Mengamen Bersama-sama Merasakan Bahagia
”Kami memang sedang susah. Tetapi, melihat orang lain senang, kami juga ikut senang.”
Pandemi membatasi segala aktivitas dan kehidupan semua orang. Bagi pelaku usaha sound system, setahun pandemi benar-benar membuat paceklik. Tidak boleh ada kegiatan yang mengundang kerumunan dan tidak boleh ada pesta pernikahan. Alhasil, pendapatan pun melayang.
Namun, paceklik penghasilan tersebut tidak menghalangi mereka untuk menolong sesama. Di Malang, pelaku usaha sound system justru mengobati ”kesakitannya” akibat pandemi dengan menggalang dana untuk menolong anak yatim. Tujuannya satu, agar anak-anak yatim tersebut tetap bisa berlebaran seperti orang lain.
Selasa (27/4/2021) di pertigaan Tajinan, sekelompok orang yang tergabung dalam Malang Sound Community (MSC) antusias mengulurkan kotak kepada para pengguna jalan. Di tepi jalan, terpasang tenda untuk pemusik dan penyanyi. Tidak tanggung-tanggung, penyanyinya adalah salah satu penyanyi yang sebelumnya sering tampil dalam acara kampanye pemilihan kepala daerah di Malang.
Baca juga : Kami Ada di Sini untuk Kalian...
Tanpa canggung, sang penyanyi pun melantunkan tembang-tembang Islami di pinggir jalan, bergabung dengan mereka yang membawa kotak donasi. Sesekali, si penyanyi mengapresiasi pengguna jalan yang memasukkan uang ke dalam kotak donasi.
”Terima kasih untuk pengguna mobil putih untuk donasinya. Semoga selalu diberi kesehatan dan sukses terus,” kata si penyanyi mengapresiasi pengendara mobil yang menghentikan sejenak kendaraannya dan mengulurkan dua lembar uang Rp 100.000.
Sore itu sekitar pukul 16.00, anggota MSC ngabuburit dengan mencari donasi. Mereka mengumpulkan sumbangan dari pengguna jalan, mulai dari selembar uang Rp 2.000 hingga lembaran Rp 100.000. Kegiatan dilakukan mulai hari itu hingga Minggu (2/5/2021).
Meski mengumpulkan donasi ”recehan” dari pengguna jalan, berdasarkan pengalaman MSC selama ini, dalam sehari mereka bisa menghimpun uang hingga Rp 1,9 juta.
”Kegiatan ini akan berlangsung hingga Minggu. Tujuannya mencari donasi untuk anak yatim di daerah sini agar saat Lebaran nanti, mereka juga punya cukup uang untuk berlebaran seperti yang lain,” kata Pudya Surana (56), ketua panitia kegiatan penggalangan dana di Tajinan.
Baca juga : Kisah Para Pemenang Kehidupan
Pudya, atau lebih dikenal sebagai Bagong, mengatakan, penggalangan dana masyarakat itu merupakan kegiatan rutin MSC setiap tahun. Kegiatan itu memang dilakukan saat bulan Ramadhan, dengan tujuan mengumpulkan donasi untuk anak yatim.
”Anak yatim yang disantuni sesuai dengan lokasi kami mengumpulkan uang. Jika sekarang kami menggalang dana di Tajinan, uangnya akan dibagikan bagi anak yatim di Tajinan. Jadi, dari warga sekitar Tajinan untuk warga Tajinan juga,” kata Bagong. Nanti saat menyerahkan donasi, MSC juga akan mengundang kepala desa, RT, RW, dan masyarakat untuk menyaksikan.
Mereka yang mencari dana saat itu tidak semuanya warga Tajinan. Bagong adalah pemilik rental sound system asal Kota Malang.
”Ini kegiatan sosial, jadi acara ini semua adalah donasi dari kami anggota MSC. Mulai dari talent (penyanyi), pemusik, pemilik tenda, sound system, semuanya hasil dukungan anggota MSC. Dengan bekal itu semua, kami menggalang donasi dari orang-orang untuk diberikan kepada anak yatim,” tutur Bagong.
Baca juga : Warga Desa Melenting Bangkit dari Pandemi
Hari itu, MSC secara serentak menggelar penggalangan donasi bagi anak yatim di lima titik di Malang Raya, yaitu di koordinator wilayah Utara, Barat, Tengah, Selatan, dan Timur. Saat itu ada 140 anggota MSC, yang semuanya adalah pengusaha pemilik sound system untuk berbagai acara, mulai dari acara di hotel hingga hajatan di kampung. MSC sendiri terbentuk sejak tahun 2014.
Selama pandemi, semua anggota MSC kehilangan mata pencarian. ”Setahun kemarin, kami sama sekali tidak bisa bekerja karena tidak boleh ada kegiatan sama sekali. Sekarang, sedikit-sedikit sudah mulai ada acara. Semoga ke depan, pandemi segera berlalu dan kami bisa bekerja normal kembali,” kata Bagong.
Bagong menjelaskan, selama pandemi, banyak di antara anggotanya bergantung hidup dengan menjual sound system milik mereka. Sebab, selain menghidupi anak dan keluarganya, mereka juga menjadi gantungan hidup para pekerja.
Meski sejak pandemi dentum suara sound system praktis berhenti, rupanya tidak dengan rasa kemanusiaan mereka. Panggilan untuk menolong anak yatim, yang sudah dilakukan rutin setiap tahun, tak bisa dikekang.
