Petugas Urung Kosongkan Lokasi Tambang Liar Bajubang, Jambi
Surat gubernur menginstruksikan pengosongan lokasi tambang minyak ilegal di Bajubang selama tiga hari. Namun, di lokasi, eksekusi urung dijalankan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Tim Gabungan Penanganan Tambang Minyak Ilegal Jambi urung mengosongkan lokasi tambang liar di Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, yang sedianya berjalan selama tiga hari ini. Alasan menunda pengosongan lokasi, tim masih perlu menggelar sosialisasi kepada para petambang liar.
Eksekusi pengosongan di lokasi tambang minyak ilegal dalam Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin sedianya dilaksanakan dalam tiga hari, Senin hingga Rabu (3-5/5/2021). Hal itu sesuai instruksi Gubernur Jambi yang suratnya ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Sudirman.
Surat itu menyebutkan instruksi penertiban berlangsung serentak dengan melibatkan para pihak terkait. Namun, di lokasi tambang, eksekusi urung dilaksanakan.
”Memang ada instruksi eksekusi, tetapi belum jadi karena sesuai aturan, kami masih harus memberikan sosialisasi selama 7 hingga 15 hari,” kata Irmawati, Pelaksana Tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jambi, Selasa (4/5/2021).
Dengan begitu, kata Irmawati, eksekusi diperkirakan baru akan berjalan selepas masa Idul Fitri. Selagi masa sosialisasi ini, para pekerja tambang diminta dengan kesadaran sendiri merobohkan bangunan yang mereka dirikan. ”Ada banyak bangunan, seperti gubuk petambang dan juga warung makan, nantinya harus dirobohkan,” lanjutnya.
Para pekerja tambang diminta dengan kesadaran sendiri merobohkan bangunan yang mereka dirikan. (Irmawati)
Sebagaimana diketahui, Kamis lalu, para pemangku kebijakan akhirnya bersepakat menyelesaikan masalah tambang minyak ilegal dalam tiga fase. Yang terdekat adalah mengosongkan kawasan itu dari seluruh aktivitas liar. Pengosongan dilaksanakan terpadu oleh satuan polisi pamong praja di bawah koordinasi dengan Polri dan TNI.
Selain pengosongan, kesepakatan lainnya langkah pencegahan yang akan dilakukan Polda Jambi dengan membangun portal dan pos penjagaan dengan memasang kamera pemantau (CCTV). Penegakan hukum terus berjalan oleh aparat kepolisian.
Selanjutnya, dibuat program pemberdayaan masyarakat lewat alokasi anggaran satuan kerja di pemerintah daerah dan juga lewat pendanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Rangkaian upaya ini masuk ke dalam tahapan jangka pendek berbatas waktu akhir Mei mendatang.
Adapun pemulihan lingkungan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ditargetkan selesai akhir Oktober.
Kepala Bidang Humas Polda Jambi Komisaris Besar Mulia Prianto mengatakan, selain melaksanakan sosialisasi, tim gabungan dibagi menjadi tiga kelompok untuk mengecek pintu-pintu masuk lokasi tambang liar. ”Kelompok 1 menentukan rencana pendirian Pos Pantau Pengendalian di tiga titik akses keluar masuk kendaraan pengangkut minyak,” katanya.
Selanjutnya, Kelompok 2 melaksanakan sosialisasi di sebelah utara jalan dalam wilayah Desa Bungku dan Kelompok 3 melaksanakan sosialisasi di sebelah selatan, yakni wilayah Desa Pompa Air.
Sementara itu, Polres Batanghari juga mengecek lokasi penyulingan minyak ilegal di Desa Pompa Air. Ditemukan peralatan penampung minyak sebanyak 27 wadah besar, 100 unit drum, serta 2 unit tungku untuk menyuling minyak mentah menjadi bahan bakar minyak.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan, pihaknya telah menutup 612 sumur dan 119 bak penampungan ilegal dalam operasi April lalu. Sebelas pelaku turut ditangkap dalam operasi. Selanjutnya, 78.000 liter minyak hasil tambang liar disita sebagai barang bukti.
Meski operasi berlangsung cukup panjang, pihaknya mendapati dilema sebagian pekerja tambang nekat masih bertahan di lokasi. Saat sumur tambangnya ditutup, si petambang nekat memindahkan alat tambangnya ke lokasi lain di sekitar wilayah itu.
Kawasan Tahura Sultan Thaha Syaifuddin seluas 15.830 hektar sebelumnya dirambah untuk kebun sawit dan karet. Lima tahun terakhir, hutan itu makin dirusak untuk kepentingan tambang minyak ilegal. Kawasan hutan yang dirambah untuk tambang liar masuk pula ke dalam wilayah kerja pertambangan PT Pertamina EP (Persero) yang dijalankan oleh PT Prakarsa Betung Meruo Senami Jambi (PBMSJ).
Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang tahun 2019 hingga 2020, aktivitas tambang minyak ilegal sangat masif, khususnya di dalam Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Batanghari dan sekitarnya. Akibat aktivitas ilegal itu, diperkirakan potensi 4.000 barel hilang setiap hari. Dengan harga minyak 55-60 dollar AS per barel, kala itu, pendapatan hilang minimal Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar per hari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari Parlaungan mengatakan, sosialisasi sudah berulang kali dilakukan kepada para petambang. Penertiban perlu ketegasan. Jika seluruh bangunan selesai dirobohkan, akan memudahkan proses pemulihan lingkungan.
Pemulihan mendesak dilakukan karena kerusakan lingkungan sudah parah. ”Kami sangat berharap Danau Merah yang tercemar akibat genangan minyak hasil tambang liar itu masih bisa dipulihkan. Sebab, danau itu merupakan hulu Sungai Berangan,” katanya.