Siasat Kampoeng Osing Terus Eksis di Tengah Pandemi
Sejumlah anak muda terus berinovasi menciptakan aktivitas ekonomi kreatif berbasis jasa pariwisata di desa-desa. Kolaborasi generasi muda yang didukung pemimpin desanya mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi warga.
Desa wisata banyak bermunculan tiga tahun terakhir. Namun, kala pandemi Covid-19 merebak hingga tingkat kunjungan anjlok, tak sedikit yang mati gaya. Kampung Kemiren di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, desa wisata yang masih eksis dengan aneka kegiatan pariwisata walau diiringi pembatasan sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Salah satu program wisata yang masih eksis di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, itu ialah Pasar Kampoeng Osing. Pasar yang digelar setiap Minggu pagi sesuai protokol kesehatan tidak hanya menguntungkan masyarakat, tetapi juga mampu mengisi kas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kemiren.
Pasar Kampoeng Osing merupakan destinasi wisata pasar tematik yang menjajakan eneka kuliner tradisional Osing, suku asli Banyuwangi, misalnya, pecel pitik, ayam kesrut, pelas tawon, sego tempong, hingga aneka jajanan tradisional seperti cemplon dan kucur. Di sana, pedagang kompak mengenakan baju tradisional khas Osing sehingga pengunjung yang berbelanja seperti masuk terowongan waktu ke tengah pasar tradisional masa lalu.
”Saat ini ada 44 lapak warga yang berjualan di Pasar Kampoeng Osing. Para pedagang mayoritas warga Desa Kemiren. Hanya beberapa dari desa tetangga,” ujar Ketua Pasar Kampoeng Osing Misji (57) di Banyuwangi, Sabtu (17/4/2021).
Baca juga : Indahnya Seni Budaya Osing
Misji mengatakan, para pelapak di pasar yang buka pukul 06.00-10.00 sepekan sekali ini sebagian besar merupakan warga yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Mereka bisa mendapatkan keuntungan bersih minimal Rp 100.000, jauh lebih besar daripada upah buruh tani dari pukul 07.00-16.00 sebesar Rp 50.000 per hari.
Samiati (42), pedagang Pecel Pitik dan Ayam Kesrut di Pasar Kampoeng Osing, mengakui hal ini. ”Saat berjualan di Pasar Kampoeng Osing sebelum pandemi, saya bisa mendapat untung bersih Rp 500.000 per hari. Saat pandemi, saya hanya bisa mengantongi untung Rp 300.000. Jumlah tersebut lebih besar daripada keuntungan harian berjualan di rumah yang hanya Rp 100.000 per hari saat sebelum pandemi dan hanya Rp 30.000 saat pandemi,” ungkapnya.
Pendamping Lapangan Pasar Kampoeng Osing, yang juga Ketua Genpi Jatim Deddy Wahyu Hernanda (27), mengisahkan, Pasar Kampoeng Osing muncul sejak 2018. Pasar ini tidak hanya memiliki nilai komersial, tetapi juga nilai kreatif. Di awal kemunculannya, pengelola pasar membuat aneka kegiatan dan hiasan yang membuat pasar ini semakin Instagramable.
”Kami tidak hanya memberdayakan pedagang, tetapi juga masyarakat adat dan para seniman. Ada kesenian musik gedogan dan patrol yang selalu tampil di tengah pasar. Per hari, mereka bisa mendapat Rp 600.000,” tutur mereka.
Pasar Kampoeng Osing juga berkontribusi pada pengembangan desa dengan menyumbangkan sebagian keuntungan untuk BUMDes Kemiren. Pada awal berdirinya, 20 persen keuntungan pasar disumbangkan untuk BUMDes. Kini, mereka bisa menyumbang 50 persen dari keuntungan untuk dikelola BUMDes.
”Dalam sebulan, rata-rata keuntungan berkisar Rp 1,5 juta hingga 2 juta. Nah, dari keuntungan tersebut, 50 persen kami serahkan ke BUMDes Kemiren, sedangkan 50 persen lainnya untuk operasional pasar,” kata Deddy.
Baca juga : Pandemi Beri Tantangan Sekaligus Peluang bagi Pelaku Industri Kreatif
Berbagai kreativitas mampu membangun desa menjadi lebih berdaya. Datanglah ke Sumenep, kabupaten paling timur di Pulau Madura, Jawa Timur. Tak hanya kehadiran kafe dan tempat nongkrong di tengah kota yang mulai menggeber ekonomi warganya, tetapi juga kemunculan tempat wisata dengan gaya kekinian.
Lokasinya obyek wisata rata-rata dikembangkan ala-ala kekinian dengan banyak spot untuk berswafoto. Maka, kini, di Sumenep pun terus bermunculan kedai-kedai untuk nongkrong hingga larut malam.
