Dana Tunggu Hunian Korban Gempa di Malang dan Lumajang Diserahkan
Warga terdampak gempa bumi M 6,1 di Malang dan Lumajang yang rumahnya rusak berat segera menerima dana tunggu hunian untuk menyewa tempat tinggal. Tujuannya mencegah kerumunan sambil menunggu bantuan rumah permanen.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu (28/4/2021), menyerahkan secara simbolis dana tunggu hunian bagi warga korban gempa berkekuatan magnitudo 6,1 yang rumahnya rusak berat di Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur. Bantuan dana senilai Rp 500.000 per bulan untuk setiap keluarga selama tiga bulan.
Nilai dana tunggu hunian untuk Kabupaten Malang sebesar Rp 2,57 miliar dan di Lumajang Rp 927 juta. Berdasarkan validasi BNPB, jumlah rumah rusak berat di Kabupaten Malang sebanyak 1.716 unit dan Lumajang 618 unit.
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Rifai mengatakan, pihaknya segera mengeksekusi dana tersebut sambil menunggu fasilitas pembiayaan. ”Ini inisiatif dari BNPB dengan dana siap pakai yang memang ini dimungkinkan untuk dipakai,” katanya.
Menurut Rifai, dana tersebut bisa digunakan untuk menyewa rumah dan keperluan harian. ”Kalau tidak menyewa, mungkin menumpang sama keluarga, mereka bisa punya modal,” ujar Rifai, di sela-sela penyerahan secara simbolis dana tunggu hunian di Kantor Badan Koordinasi Wilayah III di Malang.
Hadir pada kesempatan tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Bupati Malang M Sanusi, dan Sekretaris Daerah Lumajang Agus Triyono.
Menurut Rifai, dengan dana tersebut, para korban gempa diharapkan tidak lagi tinggal di pengungsian. Pada akhirnya, kerumunan warga bisa dihindari karena saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19.
Dana ini untuk sementara diberikan selama tiga bulan. Jika masih kurang, bisa diberikan lagi hingga totalnya menjadi enam bulan. Harapannya, dalam waktu enam bulan itu, para penyintas sudah bisa membangun kembali rumah mereka.
Dana tunggu hunian ini untuk sementara diberikan selama tiga bulan. Jika masih kurang, bisa diberikan lagi hingga totalnya menjadi enam bulan.
Disinggung soal pembangunan rumah tahan gempa, Rifai mengatakan, ada tiga syarat, yakni pertama dipastikan rumah tersebut dibangun di area tidak rawan bencana. Dari sejumlah rumah rusak yang dilihat oleh BNPB, desainnya tidak ramah bencana gempa. Rumah dibangun tanpa fondasi dan tidak menggunakan tulangan.
”Kedua, biasanya kami menawarkan rumah instan yang sudah mendapat rekomendasi teknis dari Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR),” katanya.
Mereka juga mengundang pihak vendor yang berminat menawarkan rumah instan yang dapat dibangun dengan cepat. Dengan begitu, masyarakat tidak terlalu lama menunggu rumahnya selesai dibangun.
Terkait penyedia jasa atau vendor, Rifai mengingatkan perusahaan yang terlibat harus dipastikan memiliki kondisi keuangan sehat, mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan punya rekomendasi tertulis dari Kementerian PUPR.
”Syukur-syukur dari vendor bukan lagi rumah contoh, tetapi sudah rumah jadi. Misalnya rumah yang rusak dibangun satu unit agar masyarakat percaya. Ini kami sudah jalankan di beberapa daerah,” katanya.
Sementara itu Khofifah mengatakan, penerima dana tunggu hunian sudah melalui verifikasi BNPB. Pihaknya berharap ada percepatan pengajuan dari masing-masing pemerintah daerah supaya proses pencairan bantuan bagi para penyintas gempa segera turun.
”Yang rumahnya rusak ringan dan sedang diharapkan swakelola bisa dipercepat. Yang rusak berat nanti mereka terima rumah. Anggaran (stimulan) Rp 50 juta untuk rusak berat, itu di luar proses pengerjaan. Nanti tim TNI dan Polri akan membantu pengerjaan,” tuturnya.