Saatnya Benahi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pada peringatan 25 Tahun Otonomi Daerah secara daring, Senin, di Jakarta, Wapres Ma\'ruf Amin mengapresiasi pilkada serentak di 270 daerah. Meski demikian, perlu perbaikan agar indeks demokrasi lebih baik lagi.
Oleh
NINA SUSILO / NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otonomi Daerah berlangsung selama 25 tahun di Indonesia. Namun, indikator demokrasi, indeks pembangunan manusia, indeks persepsi korupsi, dan kemudahan berusaha menunjukkan Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi salah satu kunci.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dalam peringatan 25 Tahun Otonomi Daerah yang diselenggarakan secara daring, Senin (26/4/2021), di Jakarta, mengapresiasi penyelenggaraan pilkada serentak di 270 daerah pada 9 Desember 2020. Pilkada dinilai lancar, aman, tertib, dan terkendali kendati diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19
”Kendati demikian, peringatan Hari Otonomi Daerah perlu menjadi momentum untuk melihat dinamika dan tantangan yang akan dihadapi pemerintahan daerah di masa mendatang,” tuturnya.
Hadir dalam peringatan 25 Tahun Otonomi Daerah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan seluruh kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten/kota, DPRD, serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Pada peringatan kali ini, Kemendagri mengusung tema ”Bangun Semangat Kerja dan Tingkatkan Gotong Royong di Masa Pandemi Covid-19 untuk Masyarakat yang Sehat, Ekonomi Daerah yang Bangkit, dan Indonesia yang Maju”.
Peringatan Hari Otonomi Daerah perlu menjadi momentum untuk melihat dinamika dan tantangan yang akan dihadapi pemerintahan daerah di masa mendatang.
Kinerja pemda
Wapres Amin pun menunjukkan beberapa indikator yang menunjukkan kinerja pemerintahan daerah di Indonesia yang masih tertinggal dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara. Indeks demokrasi dunia yang dirilis The Economist Intelligence Unit dengan lima indikator, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil, menunjukkan posisi Indonesia stagnan di peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3 pada tahun 2019 dan 2020. Di Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat keempat di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.
Indeks pembangunan manusia (HDI), menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), dengan tiga indikator, yaitu harapan hidup, pendidikan, dan perekonomian, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-107 dengan skor 71,8 pada tahun 2020. Posisi ini hanya sedikit membaik dari tahun sebelumnya yang berada di nomor 111 dengan skor 71,5. Namun, Indonesia masih berada di bawah Malaysia dan Thailand.
Indeks persepsi korupsi Indonesia seperti dirilis Transparency International malah melorot pada tahun 2020. Apabila tahun 2019 Indonesia berada di peringkat ke-85 dengan skor 40, tahun 2020 Indonesia di posisi ke-102 dengan skor 37. ”Posisi Indonesia masih jauh di bawah Singapura (yang) peringkat ke-3 dengan skor 85, Brunei Darussalam peringkat ke-35 dengan skor 60, dan Malaysia peringkat ke-57 dengan skor 51,” tutur Wapres.
Dari sisi kemudahan berusaha (ease of doing business) seperti dirilis Bank Dunia, Indonesia sudah termasuk dalam klasifikasi ”easy” atau ”Mudah Berusaha” pada 2020. ”Namun (posisi Indonesia), masih di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand dengan klasifikasi very easy,” tambah Wapres Amin.
Ubah paradigma
Mengingat penyelenggaraan pemerintahan daerah salah satu kunci, ada tujuh hal yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan. Harapannya, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah terutama di masa pandemi Covid-19 bisa terus ditingkatkan.
Pertama, pemerintah daerah perlu mengubah paradigma pemerintahan dan pembangunan. ”Penyelenggaraan pemerintahan yang semula berorientasi pada birokrasi yang business as usual, harus berubah menjadi berbasis inovasi dan teknologi informasi dengan memanfaatkan modal budaya, SDM unggul, sumber daya alam, dan nilai-nilai lokal sesuai karakteristik daerah masing-masing,” tutur Wapres dari kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta.
Penyelenggaraan pemerintahan yang semula berorientasi pada birokrasi yang business as usual harus berubah menjadi berbasis inovasi dan teknologi informasi dengan memanfaatkan modal budaya, SDM unggul, sumber daya alam, dan nilai-nilai lokal sesuai karakteristik daerah masing-masing.
Sinergi dan koordinasi pemerintah, baik antarpemerintah daerah, antara pemerintah pusat dan daerah, maupun antara pemerintah dan swasta perlu terus ditingkatkan. Modal sosial seperti gotong-royong bisa dikapitalisasi. Ini adalah salah satu kekuatan ekonomi dan sosial di masyarakat Indonesia.
Ketiga, pemetaan masalah berbasis data perlu menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan. Wapres Amin mencontohkan pentingnya ketersediaan, kelengkapan, dan akses data dalam respons cepat pemerintah dan pemerintah daerah dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Digitalisasi data dan layanan pemerintahan dan pembangunan juga menjadi semakin relevan.
Perbaikan keempat untuk penguatan otonomi daerah adalah pada pembinaan, pengawasan (binwas), serta penerapan sanksi yang tegas dan jelas. Untuk itu, sangat penting sinergi antara binwas umum dari Kemendagri, binwas teknis dari kementerian sektoral, serta binwas daerah.
Kelima, pola penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu diperbaiki supaya lebih adaptif, inovatif, kolaboratif, dan korektif. Perbaikan keenam menyangkut reformasi birokrasi secara menyeluruh. Reformasi birokrasi ini mendorong organisasi perangkat daerah menjadi lebih sederhana, lentur, efisien dan efektif.
Terakhir, semua penyelenggaraan pemerintahan daerah harus konsisten dengan implementasi deregulasi kebijakan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Produk hukum daerah perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Permudah urusan
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian dalam pengantarnya menyebutkan, kehadiran Wapres menegaskan kembali betapa pentingnya otonomi daerah. Menurut Tito, keberagaman yang dibalut dalam bingkai otonomi daerah, menjadi modal besar untuk menciptakan Indonesia yang lebih maju dan lebih sejahtera.
Sistem aplikasi tersebut meliputi Sistem Informasi Mutasi Daerah (Simudah), Sistem Elektronik Peraturan Daerah (e-Perda), dan Sistem Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Si-LPPD).
Pada peringatan 25 tahun Otonomi Daerah ini, Mendagri meresmikan tiga sistem aplikasi layanan yang dibangun Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri. Sistem aplikasi tersebut adalah Sistem Informasi Mutasi Daerah (Simudah), Sistem Elektronik Peraturan Daerah (e-Perda), dan Sistem Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Si-LPPD).
Tito mengatakan, ketiga sistem tersebut untuk mengakomodasi urusan pemerintah daerah. Aplikasi Simudah, misalnya, dapat membantu aparatur sipil negara (ASN) pemerintah daerah dalam mengurus mutasi. Menurut dia, dengan kehadiran Simudah, ASN yang bersangkutan cukup mengunggah berkas persyaratan ke dalam sistem, tanpa perlu datang ke Kemendagri.
”Nah, selama ini mungkin mutasinya, untuk mengurus mutasi harus datang ke Kemendagri, belum lagi nanti ada calo-calo, pihak ketiga dan lain-lain. Dengan sistem ini, diharapkan menjadi lebih mudah, tidak harus daerah datang ke sini (kantor Kemendagri), apalagi datang ke sini ketemu eselon 4, eselon 3, eselon 2, banyak sekali mejanya,” tutur Tito.