Pandemi Covid-19 Tak Sepenuhnya Mengurung Kampung Osing Banyuwangi
Pasar Kampung Osing yang ada di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, ada sejak 2018. Pasar ini tidak hanya memiliki nilai komersil, tetapi juga nilai kreatif.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
Desa-desa wisata bermunculan tiga tahun terakhir. Namun, bersamaan datangnya pandemi dan berkurangnya kunjungan, tak sedikit di antaranya yang hidup segan mati tak mau. Kampung Kemiren adalah salah satu desa yang masih eksis dengan kegiatan wisatanya meski dengan sejumlah pembatasan.
Salah satu program wisata yang masih eksis ada di Desa Kemiren ialah Pasar Kampoeng Osing yang digelar setiap minggu pagi dengan aturan protokol kesehatan. Tak hanya menguntungkan masyarakat, program ini juga menjadi penyumbang bagi BUMDes Kemiren.
Pasar Kampung Osing merupakan destinasi wisata pasar tematik yang menjajakan aneka kuliner tradisional Osing (suku asli Banyuwangi), misalnya pecel pitik, ayam kesrut, pelas tawon, sego tempong, hingga aneka jajanan tradisional, seperti cemplon dan kucur. Di sana pedagang kompak mengenakan baju tradisional khas Osing sehingga pengunjung yang berbelanja seolah sedang berada di tengah pasar tradisional tempo dulu.
”Saat ini ada 44 lapak warga yang berjualan di Pasar Kampung Osing. Para pedagang mayoritas warga Desa Kemiren. Hanya beberapa dari desa tetangga,” ujar Ketua Pasar Kampung Osing Misji (57), ketika ditemui di Banyuwangi, Sabtu (17/4/2021).
Misji mengatakan, para pelapak sebagian besar merupakan warga yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Di Kemiren, upah buruh tani hanya Rp 50.000 per hari dengan jam kerja pukul 07.00 hingga 16.00.
Pasar Kampung Osing, lanjut Misji, menjadi penghasilan tambahan bagi warga. Walaupun tidak buka setiap hari, setiap berjualan pada hari Minggu dari pukul 06.00 hingga 10.00, warga mendapatkan keuntungan bersih minimal Rp 100.000.
Hal itu dibenarkan oleh Samiati (42), salah satu pedagang Pecel Pitik dan Ayam Kesrut di Pasar Kampung Osing. Wanita yang sehari-hari juga membuka warung makan di rumahnya itu merasakan keuntungan lebih besar ketika ikut berjualan.
”Saat berjualan di Pasar Kampung Osing sebelum pandemi, saya bisa mendapat untung bersih Rp 500.000 per hari. Saat pandemi, saya hanya bisa mengantongi untung Rp 300.000. Jumlah tersebut lebih besar dari keuntungan harian berjualan di rumah yang hanya Rp 100.000 per hari saat sebelum pandemi dan hanya Rp 30.000 saat pandemi,” ucapnya.
Samiati cukup senang dengan penghasilan tambahan yang ia dapatkan dari Pasar Kampung Osing. Kendati tidak mendapatkannya setiap hari, nominal yang ia dapatkan cukup menjadi penghasilan tambahan.
Pendamping Lapangan Pasar Kampung Osing sekaligus Ketua Genpi Jatim Deddy Wahyu Hernanda (27) mengisahkan, Pasar Kampung Osing sudah ada sejak 2018. Pasar ini tidak hanya memiliki nilai komersil, tetapi juga nilai kreatif. Pada awal kemunculannya, pengelola pasar membuat aneka kegiatan dan hiasan yang membuat pasar ini semakin instagramable.
Pasar Kampung Osing, lanjut Deddy, juga menjadi sarana untuk mengonsolidasikan budaya. Pengunjung tidak hanya bisa berbelanja, tetapi juga bisa menikmati kesenian musik tradisional masyarakat Osing.
”Kami tidak hanya memberdayakan pedagang, tetapi juga masyarakat adat dan para seniman. Ada kesenian musik gedogan dan patrol yang selalu tampil di tengah pasar. Per hari mereka bisa mendapat Rp 600.000,” katanya.
Pasar Kampung Osing juga berkontribusi pada pengembangan desa dengan menyumbangkan sebagian keuntungan untuk BUMDes Kemiren. Pada awal berdirinya, 20 persen keuntungan pasar disumbangkan untuk BUMDes. Kini mereka bisa menyumbang 50 persen dari keuntungan untuk dikelola BUMDes.
”Dalam sebulan rata-rata keuntungan berkisar Rp 1,5 juta hingga 2 juta. Nah, dari keuntungan tersebut, 50 persen kami serahkan ke BUMDes Kemiren, sedangkan 50 persen lainnya untuk operasional pasar,” ujar Deddy.
Keberadaan Pasar Kampung Osing juga modal penting bagi Desa Kemiren hingga mampu mengantongi sertifikat Desa Wisata Berkelanjutan. Sebuah desa dapat diakui sebagai Desa Wisata Berkelanjutan jika memiliki pengelolaan berkelanjutan, keberlanjutan sosial ekonomi, keberlanjutan budaya, dan keberlanjutan lingkungan.
Pasar Kampung Osing mengambil peran pada penilaian aspek keberlanjutan sosial ekonomi. Pasar Kampung Osing tidak hanya mampu menarik minat wisatawan berkunjung, tetapi juga menyejahterakan masyarakat.