Berita Potensi Dampak Bencana dan Penguatan Mitigasi Minim
Media seharusnya memberikan semangat. Jangan membuat korban semakin jatuh. Berita dampak dengan kemanusiaan yang positif sangat penting agar korban tak semakin terpuruk. Media berperan besar membangun budaya siap siaga.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Pemberitaan tentang mitigasi bencana dan potensi kompleksitas dampak bencana belum masif diberitakan oleh media massa. Media cenderung mengeksploitasi kesedihan korban pascabencana.
Hal itu mengemuka dalam diskusi daring ”Peran Media Tingkatkan Literasi Bencana” yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Kamis (29/4/2021). Adapun pembicara dalam diskusi tersebut, Kepala Sub-Bagian Program Badan Penanggulangan Bencana Aceh Henny Nurmayani; Koordinator Program BMKG Blangbintang, Aceh, Zakaria Ahmad; dan jurnalis Kompas Ahmad Arif.
Henny menuturkan, pemerintah sangat butuh peran media massa untuk menyampaikan informasi kebencanaan. Namun, Henny menilai belum banyak berita mitigasi bencana diberitakan.
Seharusnya media memberikan porsi yang besar untuk isu kebencanaan. (Henny Nurmayani)
Literasi kebencanaan di media massa sangat perlu untuk menangkal informasi hoaks berkembang di tengah warga. ”Seharusnya media memberikan porsi yang besar untuk isu kebencanaan,” kata Henny.
Henny mengatakan, pihaknya banyak melakukan program kebencanaan, seperti penerbitan buku tsunami purba, pembentukan sekolah aman, kampus aman, desa aman, dan hotel aman. Namun, program tersebut kurang mendapat ruang di media sehingga informasi tidak tersebar luas.
”Kami akan mengadakan peningkatan kapasitas jurnalis secara berkala tentang isu kebencanaan,” ujarnya.
Henny mengatakan, peristiwa bencana alam nyaris setiap tahun meningkat. Pada 2020 terjadi 784 kali bencana alam dengan nilai kerugian Rp 359,7 miliar dan korban jiwa 18 orang. Bencana paling banyak terjadi kebakaran permukiman, kebakaran hutan, dan banjir.
Mengurangi risiko
Untuk itu, media perlu memberitakan mitigasi agar warga dapat mengurangi risiko bencana secara mandiri. Sebab, tingkat pengetahuan memengaruhi potensi keselamatan dari bencana.
Ahmad Arif mengatakan pengetahuan jurnalis terhadap isu kebencanaan masih rendah. Di sisi lain, pengambil kebijakan redaksi juga tidak responsif terhadap kebencanaan. Akibatnya, pemberitaan kebencanaan sering bias.
Media seharusnya memberikan semangat. Berita dampak dengan kemanusiaan yang positif sangat penting agar korban tidak semakin terpuruk. (Ahmad Arif)
Media lebih banyak memberitakan pascabencana dengan narasi yang cenderung mengeksploitasi kesedihan korban. Padahal, dalam keadaan sulit para korban perlu dikuatkan dengan informasi yang positif.
”Media seharusnya memberikan semangat. Jangan membuat korban semakin jatuh. Berita dampak dengan kemanusiaan yang positif sangat penting agar korban tidak semakin terpuruk,” ujar Arif, penulis buku Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme.
Arif menambahkan, isu kebencanaan yang sangat penting diberitakan adalah prabencana untuk membangun mitigasi. Warga yang tinggal di kawasan rawan bencana harus selalu diingatkan supaya mereka siap siaga.
”Bencana siklus yang terus berulang. Oleh sebab itu, penting bagi jurnalis memberitakan potensi bencana,” kata Arif.
Zakaria Ahmad, mewakili BMKG, menuturkan, media sangat membantu kinerja BMKG menyampaikan informasi prakiraan cuaca, titik panas, dan kegempaan. Melalui media massa, informasi dari BMKG tersampaikan kepada publik.