Kekuasaan di Desa dan OTT Bupati Nganjuk oleh KPK
Seleksi perangkat desa disebut terkait dengan dugaan OTT KPK terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Hal ini mengarah bahwa penghormatan, pujian, dan kepuasan memerintah menjadi godaan korupsi level selanjutnya.

MALANG, KOMPAS — Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dikabarkan tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Minggu (9/5/2021) malam. Bupati yang juga pengusaha itu diduga ditangkap terkait pengisian jabatan di Nganjuk, bahkan disebut-sebut hingga ke seleksi perangkat desa.
Operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang bisa sampai ke desa kemudian mengundang tanya. Bagaimana bisa orang nomor satu di Kabupaten Nganjuk ikut-ikutan menentukan perangkat desa. Seharusnya penentuan perangkat desa merupakan kewenangan desa, bukan wilayah bupati.
Baca juga : BUMDes dan Budaya Lama Desa yang Tidak Pernah Berubah
Hal itu sesuai UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang diterjemahkan dalam PP di bawahnya serta Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Dalam aturan-aturan tersebut, pengisian perangkat desa merupakan kewenangan kepala desa. Hal itu bisa dilakukan dengan mutasi atau penjaringan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Permendagri Nomor 67 Tahun 2017. Dalam sistem penjaringan ini, peran camat hanya bertugas memberikan konsultasi, sebagaimana disebut dalam Pasal 7 Ayat (5) permendagri di atas. Jadi, tidak ada hubungannya secara langsung dengan bupati.

Suasana wisata Desa Sumber Jenon di Kecamatan Tajinan, Kabuapaten Malang, Jawa Timur. Potensi wisata menjadi salah satu pendapatan BUMDes di desa tersebut.
Jika kepala desa berkonsultasi dengan camat pun, artinya bukan menunggu nama perangkat desa dari camat. Camat berperan mengawasi bahwa calon terpilih adalah sesuai kriteria (pendidikan, KTP, dan sebagainya) dan bukan asal maunya kepala desa. Hal ini merupakan bagian dari tugas camat untuk membina desa.
Ganjaran
Lalu, bagaimana di Nganjuk hal ini bisa terjadi? Bupati muda kaya raya dan berkuasa atas puluhan ribu pekerja bagaimana mungkin tersangkut suap/gratifikasi ”recehan”?
Nalar rasional mungkin tak akan masuk untuk memikirkannya. Namun, jika dianalisis melalui teori pertukaran sosial dari Peter Michael Blau, hal ini sangat mungkin.
Blau menyebut bahwa tindakan individu untuk mencapai tujuan tertentu biasanya ditukar dengan ganjaran. Ada ganjaran ekstrinsik, seperti uang atau barang, dan ada ganjaran intrinsik berupa penghormatan, pujian, atau sejenisnya.
Baca juga : Terulang Lagi, Jual Beli Jabatan di Kabupaten Nganjuk Libatkan Bupati
Dengan rekam jejak pengusaha kaya raya, berkuasa atas puluhan ribu pekerja, dan segala keberpunyaan lainnya, bisa jadi ”ganjaran/hadiah” yang dicari Bupati Nganjuk dalam seleksi perangkat adalah berupa penghormatan, pujian, dan kepuasan merasa berkuasa.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan (kanan) bersama penyidik KPK memperlihatkan barang bukti berupa uang terkait operasi tangkap tangan (OTT) Nganjuk di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/10/20217) lalu. Saat itu, Bupati Nganjuk yang ditangkap adalah Taufiqurrohman. KPK kini menangkap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat pada Senin (10/5/2021).
Desa bisa jadi menjadi hal yang penting di masa kini di mata Bupati. Dengan lahirnya UU Desa, yang menempatkan desa memiliki kewenangan sendiri mengelola desa dan dana desanya, peran bupati kemudian cenderung tereduksi. Buktinya, dana desa diserahkan sepenuhnya untuk dikelola oleh desa.
Secara teori, pemkab tidak bisa lagi memaksakan program/kegiatan yang harus dilakukan oleh desa. Bupati kemudian berperan sebagai pembina, bukan ”pe-merintah” atau pemberi perintah. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi seorang penguasa seperti bupati. Apalagi oleh bupati yang sudah punya banyak hal, seperti Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan Maslow menggambarkan bahwa setiap invidu memiliki hierarki kebutuhan dasar yang akan terus dikejar jika satu level kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan paling dasar adalah kebutuhan fisiologis, seperti kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan, dan papan.
Baca juga : Desa Setengah Jalan
Jika kebutuhan itu terpenuhi, manusia cenderung berusaha meraih kebutuhan di level atasnya, yaitu rasa aman. Jika itu pun sudah terpenuhi, akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan rasa sayang, diterima, dan seterusnya.
Kebutuhan level keempat adalah kebutuhan penghargaan. Mendapat statusnya sebagai orang sukses, kaya, dan seterusnya. Dan puncak tertinggi kebutuhan dasar manusia adalah aktualisasi diri (pengembangan diri). Merasa puas saat sosoknya dikenal sebagai seorang tokoh besar/seseorang, merasa bahagia jika semua mengikuti pendapatnya, dan seterusnya.

