Diabaikan di Negeri Jauh, Pekerja Migran NTT Peduli Saat Pemda Terbebani
Pekerja migran asal NTT di Malaysia ingin memberi sumbangan bagi penyintas bencana siklon tropis Seroja melalui pemda. Namun, mereka kurang paham prosedur pengiriman.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Penyerahan bantuan uang di posko tanggap darurat bagi warga penyintas bencana siklon tropis Seroja di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (29/4/2021), diwarnai suasana hening. Sebagian orang di ruangan Posko Tanggap Darurat Bencana Seroja di Kupang terdiam. Di tengah kesulitan, para pekerja migran Indonesia ilegal itu tetap membantu pemda, meringankan beban hidup saudara mereka.
Bantuan dari pekerja migran Indonesia (PMI) asal NTT di Sarawak, Malaysia, itu merupakan pendonor ke-219 kategori kelompok. Donasi ini hanya dari satu lokasi, yakni di lahan perkebunan sawit di Sarawak. Jumlah mereka sekitar 175 orang, termasuk di antaranya 10 pendonor dari Makassar dan Toraja.
Monci Usboko (40), PMI yang baru pulang ke Kupang, Maret 2021, mengatakan, donasi dikumpulkan suaminya, Aprianus Usboko (45), dari ratusan PMI yang bekerja di satu perusahaan saja di Sarawak. Donasi diterima juru bicara Posko Tanggap Darurat Bencana Badai Seroja (PTDBBS), Marius Jelamu.
Mereka memberi bukan dari kelebihan, melainkan dari kekurangan yang mereka miliki.
”Uang yang terkumpul Rp 31.500.000, hasil sumbangan sukarela. Ada yang 100 ringgit Malaysia, ada yang 50 ringgit, dan ada pula 20 ringgit. Mereka ingin membantu sama saudaranya di NTT yang terkena musibah bencana. Meski tidak seberapa, diharapkan dana ini bisa membantu masyarakat NTT yang terdampak,” kata Monci.
Staf Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), staf oemprov, dan LSM yang sedang membantu di PTDBBS pun tertegun menyaksikan penyerahan bantuan itu. Sebab, bantuan datang dari kelompok masyarakat NTT yang sebenarnya juga hidup sederhana di negeri orang, yang juga korban perdagangan orang di luar negeri. Selama ini, kelompok ini sering dirundung masalah, seperti penganiayaan hingga kematian, atau tidak diberi gaji majikan.
Maksi Ndoen (32), salah satu sukarelawan di PTDBBS berbisik, dari jumlah bantuan, mungkin tidak seberapa. Namun, itu sangat bernilai besar. ”Mereka memberi dari kekurangan dan kesulitan,” katanya.
Saat mendengar bencana siklon tropis Seroja menerjang, meluluhlantakan bangunan, hasil pertanian, perkebunan, dan fasilitas umum di daerah itu, mereka tidak tinggal diam. Susah payah mereka mengumpulkan uang untuk pulang kampung atau mengirim buat keluarga di NTT, mereka masih peduli dengan masyarakat NTT.
Kisah pedih PMI asal NTT yang berakhir tragis bukanlah hal baru. ”Tidak dipedulikan saat mereka menderita, tetapi mereka peduli di saat pemda terbebani,” kata Ndoen.
Monci bersama suaminya, misalnya, sejak 2012 bekerja di Malaysia. Ia pulang demi merawat lima anaknya yang selama ini diasuh nenek. Aprianus masih bertahan di perkebunan sawit bersama ratusan warga NTT lain.
Mereka adalah pekerja ilegal yang diberangkatkan calo TKI dari NTT ke Malaysia. Selama bekerja di wilayah pedalaman itu, mereka jarang berkunjung ke kota Sarawak, takut terkena razia keimigrasian oleh Polisi Diraja Malaysia. Pihak perusahaan pun tidak mengizinkan mereka berkeliaran di luar kawasan perkebunan itu karena bakal bermasalah.
Menurut Monci, sesuai penuturan suaminya, pekerja imigran asal NTT sangat sedih dan khawatir saat mendengar kabar bencana akibat siklon Seroja yang menghancurkan daratan Pulau Timor, Sumba, Rote, Sabu, dan Flores. Mereka menangis mengingat istri-anak di kampung asal, terutama dari Adonara dan Lembata, jumlah korban terbanyak dari sana.
”Mereka menelepon keluarga, tetapi tidak pernah tersambung. Ternyata, pascabencana, terhitung 5-15 April 2021, jaringan telekomunikasi di NTT terganggu. Soal kerusakan jaringan telekomunikasi dan kerusakan PLN itu, tidak mereka bayangkan,” kata Monci.
Baru pada 15 April 2021 ada anggota keluarga yang berdomisili di Kota Kupang mulai terhubung. Informasi perkembangan pascabencana mengalir dan semakin memberi ketenangan.
Sipri Daton Dore (53), PMI asal Flores Timur di Johor Bahru, mengatakan, sekitar 100 pekerja di salah satu perkebunan Sawit di Johor Bahru juga sedang mengumpulkan uang untuk disumbangkan ke masyarakat NTT. ”Jumlah uang yang sudah terkumpul sekitar Rp 40 juta, tetapi kami kesulitan mengirim ke siapa. Kami sedang mencari nomor rekening Posko Tanggap Darurat Bencana di Kupang, NTT,” kata dia.
Menurut Daton, hampir semua PMI asal NTT di Malaysia ingin berpartisipasi memberi sumbangan bagi warga terdampak melalui pemda. Namun, mereka kurang paham prosedur pengiriman. Selain itu, mereka juga bekerja terpisah-pisah di kebun kelapa sawit, hortikultura, perbengkelan, dan peternakan.
”Saya kirim Rp 5 juta bagi dua saudara di Kampung Adonara, Flores Timur. Orangtua telah meninggal dunia, saya sama tiga anak dan istri di sini, Johor Bahru. Saya dan dua anak kerja di perkebunan sawit, istri siram sayur dan beri makan ayam. Anak-anak tidak sekolah,” kata Daton.
Juru bicara PTDBBS NTT, Marius Jelamu, yang menerima bantuan atas nama Pemprov NTT menyatakan merasa tak layak menerima bantuan itu. Donasi itu datang dari warga yang juga sedang berjuang dari kesulitan hidup.
”Atas nama pemprov, saya berterima kasih atas semua upaya dan jerih payah saudara-saudara dari NTT yang sedang mengadu nasib di Malaysia. Mereka memberi bukan dari kelebihan, melainkan dari kekurangan yang mereka miliki. Nilai pemberian ini lebih tinggi dari yang lain,” kata Jelamu.
Keterlibatan warga diaspora NTT, seperti di Papua, Papua Barat, Kalimantan, bahkan perwakilan mahasiswa di Yogyakarta dan Malang, dalam memberi sumbangan bagi penyintas bencana Seroja sangat diapresiasi.