Ekonomi Malang Tumbuh, BI Siapkan Uang Lebih Banyak untuk Lebaran Tahun ini
Meningkatnya kebutuhan masyarakat selama bulan puasa membuat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang menyiapkan uang kartal Rp 4,511 triliun. Angka ini lebih besar dari tahun lalu yang hanya Rp 3,072 triliun.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang, Jawa Timur, menyiapkan uang tunai Rp 4,511 triliun selama Ramadhan hingga Idul Fitri 1442 Hijriah. Angka ini naik 46,84 persen dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,072 triliun.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Azka Subhan Aminurridho mengatakan, bertambahnya nilai uang yang disediakan selaras dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat selama puasa hingga Lebaran. Kantor Perwakilan BI Malang membawahkan Malang Raya, Pasuruan, dan Probolinggo.
”Peningkatannya signifikan dibandingkan dengan tahun lalu. Satu bulan sebelum puasa, bank-bank memang sudah minta uang untuk kebutuhan puasa dan Lebaran. Ternyata nilai permintaan mereka sebesar itu,” ujarnya, Rabu (5/5/2021). Uang tersebut diperuntukkan bagi layanan perbankan, bank perkreditan rakyat, dan layanan kas keliling.
Menurut Azka, ada beberapa hal yang memengaruhi peningkatan kebutuhan uang tunai di wilayahnya. Hal itu antara lain tren pertumbuhan uang kartal, preferensi perbankan ke pecahan Rp 100.000, dan mobilitas warga yang lebih longgar dibandingkan dengan tahun lalu (ada pembatasan sosial berskala besar).
Selain itu, kegiatan sektor usaha yang kian membaik akibat vaksinasi Covid-19 serta daya beli masyarakat yang kian membaik. Membaiknya daya beli masyarakat ditandai dengan inflasi Kota Malang. Pada Maret, misalnya, inflasi Kota Malang hanya 0,08 persen.
”Selain itu juga ada relaksasi beberapa kebijakan pemerintah, salah satunya pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan kebijakan BI soal pelonggaran (rasio pinjaman terhadap nilai) LTV/FTV (di sektor properti),” ucapnya.
Azka menilai ada beberapa sektor yang geliatnya cukup mencolok jelang Idul Fitri kali ini di wilayahnya, yakni perdagangan serta akomodasi makananan dan minuman. ”Sektor perdagangan dugaan saya paling ramai karena sektor ini melibatkan transaksi secara langsung. Selain itu, akomodasi makan dan minum (kuliner) juga besar,” katanya.
Dari pengamatan Kompas sepekan terakhir, di beberapa sentra perdagangan, khususnya di Kota Malang, terjadi peningkatan aktivitas jual beli dibandingkan dengan sebelumnya. Hal itu tidak hanya terjadi di pasar kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan yang lain, termasuk sandang.
Sektor perdagangan dugaan saya paling ramai karena sektor ini melibatkan transaksi secara langsung.
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran oleh Kantor Perwakilan BI Malang, omzet penjualan eceran pada April tumbuh 1,82 persen, melanjutkan tren Maret yang meningkat 19,32 persen. Kelompok komoditas yang mengalami peningkatan omzet penjualan adalah makanan-minuman dan tembakau (tumbuh 23,64 persen), diikuti perlengkapan rumah tangga (14,32 persen) dan lainnya.
Peningkatan omzet tersebut, antara lain, dipengaruhi oleh peningkatan pola konsumsi masyarakat selama Ramadhan, tunjangan hari raya, gaji ke-13, dan THR bagi aparatur sipil negara/TNI/Polri.
Selain itu juga ada stimulus dari pemerintah berupa subsidi biaya pengiriman pada program hari belanja nasional di akhir Ramadhan, ini diperkirakan akan mendorong konsumsi masyarakat.
Sebaliknya, untuk sektor wisata, menurut Azka, sepertinya geliatnya tidak terlalu besar meski Malang Raya menjadi tujuan wisata utama masyarakat Jawa Timur. Adanya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat pada masa Lebaran tahun ini, termasuk larangan mudik, menjadi faktor yang ikut memengaruhi.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Batu Sujud Hariadi mengatakan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Batu pada masa libur Lebaran kali ini diperkirakan turun akibat diterapkanya aglomerasi dan larangan mudik.
Selama ini, lebih dari 50 persen wisatawan yang ke Batu berasal dari Surabaya. Adapun wisatawan dari Malang Raya hanya 10-15 persen. Meski kondisinya cukup sulit, menurut Sujud, pelaku wisata bisa memahami kebijakan ini dengan alasan agar pandemi segera berlalu.