Wartawan melintas di depan salah satu ruangan yang disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Dinas Pendidikan Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (25/10/2017). Kini, tiga tahun kemudian, Bupati Nganjuk yang baru juga terjaring OTT KPK.
Dari teori di atas, bisa jadi, merasa berkuasa atas desa menjadi bagian dari aktualisasi diri seorang Bupati Nganjuk. Jika semakin banyak desa bisa ”dicengkeram”, kekuasaannya di Nganjuk akan kian paripurna.
”Dalam kasus OTT Bupati Nganjuk ini, bisa jadi tindakan bupati mengambil ’uang receh’ ratusan juta rupiah juga itu merupakan bentuk aktualisasi diri yang tidak rasional. Sebab, seharusnya aktualisasi diri itu untuk kebaikan umum, namun ini malah tidak,” kata dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari.
Baca juga : Dua Bupati Ditangkap KPK, Korupsi Nganjuk Jadi Tradisi
Menurut Luluk, aktualisasi diri menjadi tidak rasional bisa dipengaruhi beberapa hal, misalnya seseorang sangat terikat dengan kebutuhan sosial, seperti teman dan budaya.
”Bisa jadi pengaruh budaya dan pertemanan yang menjadikan Bupati Nganjuk akhirnya berbuat seperti itu. Bahwa kebutuhan aktualisasi dirinya terkalahkan oleh kebutuhan sosial atau bahkan kebutuhan fisiologis/materi. Bukankah setiap orang hakikatnya selalu membutuhkan materi meskipun dia sudah sangat kaya?” kata Luluk.

Penanganan tindak pidana korupsi masih menjadi tema pilihan yang diekspresikan masyarakat melalui pesan-pesan coretan di dinding, seperti terlihat di kawasan Cipayung, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (7/5/2021).
Catatan
Kasus OTT Bupati Nganjuk ini seharusnya menjadi catatan bagi leading sector terkait desa, di antaranya Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; serta Kementerian Keuangan.
Catatan itu bahwa pekerjaan rumah membangun 75.000-an desa di Indonesia masih sangat banyak. Pekerjaan rumah dari sisi pemerintah desanya yang merupakan kewenangan Kemendagri, pemberdayaan masyarakatnya yang jadi kewenangan Kemendes PDTT, serta pengelolaan keuangan desa yang merupakan kewenangan Kemenkeu. Selama ini, OTT KPK hanya melibatkan pejabat kementerian, pemkab, BUMN, ASN, dan swasta. Rupanya, kini juga sangat mungkin menjangkau desa.
Baca juga : Anak Muda Masih Tertarik Jadi Perangkat Desa
Peluang suap dan gratifikasi dalam pemilihan perangkat desa memang sangat besar. Buwang Suharja, Kepala Desa Sitirejo, Kabupaten Malang, bercerita, dahulu ia dimusuhi oleh orang-orang, bahkan tim suksesnya, karena berusaha memilih perangkat dengan baik dan transparan.
”Saya coba jelaskan, mereka dahulu mengusung saya maju jadi kades tujuannya untuk membawa perubahan di desa. Lalu, jika saya pun menerima suap dalam mencari perangkat desa, mau jadi apa desa saya ke depannya. Apa tujuan membawa perubahan di desa akan tercapai?” katanya.

Perangkat desa menggunakan penutup wajah (face shield) ketika memberikan layanan dokumen kependudukan kepada warga di lobi Kantor Desa Genteng Wetan, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020).
Buwang saat itu diiming-imingi Rp 20 juta dari setiap keluarga calon perangkat desa. Jika calonnya lima orang, diyakinkan bahwa ia akan langsung bisa membeli mobil.
Namun, Buwang bersikukuh menolak cara tidak benar itu. Ia memilih menjaring perangkat desa dengan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan, dengan meminta tolong pegiat desa sebagai tim penilai. Hasilnya, terpilih perangkat desa muda, berintegritas, dan mampu diajak bekerja dengan baik.
”Hasilnya bisa dirasakan sampai sekarang. Urusan IT, mereka bisa dengan cepat melaksanakan. Mereka juga berani melawan ketidakbenaran. Ini modal bagus untuk secara perlahan menata desa dengan baik,” katanya.
Baca juga : Uji Kelayakan dan Kepatutan bagi Calon Perangkat Desa
Salah satu keberanian perangkat desanya, menurut dia, adalah berani melawan pengembang perumahan yang ingin memanfaatkan aset desa dengan cara yang tidak benar.
Langkah yang dilakukan Buwang ini menjadi satu contoh penerapan pemerintahan yang bersih. Sayangnya, di Nganjuk, praktik ini tak dilakukan oleh pemimpinnya sendiri.

Belasan anak muda di Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (27/6/2019), mengikuti tes menjadi perangkat desa. Masih banyak anak muda yang tertarik menjadi perangkat desa.