Gerakan generasi muda
Seperti dikatakan Hasan Basri (35), yang dihubungi pada Rabu (21/4/2021). Hasan, anak muda yang bersama-sama pemuda lainnya, mengubah desa yang dulu nyaris tak terdengar menjadi terkenal. Pria asal Desa Darmista ini merintis pembangunan lima desa di Sumenep dan Kabupaten Pamekasan selama lima tahun. Maka, ketika membangun desa wisata Boekit Tinggi Sumenep, desa asal Hasan, lalu disusul Pantai Ekasoghi, dia memanfaatkan lahan tidak produktif. Mimpi Hasan menyejahterakan warga di sekitar tempat wisata kini mulai berhasil.
Baca juga : Milenial Merajut Wisata di Sumenep
Sekarang hampir semua destinasi polesan anak muda termasuk Pulau Sembilan, yang dimotori Kepala Desa Bringsang Sutlan, ramai. ”Saya terus menyempurnakan kawasan Gili Genting ini sesuai selera tamu yang tak pernah putus, bahkan selama pendemi Covid-19,” kata Sutlan. Dia menyediakan 20 kamar di pulau yang dijangkau dengan berlayar sekitar 30 menit dari Dermaga Dungkek.
Berkembangnya tempat wisata di Sumenep, dan terus mengalirnya turis baik lokal maupun mancanegara, secara perlahan penduduk Sumenep pun mulai bisa ditahan keinginannya untuk urbanisasi, pengangguran pun terkikis, karena mereka memiliki sumber penghasilan meski tinggal di desa.
Paling penting lagi, menurut Sutlan dan Hasan, pengembangan potensi wisata di Sumenep tetap mengutamakan pelestarian lingkungan. ”Sambil merangkul mereka mengembangkan usaha di rumahnya, sekaligus juga diajak bersama-sama menjaga lingkungan,” kata Basri.
Seperti diungkapkan Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Sumenep Imam Bukhori, geliat industri sektor wisata masih berpeluang kembali pada masa keemasan. Peningkatan jumlah kunjungan wisata diperkirakan marak pada akhir tahun.
”Selama pandemi Covid-19, memang ada penurunan jumlah wisatawan lokal meski tak terlalu signifikan karena semua yang terlibat dalam pengelolaan obyek wisata termasuk masyarakat terus-menerus diajak menerapkan ptrotokol kesehatan ecara ketat,” katanya.
Baca juga : Gebrakan Milenial Merangkai Penggalan Surga di Sumenep
Kreativitas anak muda juga membawa Desa Adiluhur, Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, memiliki tempat wisata edukasi. Taman Reptil Desa Adiluhur, Sabtu (17/4/2021) sore, tampak lengang. Arif Trihatmojo (24), pemandu wisata, mempersilakan Kompas masuk.
Wisata Taman Reptil menjadi magnet wisata bagi Desa Adiluhur sebelum pandemi Covid-19. Dalam kondisi normal, ada sekitar 100 pengunjung yang datang setiap hari untuk belajar tentang satwa dan reptil koleksi tempat ini. ”Dulu, saat sekolah aktif, banyak anak-anak sekolah berkunjung dan belajar ke sini. Sekarang, karena sekolah dari rumah, tidak ada kunjungan dari sekolah lagi,” tutur Arif.
Tempat wisata yang dirintis Novanda Alim Setya Nugraha (31) bersama para pencinta reptil ini memelihara 80 satwa, mulai dari ular, buaya, hingga musang. Seriring berjalannya waktu, Novanda, yang juga dosen Bahasa Inggris Institut Teknologi Telkom, Purwokerto, merintis Kampung Wisata Inggris Kebumen.
Baca juga : Pengembangan Desa Wisata
Namun, pandemi Covid-19 membuat semua aktivitas luar ruang ini terhenti. Kepala Desa Adiluhur Supardi menyampaikan, pandemi Covid-19 membuat aktivitas wisata vakum sehingga pihaknya berusaha mengisinya dengan pembangunan rumah budaya supaya nanti setelah kondisi pulih wisatawan kian banyak berkunjung ke desanya. ”Sementara masih pembangunan rumah budaya tetap berjalan, tapi aktivitasnya tidak,” kata Supardi.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kebumen Nugroho Tri menyampaikan, selama pandemi Covid-19, pemerintah tidak memiliki anggaran khusus untuk membantu operasional desa-desa wisata. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan pembinaan dan sosialisasi terkait protokol kesehatan dalam melayani pengunjung. Selain itu, promosi juga dilakukan pemerintah meski jumlah kunjungan wisatawan dibatasi.
Puluhan satwa dan reptil di Taman Reptil Desa Adiluhur tetap membutuhkan perawatan dan pakan. Per bulan butuh dana antara Rp 10 juta dan Rp 15 juta yang diambil dari kocek pemilik dan pengelola karena tidak ada pemasukan signifikan dari penjualan tiket selama pandemi. Terobosan di masa pandemi dibutuhkan untuk menjaga supaya geliat desa wisata tetap terjaga.
Di tengah keterbatasan aktivitas sosial di luar ruang untuk mencegah penyebaran Covid-19, para pemuda terus berkreasi agar tetap produktif. Mereka berkolaborasi mewujudkan ide kreatif menciptakan aktivitas ekonomi yang turut menyejahterakan orang lain.
(DKA/ETA/BRO)