Saya Tidak Ingin Mudik Pak, Saya Hanya Ingin Lewat
Operasi penyekatan dinilai pengendara menghambat aktivitas warga. Beragam protes pun dilontarkan. Namun, langkah ini harus diambil agar pandemi di Sumsel tidak meluas.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Ratusan kendaraan yang ingin memasuki Kota Palembang, Sumatera Selatan, diminta putar balik, Kamis (6/5/2021). Beragam protes dan alasan terlontar dari beberapa pengendara yang tidak terima dengan tindakan tersebut, seperti hanya mau sekadar lewat hingga urusan ke bank. Namun, penyekatan tetap dilakukan dengan satu tujuan, meredam penyebaran Covid-19 di Palembang yang kini tengah berstatus zona merah.
”Saya tidak ingin mudik Pak, saya hanya ingin lewat,” ujar Suherman (39) saat diberhentikan Pelaksana Lapangan dari Polrestabes Palembang Inspektur Dua Sopian di Pos Penyekatan Kawasan Simpang Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Kamis (6/5/2021). Sembari mendengar ocehan dari Suherman, Sopian tetap fokus melihat KTP sang pengemudi.
Di KTP itu tertera jika Suherman bukan warga Palembang, melainkan warga Sukajadi, Kabupaten Banyuasin. Meskipun daerah itu bersebelahan, penyekatan ini menghalangi Suherman untuk masuk ke Palembang.
Tidak hanya Suherman, ketiga penumpang lain pun diperiksa. ”Pak, ini saudara saya,” ucap Suherman. Namun, Sopian bergeming dan tetap memeriksa identitas ketiga penumpang itu. ”Tapi, kenapa tempat tinggal kalian berbeda?” ujar Sopian bertanya. Kemudian mereka diminta untuk menepi karena kendaraan di belakangnya sudah mengular.
Keempat orang ini merupakan warga Banyuasin. Suherman beralasan masuk ke Palembang karena ingin pulang. ”Kalau disekat seperti ini lebih baik saya lewat jalan lain,” ujarnya.
Dengan sabar, Sopian menjelaskan alasan penyekatan. Mulai dari aturan larangan mudik hingga Palembang yang kini berstatus zona merah. Beragam aturan menteri dan perundang-undangan pun dijelaskan kepada Suherman.
Namun, pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu pun tetap tidak terima dan terus mengoceh. ”Kok, saya mau beraktivitas saja dihambat,” ucapnya. Akhirnya, keempatnya diperbolehkan melintas setelah hasil tes usap antigen menyatakan mereka nonreaktif.
Deri (18), warga Sungsang, Kabupaten Banyuasin, juga diberhentikan petugas karena memasuki wilayah Palembang dengan membawa tujuh penumpang bersamanya. Deri beralasan, dia masuk ke Palembang untuk mengambil barang dagangan, termasuk mengantar anggota keluarganya ke Palembang. Namun, karena penyekatan ini, dia harus putar balik dan tidak diizinkan masuk ke Palembang.
Padahal, barang dagangan itu menjadi modal baginya untuk berjualan di kawasan Sungsang yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Palembang. ”Sebentar lagi Lebaran, tapi saya tidak ada barang untuk dijual,” ucapnya.
Sekitar 3 kilometer dari pos tersebut, tepatnya di pos penyekatan Km 12 Palembang, sebuah kendaraan minibus tengah mengangkut 11 penumpang yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak. Tim gabungan segera menghentikan mobil itu. Semua penumpang pun diturunkan untuk diperiksa.
Nina (39), warga Kecamatan Rambutan, Banyuasin, bingung karena mobil yang ia tumpangi dihentikan petugas. Dengan membawa sebuah buku tabungan, dia menyampaikan bahwa tujuannya ke Palembang hanya untuk mencairkan bantuan sebesar Rp 450.000 dari sebuah bank berpelat merah. ”Kalau tidak dicairkan sekarang, takutnya tidak bisa dicarikan lagi,” ujarnya.
Pos penyekatan Km 12 dinilai paling penting karena merupakan pintu masuk bagi pengendara dari sejumlah daerah, seperti Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Jambi. Tidak hanya kendaraan pribadi, truk yang tertutup pun diperiksa karena dikhawatirkan menjadi angkutan gelap bagi pemudik.
