Dua Polisi Jadi Tersangka Penganiaya Jurnalis ”Tempo”, Nurhadi
Polri tidak boleh berhenti dengan menetapkan dua anggotanya sebagai tersangka penganiaya jurnalis ”Tempo”, Nurhadi. Polri bisa memerkarakan belasan orang yang menganiaya dan menghalangi tugas wartawan Nurhadi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan dua anggotanya sebagai tersangka penganiaya jurnalis Tempo, Nurhadi. Tim hukum dan organisasi pers mendorong Polri untuk tidak berhenti pada dua tersangka, tetapi mengungkap peran terlapor lainnya.
”Ada dua yang ditetapkan,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko di Surabaya, Jatim, Senin (10/5/2021). Kedua tersangka ialah Brigadir Kepala Purwanto dan Brigadir Firman Subekhi.
Kedua tersangka dituduh menghalangi tugas wartawan, menganiaya, dan mengancam dengan kekerasan terhadap Nurhadi. Penganiayaan terjadi di Graha Samudra Bumimoro, Surabaya, Sabtu (27/3/2021) malam.
Di gedung itu sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan Kementerian Keuangan, dan anak Komisaris Besar Achmad Yani, mantan Kepala Biro Perencanaan Polda Jatim. Nurhadi mendapat tugas dari Redaksi Tempo untuk mendapatkan konfirmasi dari Angin yang berstatus tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Gatot, kedua tersangka dituduh melanggar Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan subsider Pasal 170 dan Pasal 135 KUHP. Dari penyelidikan, Purwanto menganiaya Nurhadi di Graha Samudra Bumimoro dan menyensor informasi dengan membawa korban ke kamar Hotel Arcadia.
Di sana, Purwanto memaksa Nurhadi menelepon Redaksi Tempo dengan tujuan menghapus foto Angin. Adapun Firman menghalangi Nurhadi yang ingin mewawancarai Angin. Ia juga memukul, mengancam, merampas telepon seluler, dan menghapus berkas-berkas pada alat milik korban tersebut.
Anggota tim kuasa hukum Nurhadi, Fatkhul Khoir, mengatakan, penetapan tersangka patut diapresiasi. Namun, kuasa hukum berharap penyidik tidak berhenti pada kedua tersangka. Pelaku penganiayaan dan yang menghalangi tugas kewartawanan Nurhadi mencapai 15 orang.
”Selain kedua tersangka, pelaku lainnya patut diusut,” kata Fatkhul dari Kontras Surabaya dalam jumpa pers kasus Nurhadi secara virtual atau dalam jaringan (online).
Wartawan Senior Tempo di Surabaya, Endri Kurniawati, menyebutkan, penyidik perlu diapresiasi karena menggunakan UU Pers untuk menjerat pelaku penganiayaan terhadap Nurhadi. Namun, penyidik tidak maksimal dalam penerapan pelanggaran regulasi itu.
Selain kedua tersangka, pelaku lainnya patut diusut.
Dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja kewartawanan dapat dipidana. Namun, menurut Endri, penetapan tersangka oleh penyidik lebih menekankan aspek peristiwa penganiayaan.
”Padahal, yang menghalangi kerja kewartawanan, bahkan yang menganiaya Nurhadi banyak, belasan orang, mengapa yang ditetapkan baru dua tersangka,” kata Endri.
Bahkan, yang tidak menganiaya, tetapi terlibat dalam kasus Nurhadi itu bisa dikenai pelanggaran UU Pers, yakni menghalangi kerja kewartawanan. Kuasa hukum menilai penyidik seharusnya juga memeriksa ajudan serta Angin dan Yani dan keluarga kedua pejabat itu.
”Kami sudah berikan data tentang ajudan Angin, tetapi mereka belum diperiksa. Kami meminta penyidik tidak berhenti pada dua tersangka,” ujar Endri.
Azami Ramadhan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menambahkan, penetapan dua tersangka harus menjadi pintu bagi penyidik untuk mengusut tuntas kasus itu. Kedua tersangka diketahui ajudan Yani. Kedua tersangka diyakini tidak akan menganiaya Nurhadi tanpa ada perintah atau persetujuan dari pejabat yang lebih tinggi.
”Dari pelanggaran UU Pers saja penyidik seharusnya bisa menjerat seluruh pelaku yang telah dilaporkan oleh Nurhadi,” kata Azami.