Surabaya Tidak Gelar Shalat Idul Fitri Berjemaah di Masjid dan Lapangan
Pemerintah Kota Surabaya meniadakan shalat Idul Fitri berjemaah di masjid dan lapangan. Itu selaras dengan kebijakan Kementerian Agama untuk menekan penularan Covid-19 karena status kota yang masih zona oranye.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya memutuskan tidak menggelar shalat Idul Fitri berjemaah, baik di masjid maupun lapangan. Kebijakan itu sesuai arahan pemerintah pusat agar daerah dengan bahaya risiko penularan Covid-19 sedang atau tinggi meniadakan shalat Idul Fitri berjemaah.
”Surabaya masih zona oranye (sedang) sehingga shalat Id agar dilaksanakan di rumah masing-masing,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Sabtu (8/5/2021). Kebijakan itu sesuai Surat Edaran Menteri Agama Nomor 7 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Shalat Idul Fitri Tahun 1442 H/2021 M di Saat Pandemi Covid-19.
Menurut Eri, sejalan warkat yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu, dirinya menerbitkan edaran bagi warga Surabaya. Isinya, shalat Id berjemaah tidak bisa dilaksanakan di masjid dan lapangan untuk menekan potensi penularan Covid-19.
”Bukan melarang warga beribadah, melainkan menindaklanjuti instruksi pemerintah pusat untuk mencegah penularan Covid-19,” kata Eri.
Shalat Id bisa dijalankan berjemaah bersama anggota keluarga di kediaman sehingga esensi ibadah berjemaah tetap ada. Menurut Eri, surat edaran Menteri Agama itu sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia dan organisasi massa Islam.
Selain itu, malam takbiran menyambut Idul Fitri juga hanya bisa dilaksanakan di masjid atau mushala. Kehadiran jemaah maksimal 10 persen dari kapasitas masjid atau mushala.
Selain itu, jemaah harus bermasker, menjaga jarak, menjaga kebersihan, dan tidak berkerumun. Takbiran dapat disiarkan secara virtual sesuai ketersediaan perangkat telekomunikasi. Dengan begitu, takbir keliling ditiadakan.
Silaturahmi agar hanya dilaksanakan bersama keluarga terdekat. Gelar griya di lingkungan kantor, komunitas, dan rumah dinas pejabat tidak boleh dilaksanakan.
Eri mengatakan, masyarakat agar terus memantau perkembangan situasi pandemi Covid-19. Warga diminta patuh menerapkan protokol untuk turut menangani wabah yang telah menyerang sejak Maret 2020 dan belum mereda.
Terkait larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2020, Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Latif Usman mengungkapkan, lebih dari 6.000 mobil, bus, dan truk dilarang masuk. Pengemudi dan penumpangnya diduga kuat hendak mudik. Kendaraan-kendaraan itu dipaksa aparat untuk putar balik.
”Itu hasil operasi penyekatan di perbatasan antarprovinsi,” kata Latif di Surabaya.
Penyekatan dan pembatasan mobilitas masyarakat di perbatasan selaras dengan kebijakan pemerintah melarang mudik Lebaran. Namun, menurut Latif, kemungkinan masih ada pemudik yang lolos dari pemeriksaan. Mereka memanfaatkan jalur-jalur alternatif yang belum dijaga.
Latif mengatakan, menurut prediksi Kementerian Perhubungan, meski ada larangan mudik, kemungkinan ada dua juta jiwa warga Jatim yang tetap mudik. ”Karena mungkin ada yang lolos, kami berharap gugus tugas kampung tangguh untuk memantau dan berkoordinasi dengan satuan tugas yang ada,” ujarnya.
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Nico Afinta mengatakan, peran pengurus Kampung Tangguh Semeru amat vital menekan potensi penularan Covid-19. Secara statistik, kenaikan kasus harian di Jatim masih landai, di bawah 300 orang. Namun, jika situasi ini membuat terlena, lonjakan kasus seperti pada Januari, Februari, dan Maret akan terjadi. Saat itu, penambahan kasus mencapai 1.000 orang per hari.
”Kami berharap gugus tugas kampung tangguh menjalankan fungsinya memantau dan turut membantu satuan tugas dalam menangani warga yang terindikasi terjangkit,” ujar Nico.