Penyebaran Covid-19 di NTB hingga hari ini masih belum terkendalikan. Lalu, ada ancaman varian baru Covid-19. Menyikapi hal itu, NTB menerapkan kewajiban karantina bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru pulang.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mewajibkan pekerja migran Indonesia yang baru pulang untuk menjalani karantina. Hal itu untuk mencegah penyebaran, termasuk ancaman varian baru virus Covid-19.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi NTB, total pasien positif Covid-19 di NTB mencapai 12.056 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 10.496 orang dinyatakan sembuh dan 530 orang meninggal. Sementara 1.057 orang masih positif.
Hingga saat ini, belum ada pasien yang terkonfirmasi positif varian baru Covid-19 di NTB. ”Tetapi, kalau kita melihat, di sejumlah negara dan di beberapa daerah di Indonesia sudah ditemukan. Oleh karena itu, harus dicegah. Jangan sampai masuk ke NTB,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi, di Mataram, Selasa (27/4/2021).
Pencegahan, kata Gede, harus dilakukan. Apalagi saat ini, NTB masih belum bisa mengendalikan penyebaran Covid-19. Hal itu terlihat dari masih terus terkonfirmasinya kasus baru di semua kabupaten/kota di NTB.
Oleh karena itu, kata Gede, salah satu langkah pencegahan masuknya varian baru Covid-19 adalah dengan mewajibkan karantina bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru tiba di NTB. Karantina bagi PMI berlangsung selama lima hari.
Menurut Gede, begitu tiba di Bandara Lombok, PMI akan dijemput oleh petugas masing-masing sesuai kabupaten/kota asal mereka. Setelah itu, mereka akan dibawa ke tempat karantina di setiap daerah asal. ”Khusus Lombok Barat dan Lombok Utara, serta PMI dari Pulau Sumbawa, ditangani oleh provinsi. Karantina mereka di Asrama Haji NTB. Akan tetapi, setelah lima hari, baru dijemput oleh pemerintah daerah masing-masing,” kata Gede.
Menurut Gede, kedatangan para PMI akan dipantau dengan ketat. Sejak turun dari pesawat, protokol kesehatan wajib dijalankan. Ini termasuk pemeriksaan suhu tubuh dengan fasilitas bandara. ”Jika ditemukan gejala, akan langsung ditangani. Begitu juga ketika mereka menjalani karantina,” kata Gede.
Gede menambahkan, saat ini, gelombang kepulangan PMI memang berkurang, terutama setelah ada pembatasan, yakni dari empat kali menjadi dua kali sebulan. ”Rabu ini, rencana ada 180 PMI yang pulang dari Malaysia. Mereka juga akan menjalani prosedur karantina yang sama,” kata Gede.
Menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, sejak Januari hingga 23 April 2021, total PMI asal NTB yang telah pulang sebanyak 6.757 orang. Jumlah itu terdiri dari 4.627 orang laki-laki dan 278 perempuan. Sebagian besar PMI bekerja di Malaysia.
Semua PMI yang pulang berasal dari sepuluh kabupaten/kota di NTB, yakni Mataram, Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Kota Bima, dan Kabupaten Bima. Jumlah terbanyak berasal dari Lombok Timur, yakni 3.366 orang, dan Lombok Tengah 2.289 orang.
”Karantina wajib dijalankan sebagai upaya preventif mencegah penyebaran Covid-19. Ini juga untuk kebaikan bersama. Tidak hanya PMI, tetapi juga keluarga mereka. Jangan sampai kepulangan mereka justru membawa bencana,” kata Gede.
Selain penambahan kasus positif baru, kasus kematian akibat Covid-19 juga masih terjadi. Senin (26/4), satu pasien meninggal berasal dari Sumbawa. Pasien itu meninggal memiliki komorbid.
Hingga saat ini, dari 350 orang meninggal, jumlah terbanyak berasal dari Kota Mataram, yakni 155 orang. Angka kematian tertinggi berikutnya tercatat di Lombok Barat dan Sumbawa, yakni masing-masing 83 orang. Lainnya sebanyak 44 orang dari Lombok Timur, 43 orang dari Lombok Tengah, 39 orang dari Kota Bima, dan Dompu 28 orang.
Selain itu, 23 orang dari Kabupaten Bima, 15 orang dari Lombok Utara, dan 10 orang dari Sumbawa Barat. Dari total pasien meninggal, 7 orang juga merupakan warga luar provinsi yang menjalani karantina di NTB.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Lalu Hamzi Fikri mengatakan, dari total pasien meninggal, sebanyak 62 persen di antaranya adalah pasien dengan penyakit bawaan (komorbid) serta lansia.
Oleh karena itu, lansia menjadi prioritas vaksinasi di NTB. Percepatan, menurut Fikri, dilakukan dengan mendorong keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, aparat TNI dan polisi, hingga keluarga.