Antisipasi Tsunami, Ribuan Pohon Ditanam di Pesisir Cilacap
Penanaman pohon di sepanjang pesisir pantai selatan Jawa digencarkan untuk mengantisipasi dampak tsunami. Kesadaran atas potensi bencana yang berulang pun perlu terus digaungkan untuk meminimalkan risiko bencana.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Sebanyak 3.313 pohon pule (Alstonia scholaris), palaka (Octomeles sumatrana), dan buton (Barringtonia asiatica) ditanam di Pantai Cemara Sewu, Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (28/4/2021). Ini sebagai upaya mitigasi meminimalisasi dampak bencana tsunami. Gempa dan tsunami yang berulang perlu diantisipasi dengan kesadaran dan budaya siap selamat.
”Kita semua harus meningkatkan budaya sadar bencana, budaya untuk siap selamat setiap saat karena bencana ini berulang, akan terjadi lagi dan akan terjadi lagi,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, yang ikut menanam pohon itu, di Cilacap, Rabu.
Doni menyampaikan, Jakarta, misalnya, pernah dilanda gempa pada tahun 1699, 1780, dan 1834. Adapun di Cilacap, gempa dan tsunami pernah terjadi pada 1921 dan 2006 dengan sumber gempa di selatan Pangandaran, tapi tsunami sampai Cilacap.
Tinggi tsunami di Pantai Cemara Sewu kala itu mencapai 4,3 meter dan di selatan Pangandaran mencapai 18,6 meter. ”Di Cilacap ada banyak yang terselamatkan karena ada benteng alam berupa Pulau Nusakambangan,” tuturnya.
Doni mengatakan, pada 2006, sebanyak 165 orang tewas akibat tsunami yang datang dari arah barat Cilacap itu. Jika sumber gempa dari arah timur, pesisir Cilacap tidak mempunyai pelindung benteng alam yang kuat seperti Pulau Nusakambangan.
Pembangunan tembok buatan untuk menahan tsunami juga dinilai tidak akan efektif. Oleh karena itu, penanaman pohon untuk meminimalkan dampak tsunami sangat diperlukan. ”Hanya bisa diatasi dengan vegetasi. Alam dihadapi dengan alam,” ujarnya.
Menurut Doni, saat sudah besar, diameter pohon palaka bisa setara dengan 30 orang dewasa yang saling bergandengan membentuk lingkaran. Pohon ini pernah ditemukan Doni di Ambon dan diperkirakan usianya ratusan tahun. Demikian juga pohon pule yang memiliki diameter 3 meter dan tingginya mencapai 30 meter.
Kepala Desa Bunton Sudin, yang juga saksi mata tsunami pada 2006, mengatakan, di desanya terdapat 12 orang yang meninggal akibat bencana itu. Warga yang tewas sebagian adalah petambang pasir besi yang tidak menyadari bahwa air laut naik menuju daratan.
Apalagi, warga saat itu tidak mengenali apa itu tsunami. ”Orang-orang waktu itu hanya berteriak, ’Banyune ngalor-banyune ngalor’, bahasa Indonesia-nya airnya ke utara-airnya ke utara,” tutur Sudin.
Menurut Sudin, dahsyatnya gulungan ombak tsunami itu bisa menggulung truk berisi pasir. ”Pengemudinya ditemukan meninggal di dalam truk yang sudah terseret sampai ke kolam itu,” kata Sudin, sambil menunjuk sebuah kolam yang berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai.
Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji menyampaikan, pihaknya berupaya menanamkan kesiapsiagaan terhadap bencana dengan pelatihan dan simulasi saat bencana alam. Kegiatan menanam pohon, lanjut Tatto, juga diusahakan tidak sekadar kegiatan seremoni, tapi juga tertanam dalam benak masyarakat sebagai bentuk kesadaran menjaga lingkungan.