Tragedi Sate Beracun, Pupusnya Angan yang Berganti Dendam
NA diketahui pernah mengaku telah menikah siri dengan Tomi. Mereka juga membeli sebuah rumah. Psikolog mencermati, amarah yang membutakan nurani NA dipicu angannya meningkatkan status sosial yang pupus.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
Angkara membutakan nurani NA. Pupusnya kisah cinta berujung kesumat yang menggiringnya pada aksi nekat. Janji dinikahi pupus setelah sang kekasih memilih menyunting wanita lain. Paket ”dendam” yang dikirim justru salah sasaran dan mengantarnya ke jeruji penjara.
NA (25) berjalan gontai saat dihadapkan dalam gelar kasus sate beracun yang menewaskan NB (10) di Markas Kepolisian Resor Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (3/5/2021). Tatapan matanya kosong saat digiring dua polisi. Kepalanya terus tertunduk. Saat ancaman hukuman mati disebut dalam kasus yang menjeratnya, sekujur tubuhnya sekejap lemas. Sampai-sampai, polisi yang mengapitnya mesti memegangi lengan perempuan berambut panjang itu.
Kasus paket sate ayam beracun belakangan menggegerkan warga di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Paket ”salah sasaran” itu menewaskan seorang anak pengemudi ojek daring, yakni NB. NA, perempuan asal Majalengka, Jawa Barat, merupakan tersangka kasus pengiriman paket tersebut.
Sakit hati disebut sebagai motif utama dalam kasus ini. ”Motifnya adalah sakit hati. Si target menikah dengan orang lain. Tidak dengan dirinya,” kata Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Komisaris Besar Burkan Rudy Satria di Markas Polres Bantul, Kabupaten Bantul, Selasa (4/5/2021).
Target sasaran pengiriman makanan beracun sebenarnya adalah seorang pria bernama Tomi. Ia seorang anggota Polres Kota Yogyakarta. Tak disebutkan sudah berapa lama Tomi dan NA menjalin hubungan asmara. Hanya dijelaskan, keduanya pernah menjalin hubungan sebelum akhirnya Tomi menikahi orang lain. Dari keterangan yang dihimpun, Tomi merupakan salah satu pelanggan salon tempat NA bekerja di kawasan XT Square, bekas Terminal Umbulharjo.
Ketua RT 003 Dusun Cepoko Jajar, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Agus Riyanto (40), Selasa, menyampaikan, NA telah tinggal di wilayahnya lebih kurang sejak satu tahun silam. NA dan Tomi sempat datang menemuinya untuk meminta izin tinggal di wilayah tersebut. Keduanya mengaku telah menikah siri.
”Mbak NA menelepon orangtuanya saat menemui saya. (Orangtuanya) bilang ke saya, titip anaknya. Mau tinggal di sini. Ibunya bilang mereka sudah menikah secara agama,” kata Agus.
Sekitar tiga pekan sebelum kasus sate beracun itu mencuat pada 25 April silam, Tomi sempat menyambangi NA di rumahnya. (Eni Wulandari)
Agus menjelaskan, semua warga baru di wilayahnya diwajibkan melapor kepadanya, tidak terkecuali bagi NA dan Tomi. Keduanya juga diharuskan menyerahkan fotokopi KTP. Dari fotokopi KTP, ia juga mengetahui profesi Tomi sebagai seorang polisi. Di depan Agus, mereka mengungkapkan rencana tinggal di rumah yang dibeli di kampung tersebut.
Pantauan Kompas, rumah yang ditinggali NA dan dibeli bersama Tomi tersebut berada di perkampungan. Menurut pengakuan sejumlah tetangga, keduanya membeli tanah kapling yang kemudian dibangun oleh kontraktor. Rumah tipe 45 tersebut masih tampak baru. Ada pengatur suhu ruangan atau AC di dalamnya.
Eni Wulandari (50), tetangga sebelah rumah NA, tak menyangka NA terlibat pembunuhan berencana. Terlebih sasaran pembunuhan merupakan Tomi, yang dikenal Eni sebagai pasangan NA. Bahkan, menurut dia, sekitar tiga pekan sebelum kasus sate beracun terjadi 25 April silam, Tomi sempat menyambangi NA di rumahnya.
Sehari-hari NA dikenal ramah. Namun, menurut Eni, NA lebih banyak beraktivitas di luar rumah dibandingkan di rumahnya. ”Dia kerja dari pagi sampai malam. Tetapi, ramah dan selalu berusaha sosialisasi. Karena tidak bisa rutin sosialisasi, dia coba ikut arisan,” kata Eni.
Adapun aksi nekat pengiriman paket sate beracun dilakukan NA, Minggu (25/4/2021) sore. Saat itu, NA meminta tolong kepada seorang pengemudi ojek daring bernama Bandiman (47) untuk mengirimkan paket tersebut. Bandiman baru saja selesai shalat di sebuah masjid di Kota Yogyakarta. NA berdalih tak mempunyai aplikasi ojek daring sehingga melakukan pengiriman luring (offline). Bandiman dibayar sebesar Rp 30.000 untuk mengirimkan paket tersebut.
