut Seribu di Rote Ndao.
”Khusus di Pulau Kambing dan Wae Kelambu sekitar 1.225.000 ekor, 1 juta ekor di Wae Kelambun, dan 225.000 ekor di Pulau Kambing. Tidak ada kerusakan berarti saat badai Seroja menimpa perairan NTT. Hanya ada satu jaring mengalami kerusakan 10 persen di Pulau Kambing, tetapi sudah diperbaiki. Secara keseluruhan masih aman,” kata Ganef.
Ikan yang siap dipanen meliputi sekitar 700.000 kerapu dan 300.000 kakap di Wae Kelambu. Selain itu, ada sekitar 100.000 kerapu dan 125.000 kakap di Pulau Kambing. Ikan kakap berkembang lebih cepat dibandingkan karepu.
”Keduanya dilepas sama-sama dalam jaring, tetapi enam bulan kemudian berat kakap sudah mencapi 500 gram per ekor, sementara kerapu baru mencapai 300 gram. Standar panen 500-600 gram berat per ekor,” kata Ganef.
Pekan depan, kerapu dan kakap di Wae Kelambu akan dipanen, sementara di Pulau Kambing bulan Juni akan dipanen. Dua wilayah lain, yakni Lembata dan di Mulut Seribu, Rote Ndao, berpeluang dipanen bulan Juni juga.
Ikan-ikan ini setelah diawetkan akan diekspor ke Jepang dan Hong Kong. Harga ikan kerapu berkisar Rp 130.000-Rp 150.000 per kg, sementara ikan kakap Rp 90.000-Rp 100.000 per kg. Satu kilogram berisikan 1-2 ekor. Hasil penjualan ikan-ikan ini akan masuk kas daerah.
Secara terpisah, Ketua Komunitas Nelayan Elang Laut Kota Kupang Muhammad Mansyur Docking menyarankan, jika harga ikan kerapu cuma Rp 150.000 per kg dan kakap Rp 100.000 per kg, sebaiknya dijual kepada pedagang ikan di Kota Kupang. Harga ikan kerapu di Kupang sampai 150.000 per kg dan kakap Rp 120.000 per kg.
”Pemprov masih untung jika ikan itu dijual kepada pedagang atau pengusaha ikan di Kupang. Selain membantu masyarakat terbiasa mengonsumsi ikan, juga Pemprov tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan, seperti ongkos kirim, dan biaya-biaya lainnya,” kata Docking.
Pemprov masih untung jika ikan itu dijual kepada pedagang atau pengusaha ikan di Kupang. Selain membantu masyarakat terbiasa mengonsumsi ikan, juga Pemprov tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan, seperti ongkos kirim, dan biaya-biaya lainnya.
Hal senada disampaikan anggota Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Bali-Nusa Tenggara Aleta Baun. Menurut dia, NTT sudah terkenal dengan gizi buruk, rawan pangan, dan angka stunting atau tengkes tertinggi nasional, yakni 23,40 persen. Ikan-ikan itu sebaiknya dijual kepada masyarakat dengan harga terjangkau untuk meningkatkan protein di kalangan anak-anak.
Ia menyayangkan kebijakan Pemprov mengekspor ikan ke luar negeri, di tengah masyarakat menderita gizi buruk, rawan pangan, dan menderita tengkes. Apalagi masyarakat NTT sedang dilanda pandemi Covid-19, di mana masyarakat sangat membutuhkan imunitas tubuh yang kuat. Mereka juga sedang terpuruk setelah dilandai badai Seroja.
”Coba pikirkan kepentingan masyarakat, jangan hanya mengejar uang. Uang ada pun belum tentu untuk masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Pemrov NTT masih terus mendata kerusakan di bidang perikanan akibat siklon tropis Seroja beberapa waktu lalu. Ganef menyatakan, sejauh ini belum ada laporan resmi dari pemerintah kabupaten/kota terkait kerusakan perahu motor dan kapal nelayan. Namun, secara lisan disampaikan ada 800-1.000 perahu yang rusak, dari total 2.000 perahu di NTT. Laporan itu masih diverifikasi.
”Kalau cuma bilang perahunya rusak tanpa bukti, itu sulit dipercaya. Dinas kelautan dan perikanan di kabupaten/kota mestinya memiliki data dan dokumen dari lapangan untuk memastikan kerusakan itu, juga seberapa besar kerusakan itu. Jika diperbaiki menelan biaya berapa. Semua itu harus dijelaskan,” katanya.
Budidaya rumput laut yang terdampak siklon Seroja juga belum dilaporkan oleh kabupaten/kota. Potensi rumput laut di NTT tersebar di Sabu Raijua, Rote Ndao, Flores Timur, Lembata, Ende, Sikka, Kupang, Sumba Timur, Sumba Barat, dan Alor.
Jika terjadi kerusakan pada budidaya rumput laut, Ganef berharap petani melapor ke dinas kelautan dan perikanan setempat untuk didata. Pemerintah akan menggantikan kerusakan akibat bencana itu. Pemerintah akan membeli bibit rumput laut yang dinilai baik di wilayah itu, kemudian dibagikan kepada para petani.
Kondisi kerusakan usaha garam rakyat di NTT juga belum dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Terkait hal itu, Docking berharap pemerintah yang berinisiatif turun ke lapangan untuk mendata kerusakan di bidang perikanan. Realitasnya akan sulit jika mengandalkan laporan dari nelayan atau petani untuk datang ke kantor dinas perikanan setempat.
”Mereka sudah menderita kerugian, tentu sedang mengalami kesulitan uang untuk biaya transportasi,” katanya.