Vaksin Terbatas dan Mobilitas Tinggi, Kasus Covid-19 di Cirebon Melonjak
Tingginya mobilitas warga dan terbatasnya pasokan vaksin bisa memperburuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menjelang Lebaran. Kasus Covid-19 pun berpotensi melonjak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berpotensi melonjak seiring tingginya mobilitas warga jelang Lebaran 2021. Pada saat yang sama, vaksinasi Covid-19 belum optimal karena pasokannya terbatas.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Sartono, Selasa (4/5/2021), mengatakan, pasokan vaksin Covid-19 dari pemerintah pusat saat ini hanya 40 persen dari kebutuhan 376.632 sasaran di Cirebon. Target vaksinasi yang dimaksud adalah tenaga kesehatan, pelayan publik, dan warga lanjut usia.
”Ibarat mau perang, tenaga sudah siap, tetapi pelurunya enggak ada,” kata Sartono. Tenaga diibaratkan sebagai sumber daya manusia untuk vaksinasi Covid-19. Akibatnya, cakupan vaksinasi secara total masih minim. Cakupannya sebesar 16,3 persen untuk dosis pertama dan 12,8 persen dosis kedua.
Jika dirinci, vaksinasi dosis kedua bagi tenaga kesehatan dan pelayan publik masing-masing sebesar 76 persen (6.620 orang) dan 24 persen (37.921 orang). Bahkan, vaksinasi dosis kedua bagi warga lansia masih 1 persen atau sebanyak 1.098 orang dari target 207.320 warga lansia.
Padahal, vaksinasi bisa melindungi warga dari penyebaran Covid-19 dengan mengurangi tingkat keparahan dan kematian akibat virus tak kasatmata itu. Apalagi, kasus kematian akibat Covid-19 di Cirebon mencapai 402 orang atau 4,6. Angka ini di atas rata-rata kematian Covid-19 nasional, yakni 2,7 persen.
Menurut Sartono, kondisi bisa lebih buruk karena mobilitas warga yang memicu kerumunan cenderung meningkat jelang Lebaran. ”Kasus meningkat sepekan terakhir atau minggu ketiga Ramadhan,” ungkapnya.
Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Cirebon, kasus positif aktif melonjak dari 126 orang pada 25 April menjadi 484 orang pada Senin (3/5/2021). Positivity rate atau persentase kasus positif di Cirebon juga sebesar 9,8 persen. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Kasus meningkat sepekan terakhir atau minggu ketiga Ramadhan.
Sartono mengakui, masih ada potensi peningkatan kasus setiap masa libur. Ketika libur Natal pada 24 dan 25 Desember 2020, misalnya, kasus baru Covid-19 mencapai 17 orang. ”Setelah lima hari atau masa inkubasi virus, yakni pada 1 Januari 2021, kasus baru mencapai 78 orang per hari. Begitu pun dengan lonjakan kasus setelah Tahun Baru,” paparnya.
Sembilan titik
Kepala Kepolisian Resor Kota Cirebon Komisaris Besar M Syahduddi mengatakan telah menyiapkan sembilan titik penyekatan di perbatasan Cirebon untuk menghalau pemudik pada 6-17 Mei. Pelaku perjalanan yang terbukti mudik akan diputarbalikkan ke daerah asal. Ini demi mencegah penyebaran Covid-19.
”Namun, penyekatan tidak cukup. Jangan mengabaikan potensi kerumunan yang dimunculkan warga Cirebon,” katanya. Kawasan kuliner di Plered, misalnya, kerap dipadati pengunjung. Begitu pun dengan tempat perbelanjaan dan wisata, apalagi menjelang buka puasa.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Cirebon M Syafrudin mengatakan telah berupaya mengedukasi warga dan pelaku usaha untuk mematuhi protokol kesehatan. ”Hanya memang momennya bukan jelang buka puasa. Kami akan buat operasi saat buka puasa,” ujarnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon Ahmad Fariz mengingatkan, penyebaran Covid-19 semakin mengancam seiring ditemukannya varian baru, seperti B.1.617 asal India. ”Gejalanya semakin tidak khas, seperti batuk dan demam. Ini menyulitkan diagnosis. Tingkat fatalitasnya juga lebih buruk dari varian sebelumnya,” ujarnya.
Pihaknya telah berkoordinasi dengan Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar untuk pemeriksaan sekuens genom di Cirebon. Dengan begitu, potensi penyebaran varian baru B.1.617 itu di Cirebon bisa diketahui. ”Kita harus tetap 3T (tes, lacak, dan isolasi) serta 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilitas, dan menjauhi kerumunan),” ujarnya.