Pemudik Lebaran Diprediksi Mencapai 18,9 Juta Orang
Sekitar 18,9 juta warga diprediksi masih nekat mudik pada Lebaran 2021. Pemerintah daerah hingga tokoh masyarakat diminta menggencarkan narasi larangan mudik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Lebih kurang 18,9 juta orang diprediksi masih nekat mudik pada Lebaran 2021. Pemerintah daerah hingga tokoh masyarakat diminta menggencarkan narasi larangan mudik kali ini.
”Warga yang nekat mudik sebanyak 7 persen atau 18,9 juta orang. Ini masih sangat banyak,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Kamis (29/4/2021), di Pendopo Bupati Cirebon.
Turut hadir Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Ahmad Dofiri, Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal Nugroho Budi Wiryanto, dan Bupati Cirebon Imron Rosyadi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan pejabat setempat juga turut serta via virtual.
Sebelumnya, berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, sebanyak 33 persen atau 81 juta warga menyatakan akan mudik Lebaran pada 6-17 Mei jika tak ada larangan dari pemerintah. Sementara jika pemerintah melarang mudik, 11 persen atau 27 juta warga ingin tetap mudik.
Setelah sosialisasi larangan mudik, diperkirakan masih ada 7 persen atau 18,9 juta orang ingin pulang kampung. ”Jumlah ini harus diturunkan serendah-rendahnya. Ingat, Lebaran tahun lalu kasus aktif naik 93 persen. Ini data dan fakta,” lanjut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu.
Doni mengingatkan, meskipun kasus aktif dan angka kesembuhan di Indonesia lebih baik secara global, kasus kematian akibat Covid-19 masih tinggi, yakni 2,7 persen atau 45.116 orang. Rata-rata kematian secara global sekitar 2,1 persen.
Menurut dia, tidak ada jaminan tren penurunan kasus aktif dan peningkatan angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia berlangsung terus-menerus. Begitu pula dengan tingkat keterisian rumah sakit yang menurun dari sekitar 90 persen menjadi rata-rata di bawah 50 persen.
”Tren baik ini jangankan (bertahan) satu bulan, dua bulan, begitu kita lengah, maka kasus itu pasti (naik). Covid-19 ini dibawa manusia. Satu orang bisa menulari belasan hingga puluhan orang. Jangan kaget jika tiba-tiba India tsunami Covid-19,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Doni mengajak pemerintah daerah hingga tingkat desa menyampaikan narasi tunggal larangan mudik dari pemerintah pusat. Imbauan dari orangtua di kampung juga dibutuhkan agar anaknya di perantauan tidak mudik Lebaran.
Tokoh masyarakat dan tokoh agama pun diharapkan melakukan pendekatan personal dan emosional agar warga tidak nekat mudik. ”Jangan ada narasi berbeda dari larangan mudik. Harus satu komando,” ujarnya.
Jangan ada narasi berbeda dari larangan mudik. Harus satu komando.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, kebijakan larangan mudik dapat mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 di Jabar saat masa liburan. Libur Natal dan Tahun Baru 2021, misalnya, sempat membuat rumah sakit kewalahan dengan tingkat keterisian pasien Covid-19 hingga 80 persen.
Kini, tingkat keterisian rumah sakit di Jabar diklaim sekitar 43 persen. Pihaknya berupaya mengantisipasi lonjakan kasus saat Lebaran dengan menyiapkan titik penyekatan. Bahkan, pihaknya bersama Polda Jabar menambah titik penyekatan dari 120 menjadi 158 titik, termasuk jalur tikus.
”Tidak ada dispensasi kepada siapa pun kecuali tugas negara, tugas kedinasan, dan ketentuan lain. Di luar itu, semua yang niatnya mau ketemu orangtua saat Idul Fitri mohon menahan diri dulu,” ujarnya. Ia mengingatkan, salah satu kelompok rentan tertular Covid-19 adalah orangtua lanjut usia.
Kamil meminta para kepala daerah di Jabar satu komando dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait larangan mudik. ”Jangan mengambil kebijakan sendiri. Yang membuat Covid-19 tidak selesai-selesai karena banyak improvisasi dari bawah yang tidak satu arah,” ungkapnya.
Tes pelaku perjalanan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya menyiapkan tes Covid-19 gratis secara acak di terminal. Adapun di tempat penyeberangan akan dilakukan tes bagi seluruh penumpang dengan biaya mandiri.
”Kalau kendaraan pribadi, sifatnya imbauan untuk melakukan tes rapid antigen. Jadi, bukan sebuah keharusan,” ujarnya. Terkait wilayah aglomerasi, pergerakan masyarakat masih dibolehkan dan tidak diwajibkan tes usap antigen.
Budi juga telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk mencegah aktivitas travel gelap saat larangan mudik. Selain melanggar standar operasional transportasi dalam pencegahan Covid-19, travel tersebut juga mematok tarif tinggi. Biaya dari Jakarta ke Surabaya, misalnya, mencapai Rp 750.000 per orang.
Warga yang harus melakukan perjalanan saat larangan mudik karena kedinasan atau keperluan mendesak bisa menggunakan transportasi umum. ”Bus yang beroperasi akan dilengkapi stiker. Tidak semua bus boleh melakukan perjalanan,” ungkapnya.
Budi mengingatkan, potensi penyebaran Covid-19 masih ada di transportasi umum. Hal itu bisa dilihat dari tes GeNose C19 di 59 terminal tipe A serta pelabuhan penyeberangan sejak Kamis (22/4/2021) hingga kini. Dari 6.693 warga yang menjalani tes itu, sebanyak 363 orang terindikasi positif Covid-19.
Anggota Komisi VIII DPR, Selly A Gantina, menilai masih ada kebijakan sumir dan abu-abu dalam larangan mudik, misalnya surat izin perjalanan dari pemerintah desa atau kelurahan. ”Kesempatan pulang ini bisa dimanfaatkan oleh sektor informal yang domisilinya di luar kota,” ujarnya.