Tak Ditangani Serius, Tambang Liar di Jambi Berlarut-larut
Meski telah berlangsung menahun, praktik-praktik tambang liar di Jambi tak kunjung tuntas ditangani. Beragam penindakan hanya berjalan sporadis dan tidak terpadu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Masalah tambang minyak dan emas ilegal yang berlarut-larut telah menuai konflik sosial dan dampak bencana lingkungan yang meluas. Namun, penanganannya hingga kini masih setengah hati dan belum terpadu.
Kepala Seksi Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi Dian Martiyosa mengatakan, selama ini belum ada usulan dari pemerintah daerah terkait dengan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Menyikapi hal itu, pihaknya telah meminta tiap-tiap daerah menyiapkan usulan wilayah. ”Usulan itu baru akan mereka (pemkab) sampaikan pekan depan,” katanya, Senin (26/4/2021).
Pihaknya mengakui persoalan tambang liar telah berlarut-larut. Jika usulan WPR masuk, prosesnya masih akan membutuhkan waktu. Lokasi yang diusulkan itu akan dicocokkan dengan data potensi kandungan serta analisis dampak lingkungannya.
Selain itu, masih diperlukan pula persetujuan dari lembaga terkait yang membidangi seperti Balai Wilayah Sungai, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Proses berikutnya berlanjut dengan pembahasan revisi rencana tata ruang wilayah.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi Doni Iskandar mengakui penanganan tambang liar sangat dilematis dan berdampak pada rencana pembangunan daerah. Pihaknya merencanakan arah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Jambi pada pengembangan di sektor hilir dan pemanfaatan non-ekstraktif. Potensi hutan dan sungai agar dikelola berkelanjutan.
Akan tetapi, lanjutnya, aktivitas tambang ilegal semakin masif. Dari hasil analisis, eksploitasi minyak dan emas ilegal yang masih berlangsung hingga kini tidak berjalan seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat luas. ”Dari hasil analisis, manfaatnya hanya diperoleh segelintir orang, sedangkan dampak bencana lingkungan yang mengintainya sangat besar,” ujarnya.
Besarnya kepentingan para pemodal juga telah memecah belah masyarakat. Ketua Pengelola Hutan Desa Lubuk Bedorong, Kabupaten Sarolangun, Zawawi mengatakan, tambang emas liar yang menggempur hutan dan sungai di desa itu tidak hanya menghancurkan lingkungan, tetapi juga mengakibatkan konflik sosial.
Pekan lalu, seorang warga tewas ditikam warga lain karena berebut lahan tambang. Sebelumnya, masyarakat yang berjuang untuk mengusir petambang-petambang liar itu juga mengalami intimidasi. Kondisi itu menimbulkan gelombang ketakutan.
”Gara-gara tambang (emas) liar, masyarakat yang semula hidup tenteram jadi terpecah, saling tuduh, dan berkonflik,” ujarnya. Pihaknya berharap penegakan hukum serius mengentaskan persoalan itu. Pemerintah daerah juga didesak serius memberikan solusi bagi masyarakat.
Tambang liar yang masih juga berlangsung telah memicu terjadinya banjir pada Kamis hingga Sabtu pekan lalu. Banjir melanda sepanjang kawasan hulu-hulu sungai dan baru mereda pada Sabtu. Banjir kiriman itu menggenangi tiga kecamatan sekaligus di Kabupaten Sorolangun.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sarolangun Trianto mengatakan, saat ini air telah surut. Namun, pihaknya tetap bersiaga mengantisipasi jika hujan kembali turun dapat berpotensi pada berulangnya banjir.