Puncak Penyeberangan Feri di Kolaka Diprediksi Pekan Depan
Pada periode larangan mudik 6-17 Mei mendatang, lanjut Mahmuddin, penyeberangan feri untuk penumpang akan ditutup total. Meski begitu, feri tetap akan beroperasi normal untuk pengangkutan logistik dari dan menuju Sultra.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Sejumlah calon penumpang penyeberangan perintis tujuan pulau-pulau kecil di utara Jawa menunggu jadwal keberangkatan di Terminal Tanjung Wangi, Banyuwangi, Sabtu (24/4/2021). Sebagian warga memilih untuk mudik lebih awal karena khawatir perubahan aturan yang semakin ketat jelang Lebaran.
KENDARI, KOMPAS - Puncak arus mudik melalui penyeberangan feri di Kolaka, Sulawesi Tenggara, diprediksi terjadi pekan depan. Hal itu seiring pembatasan yang akan dilakukan untuk penumpang pada 6-17 Mei mendatang. Di satu sisi, mudik lokal di wilayah Sultra tidak dilarang.
Kepala Kantor Unit Pelaksana Pelabuhan ( KUPP) kelas III Kolaka Mahmuddin menuturkan, sejauh ini penumpang kapal masih di angka normal, yaitu sekitar 300 orang per hari. Selama sepekan terakhir, belum ada tanda-tanda lonjakan penumpang seperti tahun sebelumnya.
“Kemungkinan puncak arus mudik itu pekan depan, karena sejauh ini masih normal. Oleh karena itu kami siapkan beberapa perlengkapan, termasuk alat Ge-Nose Covid-19 yang mulai digunakan di banyak pelabuhan,” kata Mahmuddin, dihubungi dari Kendari, Senin (26/4/2021).
Pelabuhan feri di Kolaka adalah salah satu akses utama masyarakat Sultra menuju wilayah Bone, Sulawesi Selatan. Penyeberangan dengan feri dari dua pelabuhan ini membutuhkan waktu delapan jam, dengan jadwal yang teratur setiap harinya. Akses ini pun menjadi moda utama masyarakat baik untuk membawa barang, atau angkutan penumpang.
Pada periode larangan mudik 6-17 Mei mendatang, lanjut Mahmuddin, penyeberangan feri untuk penumpang akan ditutup total. Meski begitu, feri tetap akan beroperasi normal untuk pengangkutan logistik dari dan menuju Sultra, tanpa adanya penjualan tiket untuk penumpang.
Operasional feri tetap dijadwalkan normal, yaitu ada tiga kapal dalam sehari. Kapal akan mengangkut logistik, dan sejumlah penumpang dalam kondisi tertentu. Beberapa kriteria penumpang yang diperbolehkan, adalah orang sakit beserta satu orang pendamping, ibu hamil, hingga mereka yang bertugas ditunjukkan dengan surat tugas dari kantor.
Sejauh ini, petugas yang disiapkan masih dalam skala normal. Ke depannya, bersama aparat kepolisian, dan instansi lainnya, penjagaan ketat akan dilakukan seiring dengan masa berlakunya larangan mudik yang telah ditetapkan pemerintah.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Awak kapal menaikkan motor penumpang ke kapal, di Pelabuhan Rakyat Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (27/5/2019). Di tengah musim mudik, gelombang tinggi dan cuaca buruk membayangi wilayah Sultra. Padahal, transportasi laut adalah andalan di musim mudik seperti sekarang ini.
Pemerintah sebelumnya mengeluarkan aturan larangan mudik yang mulai berlaku pada 6-17 Mei mendatang. Semua moda penyeberangan dilarang, baik itu angkutan darat, udara, hingga penyeberangan laut. Aturan ini berbeda di banyak daerah, khususnya di daerah yang kasus Covid-19-nya kategori tinggi.
Di Sultra, mudik dalam wilayah provinsi tidak ada larangan. Hanya saja, dilakukan dengan menaati protokol kesehatan. Direktur Lalu lintas Polda Sultra Komisaris Besar Rahmanto Sujudi menuturkan, dari hasil koordinasi bersama pemerintah daerah, diputuskan tidak ada penyekatan mudik pada 6 Mei-17 Mei 2021. Mudik lintas kabupaten dalam satu provinsi masih dapat dilakukan dengan ketentuan menaati protokol kesehatan.
“Pada intinya jika masih dalam wilayah provinsi masih diperkenankan, tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan. Untuk antarprovinsi itu yang tidak boleh,” kata Rahmanto.
Kasus Covid-19 di wilayah Sultra masih terus terjadi. Hingga akhir Maret lalu, total kasus mencapai 10.266 orang, dengan 205 orang meninggal dunia. Sebanyak 509 orang masih dalam perawatan, dan 9.552 orang telah dinyatakan sembuh.
Pada intinya jika masih dalam wilayah provinsi masih diperkenankan, tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan
Meski angka kasus positif turun, epidemiolog Universitas Halu Oleo Ramadhan Tosepu berpendapat, hal tersebut bisa saja terjadi karena tes yang tidak masif dilakukan. Hal itu membuat jumlah kasus di Sultra minim dari dari ke hari.
“Sejak awal tuntutan kita semua itu agar tes diperbanyak, sehingga jumlah kasus sebenarnya bisa ketahuan. Kalau Angka pastinya kita tidak tahu, bagaimana mengambil langkah terbaik penanganan, Apakah dengan pembatasan secara besar, atau seperti apa,” jelas Ramadhan.
Petugas mengambil sampel darah untuk pengujian cepat Covid-19 di RSUD Bahteramas Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (22/7/2020). Ribuan spesimen menunggu antrian untuk diuji di satu-satunya fasilitas pengujian di provinsi ini.
Tidak dibatasinya pergerakan masyarakat, tutur Ramadhan, secara ekonomi memang signifikan, karena membuat roda aktivitas perdagangan ikut terputar. Akan tetapi, hal itu membuat penyebaran kasus bisa semakin masif tanpa terdeteksi.
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, pembatasan masyarakat di masa libur Lebaran menjadi hal penting untuk dilakukan. Selain itu, upaya vaksinasi harus terus digiatkan, sembari menambah jumlah tes setiap harinya.