Eksploitasi terhadap sungai dengan berbagai kegiatan ekstraktif yang mengakibatkan kondisinya kritis perlu segera diakhiri. Sungai perlu pengembangan ramah lingkungan agar fungsi dan keunggulannya tetap terjaga.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
Seperti halnya sungai-sungai lain di Nusantara, Kapuas menghadapi berbagai persoalan kerusakan lingkungan. Sungai yang menjadi nadi ekonomi, ekosistem hingga budaya itu kini mulai bergeser fungsi dan keberadaannya dieksploitasi. Tengah dipikirkan bagaimana memanfaatkan sungai sekaliguskan merawatnya.
Pengajar Magister Ilmu Lingkungan Universitas Tanjungpura, Gusti Anshari, menuturkan, sungai selama ini kurang diperhatikan. Fungsi sungai harusnya dikembalikan, misalnya sebagai tempat penyedia air bersih, tempat hidup berbagai satwa, dan fungsinya sebagai penyangga sosial-ekonomi.
”Arah pembangunan juga selama ini lebih berorientasi darat dan sungai terlupakan,” ujarnya.
Merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) secara efektif cukup sulit. Namun, perlu terus didorong keterlibatan masyarakat dari hulu ke hilir. Kelompok-kelompok yang bisa diberikan ruang mengembangkan tepian Kapuas perlu diidentifikasi. Hal tersebut memerlukan waktu panjang secara bertahap.
Salah satu pengembangan sungai dengan pendekatan ramah lingkungan, antara lain, wisata. Kawasan tepi Kapuas dikembalikan keasriannya. Jika manfaat sosial-ekonomi dirasakan masyarakat melalui pariwisata, hal itu akan mendorong masyarakat menjaga sungai.
Misalnya, wisata jelajah sungai menggunakan kapal bandong. Kapal bandong merupakan kapal tradisional legendaris yang bentuknya menyerupai rumah yang mengapung. ”Hanya saja, perlu diberi sentuhan, misalnya penggunaan komponen yang lebih modern untuk wisata dan tampilan yang menarik sehingga nyaman bagi wisatawan,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Eddy Suratman, Senin (26/4/2021), sepakat untuk tetap menjaga keasrian, kenaturalan sungai. Natural berarti perlu mengembalikan keaslian kondisi sungai agar menarik baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Masalah saat ini, sungai dibebani di luar fungsi yang seharusnya. Berbagai sampah ada di sungai.
Transportasi mengandalkan sungai, menurut Eddy tidak masalah. Namun, jika dengan kapal-kapal yang besar pengangkut kayu, hal itu berlebihan. Maka, kenaturalan Sungai Kapuas perlu dikembalikan.
”Setelah dikembalikan, maka dibuat kegiatan wisata yang mengajak wisatawan menelusuri Kapuas. Hal itu menarik. Ini sumber pendapatan di masa yang akan datang jika bisa mengembalikan Kapuas pada kondisi natural,” kata Eddy.
Jika sungai masih seperti kondisi sekarang, sulit memikat wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun, menurut Eddy, disayangkan, pemerintah belum serius berpikir ke arah hal tersebut. Potensi wisata belum tergarap optimal.
Agar potensi wisata bisa dioptimalkan dan menjadi salah satu sektor basis, pola pikir tentang sungai perlu berubah. Kemudian, perlu regulasi dalam bentuk peraturan daerah mengenai rencana induk (grand design) pengembangan wisata alam termasuk sungai.
Gubernur Kalbar Sutarmidji sepakat sektor pariwisata bagus untuk dikembangkan. Salah satu andalannya adalah wisata mangrove sungai yang ada di Kabupaten Kubu Raya. Tahun ini, Pemerintah kini sedang membangun waterfront atau penataan tepian sungai di Sambas dan Kabupaten Sanggau.
Di Kota Pontianak, salah satu kota yang dilintasi Kapuas sudah dibangun lintasan untuk pejalan kaki di tepian sungai (waterfront) di beberapa lokasi. Infrastuktur tersebut dibangun sebagai pemacu aktivitas masyarakat, salah satunya mendorong tumbuhnya kawasan tepian Kapuas menjadi destinasi pariwisata. Di tepian Kapuas saat ini wisatawan bisa naik kapal menyusuri sungai Kapuas dari Alun-alun Kapuas.
Upaya rehabilitasi
Di sisi pelestarian, rehabilitasi terus dilakukan. Kepala Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas Evi Budiaryanti menuturkan, pada 2019 ada gerakan penanaman pohon di 11.000 hektar DAS Kapuas, Simpang, dan Mempawah. Pada 2020, penanaman pohon juga dilakukan di 1.500 hektar khusus di DAS Kapuas.
Dengan penanaman tersebut diharapkan menggerakkan masyarakat luas untuk turut menanam. Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas juga menyediakan bibit yang disukai masyarakat secara gratis. Masyarakat bisa menanam tanaman di lahan mereka sendiri, antara lain, kayu-kayuan, petai, jengkol, dan sengon disesuaikan dengan minat masing-masing. Selain bisa menjadi tambahan penghasilan, gerakan itu juga menjadi bagian dalam upaya bersama-sama menjaga lingkungan.
”Hal tersebut perlu dilakukan terus-menerus. Apalagi, laju kerusakan lebih cepat daripada rehabilitasi,” kata Evi.
Namun, ada pula tantangan yang dihadapi, yakni kekhawatiran warga soal kepemilikan tanah. ”Ada ketakutan lahan akan kami ambil. Padahal, kami hanya mengajak mereka menanam. Mereka diberi bibit untuk ditanam dan dijaga,” ujarnya.
Pemegang izin pemanfaatan lahan juga diharuskan melakukan kompensasi berupa rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bisa menurunkan degradasi DAS.
Forum DAS yang beranggotakan pemerintah, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat juga dibentuk. Keberdaaan forum itu diharapkan bisa mempercepat pemulihan DAS Kapuas. Ke depan, karena Kapuas DAS prioritas, kerusakan-kerusakan terus diperbaiki meskipun tidak mudah.
Pada 2018, dokumen penyusunan DAS terpadu sudah disusun. Hal itu diinisiasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalbar agar pengelolaan DAS Kapuas bisa lebih baik lagi.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Kalbar Nikodemus Ale menyarankan agar ada satu badan yang fokus memberikan perhatian terhadap sungai, tidak hanya Kapuas, tetapi juga DAS lainnya. DAS lain, antara lain, DAS Pawan di Kabupaten Ketapang dan DAS Sambas di Kabupaten Sambas.
Pemerintah hendaknya mulai berpikir membuat badan khusus yang pekerjaannya mengurus sungai, misalnya penataan investasi dan permukiman. Perlu ada organisasi perangkat daerah (OPD) yang fokus khusus menangani sungai sehingga memiliki legitimasi kuat.
”Kalau hanya balai atau forum, belum kuat. Jika balai atau forum statusnya dinaikan menjadi OPD, fokus mengelola sungai bisa lebih kuat melakukan penataan sungai,” ujar Nikodemus.
Sudah ada usaha untuk mengembalikan kondisi lingkungan Kapuas, tetapi jalan yang harus ditempuh masih panjang. Konsistensi menjadi kunci agar gerakan mengembalikan kondisi ekosistem Kapuas terus berjalan.