Perdagangan satwa liar dari Sumatera ke Jawa melalui Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, masih terus terjadi. Selain burung kicau, petugas juga menggagalkan pengiriman anak orangutan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
KALIANDA, KOMPAS — Petugas gabungan dari Balai Karantina Pertanian Lampung dan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Bakauheni menggagalkan pengiriman dua ekor anak orangutan. Satwa dilindungi asal Sumatera Utara itu diduga hendak jual ke Tangerang, Banten.
Dua ekor anak orangutan itu disita petugas gabungan pada Senin (26/4/2021) malam. Saat itu, petugas memeriksa bus antarkota antarprovinsi yang dicurigai di pintu masuk Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Lampung.
”Orangutan sumatera berjenis kelamin jantan dan betina atau sepasang ini diperkirakan berumur kurang dari satu tahun,” kata Sub-Koordinator Karantina Hewan Balai Karantina Pertanian Lampung Akhir Santoso di Lampung Selatan.
Saat melakukan pemeriksaan, petugas menemukan keranjang berisi anak orangutan. Untuk mengelabui petugas, satwa liar itu disembunyikan di antara barang bawaan penumpang dalam bagasi bus.
Pengungkapan kasus perdagangan satwa ilegal itu juga dibantu oleh Jakarta Animal Aid Network (JAAN), salah satu lembaga pemerhati satwa liar. Sebelumnya petugas gabungan juga memantau bus yang diduga mengangkut satwa liar itu.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Pelabuhan Bakauheni Ajun Komisaris Ferdiansyah mengatakan, polisi telah menahan sopir dan bus yang digunakan untuk mengangkut anak orangutan tersebut. Saat ini sopir bus masih dalam pemeriksaan oleh aparat kepolisian.
Identitas
Kendati begitu, Ferdiansyah menyatakan belum dapat mengungkap identitas sopir bus demi penyelidikan lebih lanjut. Alasannya, polisi sedang menyelidiki pemilik dan penerima satwa ilegal itu. Untuk mempercepat penyelidikan sindikat perdagangan satwa dilindungi itu, kasus ini akan dilimpahkan ke Polres Lampung Selatan.
Orangutan sumatera berjenis kelamin jantan dan betina atau sepasang ini diperkirakan berumur kurang dari satu tahun. (Akhir Santoso)
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung M Jumadh mengatakan, perbuatan pelaku melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Pelaku terancam hukuman pidana paling lama dua tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Selain itu, pelaku juga melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancama pidana paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
Orangutan sumatera (Pongo abelii) merupakan primata yang dilindungi karena populasinya langka. Satwa endemik asal Sumatera itu saat ini masih diamankan di Kantor Karantina Pertanian Lampung. ”Selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam untuk proses lebih lanjut,” ujar Jumadh.
Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Hifzon Zawahiri, anak orangutan itu akan menjalani pemeriksaan agar diketahui kondisi kesehatannya. Apabila diperlukan, satwa juga akan menjalani karantina sebelum dilepasliarkan ke habitat asalnya di wilayah Sumatera Utara.
Dia menungkapkan, pengiriman satwa liar menggunakan bus AKAP memang menjadi modus yang paling sering dilakukan oleh pelaku. Saat mengirimkan paket berisi satwa, pemilik tidak menyertakan identitas dan alamat pengirim ataupun penerima. Para sopir bus biasanya hanya dibayar untuk mengantarkan paket tersebut ke suatu tempat atau tempat pemberhentian bus.