Hingga akhir Mei, pengosongan masif dilakukan pada lokasi tambang minyak ilegal di Bajubang. Pengosongan berlanjut dengan berbagai upaya pencegahan, penegakan hukum, dan pemberdayaan ekonomi warga.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Para pemangku kebijakan akhirnya bersepakat menyelesaikan masalah tambang minyak ilegal dalam tiga fase. Fase yang terdekat adalah mengosongkan kawasan itu dari seluruh aktivitas liar oleh satuan polisi pamong praja di bawah koordinasi Polri dan TNI.
”Setelah tim terpadu dibentuk, akan dilakukan pengosongan TKP (tempat kejadian perkara),” kata Hari Nur Cahya, Penjabat Gubernur Jambi, kepada pers. Hari mengatakan itu seusai beraudiensi dengan Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji dan sejumlah pemangku kebijakan terkait di Jambi, Kamis (29/4/2021).
Pengosongan akan menjadi langkah masif, mengingat banyaknya jumlah sumur ilegal dan pondok para pekerja tambang. Sebelumnya terdata lebih dari 1.400 sumur tambang liar. Itu belum termasuk pondok-pondok pekerja dan bak-bak penampungan minyak ilegal yang jumlahnya juga ribuan.
Seluruhnya menyebar pada lebih dari 1.000 hektar dalam kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin (Tahura Senami) di Kabupaten Batanghari, Jambi.
Selain pengosongan, lanjut Nur Cahya, audiensi itu juga melahirkan sejumlah kesepakatan. Untuk menahan petambang liar masuk kembali, langkah pencegahannya dengan membangun portal dan pos penjagaan dengan memasang kamera tangkap. Penegakan hukum terus dijalankan oleh aparat kepolisian.
Selanjutnya, dibuat program pemberdayaan masyarakat lewat alokasi anggaran satuan kerja di pemerintah daerah dan juga lewat pendanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Rangkaian upaya ini masuk ke dalam tahapan jangka pendek berbatas waktu akhir Mei mendatang.
Selanjutnya, dilakukan pemulihan lingkungan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditargetkan selesai akhir Oktober.
Secara khusus, terkait pengosongan, lanjut Nur Cahya, bilamana masih ditemukan pondok-pondok petambang liar dan sumur tambangnya, akan terus dilakukan upaya pengosongan kembali setidak-tidaknya hingga akhir Oktober. ”Jadi, pengosongan TKP akan berlangsung terus-menerus,” ujarnya.
Dirjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan, persoalan masifnya tambang minyak ilegal di Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin, Kabupaten Batanghari, telah menuai keprihatinan. Satu hari sebelumnya, ia pun sempat menyaksikan langsung dari udara betapa dahsyatnya kerusakan lingkungan dan masyarakat akibat masifnya praktik liar tersebut. ”Masyarakat merasakan sendiri dampak lingkungannya. Kerusakannya cukup luas,” katanya.
Kebijakan yang kemudian diambil adalah untuk prioritas keselamatan lingkungan dan keselamatan warga. Sementara wacana tentang wilayah pertambangan rakyat (WPR) dinilai tidak tepat untuk saat ini. Bagaimanapun, lanjut Tutuka, masyarakat tetap dapat menerima manfaat dari berjalannya tambang legal. Pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat sekitar harus menjadi perhatian negara. Itu sebabnya, program ekonomi lewat alokasi dana satuan kerja ataupun CSR korporasi masuk dalam kesepakatan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan, sebelumnya telah menggelar operasi pemberantasan tambang minyak ilegal selama 20 hari, April ini. Hasilnya, 612 sumur dan 119 bak penampungan ilegal ditutup. Sebelas pelaku turut ditangkap dalam operasi. Selanjutnya, 78.000 liter minyak hasil tambang liar disita sebagai barang bukti.
Masyarakat merasakan sendiri dampak lingkungannya. Kerusakannya cukup luas.
Meski operasi berlangsung cukup panjang, pihaknya mendapati dilema sebagian pekerja tambang nekat masih bertahan di lokasi. Saat sumur tambangnya ditutup, si petambang nekat memindahkan alat tambangnya ke lokasi lain di sekitar wilayah itu.
Kawasan Tahura Sultan Thaha Syaifuddin seluas 15.830 hektar, jauh sebelumnya telah dirambah lebih dari 10.000 hektar untuk kebun-kebun sawit dan karet. Sejak lima tahun terakhir, hutan itu turut dirambah untuk tambang minyak ilegal. Kawasan hutan yang dirambah untuk tambang liar masuk pula ke dalam wilayah kerja pertambangan PT Pertamina EP (Persero) yang dijalankan oleh PT Prakarsa Betung Meruo Senami Jambi (PBMSJ).
Catatan Kompas, sepanjang tahun 2019 hingga 2020, aktivitas tambang minyak ilegal sangat masif, khususnya dalam Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Batanghari dan sekitarnya. Akibat aktivitas ilegal itu, diperkirakan potensi 4.000 barel hilang setiap hari. Dengan harga minyak 55-60 dollar AS per barel, kala itu, pendapatan hilang minimal Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar per hari.