Pencarian Korban Longsor PLTA Batang Toru Terkendala Tanah Labil
Tim SAR kesulitan mencari 10 korban hilang akibat longsor di PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan. Tanah di lokasi sangat labil dan terjal sehingga tim harus berhati-hati. Sejak Kamis, tiga korban ditemukan meninggal.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIPIROK, KOMPAS — Tim SAR gabungan kesulitan mencari 10 korban yang masih hilang akibat longsor di PLTA Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tanah di lokasi longsor masih sangat labil dan berada di area terjal sehingga tim harus sangat berhati-hati. Hingga Sabtu (1/5/2021) sore, tiga korban ditemukan meninggal.
”Tim SAR gabungan belum bisa bekerja maksimal karena di lokasi longsor ini tanahnya masih sangat labil. Kami harus mengantisipasi jika terjadi longsor susulan yang bisa membahayakan petugas,” kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Ismut Siregar.
Ismut mengatakan, pencarian dilakukan dengan peralatan yang memadai, termasuk alat berat ekskavator dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.
Tim SAR gabungan belum bisa bekerja maksimal karena di lokasi longsor ini tanahnya masih sangat labil. Kami harus mengantisipasi jika terjadi longsor susulan yang bisa membahayakan petugas.
Longsor sebelumnya terjadi pada Kamis (29/4) malam di jalan proyek yang dibuka oleh perusahaan untuk pembangunan PLTA Batang Toru yang saat ini masih dalam tahap konstruksi. Pengembang PLTA itu adalah PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).
Longsor terjadi dari tebing di atas Jalan R17 K4+100 Bridge 6, Kecamatan Batang Toru. Material longsor menimbun sebuah mobil proyek yang sedang memantau banjir lumpur dan warung kopi milik warga di bawah jalan itu. Longsor pun menimbun 10 warga yang berada di rumah dan tiga karyawan perusahaan kontraktor PT Shynohydro yang berada di mobil, satu di antaranya tenaga kerja asing dari China.
Tiga korban yang sudah ditemukan merupakan warga yang sedang di rumah, yakni Elmawati Waruwu (31) dan dua anaknya, Jupitor Gulo (10) dan Risda (2). Sementara korban hilang adalah pemilik kedai kopi Anius Waruwu (60), Yasmani Halawa (50), Novita Gulo ( 8), Sultan Fahri (6), Rio (4), Nursofiah (12), dan Sadarman Kristian (14). Korban hilang dari perusahaan adalah Long Quan (warga negara China), Dolan Sitompul, dan Doly Sitompul.
Kepala Kantor SAR Medan Toto Mulyono mengatakan, pencarian dilakukan tim gabungan dari Kantor SAR Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Polri, dan TNI. ”Kami menurunkan alat berat ekskavator dan anjing K-9 dari Polda Sumut untuk mencari korban hilang,” katanya.
Namun, pencarian pada Sabtu pagi hingga sore belum menemukan korban hilang. Pencarian sulit dilakukan karena timbunan longsor yang tinggi. Materialnya juga berupa tanah yang labil dan banyak batuan besar.
Warung kopi
Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal PT NSHE Firman Taufick mengatakan, longsor terjadi di jalan proyek dan menimpa warung kopi yang berbatasan langsung dengan jalan itu. Firman menyatakan, mereka sudah meminta pemilik warung kopi itu untuk merekolasi warungnya agar terhindar dari dampak pembangunan.
Namun, lahan tempat warung kopi itu tidak dibebaskan oleh NSHE. ”Seharusnya tiga hari lagi perusahaan dan pihak pemilik warung akan membicarakan perpindahan lokasi,” kata Firman.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara Doni Latuparisa mengatakan, seluruh aktivitas proyek PLTA Batang Toru sebaiknya dievaluasi karena sudah memakan korban jiwa. ”Sejak awal kami terus mengingatkan pembangunan PLTA Batang Toru bisa menyebabkan bencana ekologis,” kata Doni.
Walhi Sumut pun meminta agar penyebab longsor itu dikaji oleh pemerintah apakah berhubungan dengan aktivitas pembangunan PLTA Batang Toru. Menurut Doni, longsor tersebut menunjukkan perusahaan tidak mempunyai langkah mitigasi bencana yang memadai. Selain bencana longsor, daerah itu juga sangat rawan bencana gempa.