Pendapatan turun
Penyekatan yang ketat ini juga dinilai sangat merugikan bagi pelaku jasa perjalanan. Akibat penyekatan ini, pendapatan mereka turun signifikan. Putra (28), pengemudi travel rute Palembang-Jambi dan Palembang-Lampung, mengaku merugi akibat penyekatan ini. ”Seharusnya Idul Fitri merupakan masa panen bagi kami,” ucapnya.
Sebelum pandemi, biasanya dia bisa meraup untung hingga Rp 20 juta sejak 10 hari angkutan Lebaran. ”Kini, untuk menuhin mobil saja sulit,” ujarnya. Putra yang sudah bergelut di bidang angkutan perjalanan sejak tiga tahun lalu ini terpaksa harus menganggur sepanjang periode penyekatan, yaitu 6-17 Mei 2021.
Hal serupa dialami oleh pengelola travel PT Berkah Untung Beruntung, Indra (52). Dia menilai keputusan penyekatan ini membuatnya rugi hingga 70 persen. Tahun lalu, Indra masih memperoleh pendapatan karena hanya sekadar membatasi penumpang sesuai dengan protokol kesehatan. ”Namun, kini, kami sama sekali tidak bisa beroperasi,” katanya.
Indra pun tidak berani nekat dan ”kucing-kucingan” dengan petugas karena menyadari kerugian yang akan dia alami ketika tertangkap. ”Saya akan keluar banyak uang jika mobil saya disita,” ucap pria yang sudah berkecimpung di bidang jasa perjalanan sejak 20 tahun lalu ini.
Saya akan keluar banyak uang jika mobil saya disita. (Indra)
Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Palembang Komisaris Endro Aribowo menegaskan akan menyita kendaraan ”travel gelap” yang nekat tetap beroperasi selama kegiatan penyekatan berlangsung. ”Kami akan tilang sampai operasi penyekatan berakhir,” kata Endro.
Direktur Lalu Lintas Polda Sumsel Komisaris Besar Cornelis Ferdinan Hotman Sirait mengatakan, sejak awal, perusahaan bus dan perjalanan sudah diingatkan untuk tidak beroperasi selama operasi penyekatan berlangsung. Peringatan itu sudah disampaikan Polda Sumsel jauh sebelum operasi penyekatan dimulai. ”Yang bisa melintas hanya angkutan logistik, bahan bakar, dan untuk keperluan kesehatan,” ucapnya.
Untuk mengoptimalkan penyekatan, ujar Cornelis, pihaknya berkoordinasi dengan setiap kepolisian daerah dari provinsi tetangga, seperti Lampung, Jambi, dan Bengkulu. Di perbatasan, baik di jalan arteri maupun jalan tol, sudah disediakan posko gabungan yang akan menyaring kendaraan sebelum masuk ke wilayah tertentu. ”Ini semua kami lakukan untuk membatasi mobilitas warga agar kasus pandemi di Sumsel tidak meningkat,” ujarnya.
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah menyebutkan, peningkatan mobilitas di Sumsel sudah terlihat sejak dua minggu terakhir, tepatnya ketika memasuki bulan Ramadhan. Kondisi serupa terjadi pada Idul Fitri tahun lalu. ”Seharusnya kita bisa belajar dari situasi yang lalu,” ucapnya.
Sebenarnya, situasi pandemi di Sumsel pernah landai, yakni periode Februari-Maret 2021, di mana tidak ada zona merah sama sekali. Namun, situasi berubah drastis empat minggu terakhir ketika zona merah meningkat dari tidak ada zona merah menjadi tiga daerah berstatus zona merah.
Pada saat libur panjang memang terjadi kenaikan mobilitas penduduk di Sumsel. Paling tinggi berada di pusat perbelanjaan, awal April lalu, yang kenaikan mobilitasnya mencapai 36 persen.
Sumsel tidak sendiri. Dari 34 provinsi, 19 provinsi menunjukkan tren kenaikan mobilitas ke pusat perbelanjaan. Peningkatan mobilitas biasa terjadi 10 hari terakhir menjelang Idul Fitri.
Karena itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berpesan agar semua kepala daerah harus memiliki satu narasi, yakni melarang mudik. Memang konsekuensinya pergerakan ekonomi bisa melambat, tetapi untuk keselamatan masyarakat, langkah itu harus diambil.