Akhirnya, mereka pun menyalakan sound system guna menggugah rasa kemanusiaan warga lain. Melalui dentum bas berpadu dengan musik dan vokal penyanyi, mereka seakan ingin mengetuk nurani setiap orang bahwa kesulitan tak menghentikan mereka untuk berbuat baik. Pun, mereka seolah-olah ingin memecah sepinya order dan memanaskan lagi peralatan mereka yang selama ini membeku.
”Entah ya, meski banyak di antara kami tidak punya penghasilan sejak setahun lalu karena pandemi, kami senang bisa melihat orang lain senang. Kami senang bisa menolong orang lain. Menolong anak-anak yatim agar bisa berlebaran seperti kami,” kata Bagong.
Kalaupun selama enam hari mereka menggalang donasi hasilnya tidak banyak, setidaknya acara itu bisa menghibur pengguna jalan yang lewat. ”Paling tidak, kegiatan ini sekalian untuk mengecek alat agar alat-alat kami tidak jamuran, ha-ha-ha…,” kata Bagong santai.
Jika di Tajinan mereka hanya memasang tenda, aksi MSC di Karangploso Malang malah lebih mewah. Mereka membangun panggung dan mengundang penyanyi dangdut yang sudah terkenal, Sodik Monata. Meski tanpa penonton, mereka tetap bermusik dan bernyanyi untuk orang-orang yang lewat. Tentu saja, sambil menggalang donasi.
”Kegiatan donasi anak yatim ini rutin setahun sekali. Yang tidak rutin adalah seperti saat kami menggalang donasi untuk membantu korban gempa kemarin, yang di antaranya anggota MSC sendiri,” kata Bagong.
Sebelumnya, Bagong mengatakan, MSC berhasil menggalang donasi di antara mereka sendiri dan kenalan mereka, hingga terkumpul uang Rp 13 juta. Uang itu kemudian disumbangkan untuk tujuh kenalan mereka yang rumahnya rusak akibat gempa bumi 10 April lalu.
”Anggota kami yang rumahnya rusak mendapat uang Rp 7 juta dan semen 7 zak. Uang lainnya diberikan kepada orang lain yang juga membutuhkan. Alhamdulillah, bangunan rumah mereka yang rusak sudah bisa dibangun lagi,” kata Bagong.
Begitulah, meski kondisi ekonomi para pemilik sound system itu belum pulih benar, mereka tidak mau berhenti melantunkan musik yang selama ini menghidupi. Mereka terus memutar bunyi, mencoba tak menyerah kepada pandemi. Seperti slogan mereka: ”Bersama pasti nutut (cukup)”.
Nasi bungkus
Di tempat berbeda, sekelompok dermawan juga rutin berbagi dengan sesama, mulai dari berbagi nasi bungkus, kurma, alat tulis, Al Quran, hingga semua produk yang dibutuhkan oleh sesama. Mereka adalah anggota komunitas Food Sharing Indonesia (FSI) yang sudah berkegiatan sosial hampir setahun. Pendiri komunitas tersebut adalah Shella Sabillah Alamri (29) dan Dian Ayu Antika (29).
Aktivitas rutin komunitas FSI adalah menerima donasi dari masyarakat umum dan menyalurkannya kepada mereka yang membutuhkan. Rutinitas kegiatan dilakukan setiap Jumat. Dalam seminggu, FSI Malang mampu menyalurkan 120 bungkus makanan.
”Komunitas FSI juga berkembang hingga Pamekasan, Madura. Di sana, FSI Pamekasan bisa menyalurkan hingga 500 bungkus seminggu. Untuk pandemi ini, mereka juga menyalurkan makanan kepada warga yang isolasi mandiri, sebanyak dua kali makan sehari,” tutur Dian Ayu.
Baca juga : Warga di Malang ”Saweran” untuk Penyemprotan Disinfektan
Menurut Dian Ayu, anggota komunitas FSI sebelumnya memang secara personal sudah sering berbagi dengan orang lain. Lama-lama, mereka kemudian bergabung dan menerima titipan donasi dari banyak orang. Kegiatan tersebut semakin intensif sejak Agustus 2020, disebabkan dalam situasi pandemi ini semakin banyak orang berkekurangan.
Kegiatan FSI pun makin lama makin berkembang. Mereka juga melatih masyarakat yang ingin belajar bahasa Inggris dan public speaking. Ini karena Sheilla adalah guru bahasa Inggris. Kegiatan FSI pun, kemudian, menggandeng banyak komunitas lain, seperti Komunitas Pedalkuliner, Arek Kepanjen, Act, dan Galeri Kreatif.
”Awalnya memang kami donasi nasi bungkus saja setiap Jumat. Namun, lama-lama, donasi berkembang seiring kebutuhan masyarakat. Kami akhirnya donasi buku bacaan dan rak ke kampung nelayan dan donasi Al Quran ke Malang Selatan, parsel untuk anak yatim, dan lainnya,” kata Dian Ayu yang merupakan ASN di Kabupaten Malang.
Bagi para pegiat sosial tersebut, situasi sulit tidak akan menghentikan mereka untuk menolong sesama. Sebab, rasa bahagia bisa menolong sesama nilainya justru melebihi barang yang disumbangkan.
Baca juga : Perempuan dan Kisah yang Mencatatnya