Kepada Bandiman, NA mengatakan, paket itu berasal dari Bapak Hamid di Pakualaman, Kota Yogyakarta. Berbekal nomor ponsel Tomi, Bandiman segera memacu sepeda motornya. Sesampainya di tujuan, Tomi tak berada di rumah. Bandiman hanya menemui istri Tomi.
Bandiman menelepon Tomi mengenai paket tersebut. Tomi tak mau menerimanya karena ia tak mengenal Hamid, yang disebut sebagai pengirim paket. Istri Tomi lalu mempersilakan Bandiman membawa pulang paket tersebut.
Bandiman mengira paket itu akan menjadi rezeki baginya. Lebih-lebih penghasilannya dari mengojek berkurang selama pandemi ini. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Paket sate ayam justru menewaskan putranya, NB. Istri Bandiman, Titik Rini (43), juga sempat dirawat di rumah sakit akibat menyantap sate tersebut.
Sianida
Paket sate ayam itu pun menjadi salah satu barang bukti yang diperiksa kepolisian. Pada 29 April 2021, hasil uji laboratorium menunjukkan sate ayam mengandung racun. Racun terdapat pada bumbu sate. Adapun jenis racun berupa kalium sianida (KCN). ”Racun yang dibeli itu berbentuk bubuk. Lalu, bubuk itu ditaburkan ke bumbu sate,” kata Burkan.
Bungkus sate, menurut Burkan, juga menjadi salah satu petunjuk penting ditemukannya NA. Sebab, bungkus sate tersebut berwarna kuning. Jarang sekali ada penjual sate menggunakan bungkus kertas berwarna kuning. Cara penyusunan lontong juga berbeda. Lontong disusun rapi. Terlebih lagi, warung sate tersebut buka pada siang hari. ”Warung sate yang buka siang hari, kan, bisa dihitung,” ucap Burkan menjelaskan cara polisi menelusuri NA.
Beragam petunjuk itu merujuk pada sebuah warung sate yang berlokasi di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Aparat kepolisian turut menanyai penjual warung sate itu. Dari keterangan yang dikumpulkan, petunjuk mengerucut pada sosok NA yang akhirnya dijemput aparat kepolisian di rumahnya pada Jumat (30/4/2021).
Usut punya usut, ide meracun tidak terlintas begitu saja di pikiran NA. Ada seorang teman NA, berinisial R, yang juga pelanggan di salon tempat NA bekerja, yang memberi bisikan agar Tomi diberi racun saja. Menurut pengakuan NA, ia direkomendasikan agar membeli racun berjenis sodium sianida (NaCN). Pembelian dilakukan secara daring melalui aplikasi e-dagang sejak Maret lalu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Polres Bantul Ajun Komisaris Ngadi mengatakan, NA mengaku dirinya tidak tahu dampak dari racun sianida yang diberikan. Efek racun diketahuinya hanya akan menyebabkan sakit perut. Ketidaktahuan ini diduga disebabkan latar belakang pendidikan NA yang hanya lulusan SMP.
Sama seperti Tomi, R juga merupakan pelanggan salon tempat NA bekerja. Keduanya sudah lama saling mengenal. Aparat kepolisian telah mencoba mencari keberadaan R, tetapi belum juga menemukannya. Ponsel milik R juga tidak aktif beberapa waktu terakhir.
”Tim kami sedang bergerak untuk memastikan siapa sebenarnya R. Mudah-mudahan segera ada titik terang,” kata Ngadi.
Angan yang pupus
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro menjelaskan, dalam kasus tersebut, dendam tumbuh dalam hati NA dipicu pupusnya angan dalam benaknya. Didekati seorang polisi, seolah dipandang sebagai sesuatu yang berharga bagi NA. Ini dapat dilihat dari latar belakang NA yang hanya berpendidikan rendah dan berasal dari kampung.
Koentjoro mencermati, NA menjunjung nilai atau status sosial dalam kehidupannya. Menjadi istri seorang polisi dipercaya meningkatkan status tersebut. Akan tetapi, bayangannya tak terwujud karena pasangannya justru menikah dengan orang lain. Padahal, NA ingin menggapai status tersebut setelah menikah dengan Tomi.
”Ini mimpi yang terputus. Kemudian, timbul dendam yang berapi-api. Dendam itu melupakan segalanya. Saya melihat dendamnya begitu kuat,” kata Koentjoro.
Koentjoro menambahkan, pengakuan dari tetangga bahwa keduanya telah menikah siri menjadi faktor lain yang membakar emosi NA. Sebab, katanya, pernikahan siri merupakan salah satu cara mengesahkan pasangan suami istri secara agama meski belum mendapatkan pengakuan negara. Namun, belakangan, terjadi pergeseran makna atas pernikahan siri.
”Maknanya bergeser menjadi sekadar tujuan pelegalan aktivitas seksual agar sah sebagai sepasang suami-istri. Biar legal, ya kawin siri,” kata Koentjoro.
Diawali dengan cinta lalu berakhir dengan tragedi. Kini, NA harus meratapi nasibnya menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan berencana. Murka yang membutakannya harus dibayar dengan dinginnya jeruji besi.