Serda Pandu Yudha Kusuma bercita-cita memiliki anak bernama Nanggala. Namun, sebelum itu tercapai, Pandu terpilih berpatroli dalam keabadian bersama KRI Nanggala-402, kapal kebanggaan NKRI.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
Sebuah buku tergeletak di salah satu sudut rumah Mega Dhian Pratiwi. Sampul buku tersebut menampilkan foto Mega yang dipeluk mesra oleh Serda Pandu Yudha Kusuma. Di dalamnya tertera daftar tamu yang hadir di pernikahan mereka.
Tak jauh dari buku tersebut, kartu bersisi foto yang sama juga masih tersimpan. Kartu tersebut merupakan bagian dari suvenir pesta pernikahan yang baru digelar tepat dua bulan lalu.
Kendati buku dan kartu suvenir masih tersimpan dengan baik, suasana kemeriahan dan kegembiraan pesta pernikahan telah menguap. Tenggelamnya KRI Nanggala-402 beserta 53 awak di dalamnya mengubahnya menjadi keheningan dan kesedihan.
Serda Ede Pandu Yudha Kusuma, sang operator senjata, gugur dalam sebuah persiapan latihan penembakan rudal. Latihan yang ditunjukkan untuk unjuk kekuatan berubah menjadi suasana mencekam.
Kabar hilang dan tenggelamnya KRI Nanggala-402 juga menenggelamkan harapan Mega yang membayangkan membangun keluarga kecil bersama Pandu. ”Saya dan Mas Pandu sudah janjian, besok kalau punya anak akan diberi nama Nanggala,” ujar Mega di tengah isak tangisnya.
Beberapa hari sebelum kejadian, Mega yang sehari-hari bekerja sebagai bidan di Puskesmas Klatak sempat merasa tidak enak badan. Ia juga tidak datang bulan seperti bulan-bulan biasanya.
Saya dan Mas Pandu sudah janjian, besok kalau punya anak akan diberi nama Nanggala.
Mega sempat menyampaikan kondisinya itu kepada Pandu pada Senin (19/4/2021). Saat itu, Pandu masih berada di Surabaya. Selasa (20/4/2021) dini hari, Pandu kembali berkomunikasi dengan Mega.
Saat ini, Pandu meminta Mega untuk memeriksakan kondisinya kandungannya. Pandu meminta Mega untuk tes kehamilan hingga USG. Pandu juga menyempatkan diri berpamitan saat hendak melakukan layar dalam giat latihan penembakan rudal di Selat Bali.
Belum sempat Mega menuruti pesan Pandu, Rabu (21/4/2021) jelang buka puasa, Mega mendapati dirinya menstruasi. Harapan dirinya segera memiliki keturunan pun luntur.
Dalam waktu hampir bersamaan, Yayak Dwi Ernawati (46), ibunda Mega, mendapat informasi tentang hilangnya KRI Nanggala-402 melalui instastories rekannya. Yayak yang berada di luar rumah lantas masuk ke kamar Mega untuk memastikan kabar tersebut.
Belum sempat Yayak berbicara, Mega lebih dahulu menyampaikan bahwa dirinya menstruasi. ”Ma, Mas Pandu belum jadi diberi dedek, Ma,” ujarnya singkat.
Yayak hanya bisa memeluk Mega sembari menyampaikan kabar hilangnya KRI Nanggala-402. Keduanya lantas larut dalam suasana sedih yang mendalam. Sebagai seorang ibu, Yayak bisa merasakan pedih yang dirasakan putrinya.
Di tempat lain, di kediaman orangtua Pandu, kepedihan yang sama juga terasa. Peltu Wahyudi, ayahanda Pandu, tahu betul bagaimana rasa bangga seorang prajurit yang dilibatkan dalam sebuah operasi besar, kendati hanya latihan.
Peltu Wahyudi merupakan prajurit yang bertugas di Komando Distrik Militer 0825 Banyuwangi. Hubungan Wahyudi dan Pandu tidak hanya hubungan antara anak dan ayah. Keduanya justru seperti sesama rekan prajurit yang hanya berbeda matra.
”Sejak kecil, Pandu sudah sering mengungkapkan keinginannya menjadi tentara. Rasanya baru kemarin Pandu itu bilang ke saya ingin jadi ’tentaya’. Dia bilangnya ’tentaya’ karena masih cedal,” tutur Wahyudi.
Wahyudi terakhir berhubungan dengan putranya Minggu lalu. Kala itu, Wahyudi menghubungi putranya melalui sambungan panggilan video. Wahyudi memamerkan sepatu PDL yang ia dapatkan dari hasil pembagian jatah di Kodim 0825 Banyuwangi.
”Le, Ayah dapat pembagian sepatu,” pamer Wahyudi kepada Pandu. ”Wah, bagus sepatunya, Yah. Mau dipakai atau mau dikasihkan siapa, Yah?” tanya Pandu. ”Ya, untuk sampean (kamu). Bukan untuk siapa-siapa. Kan, sebentar lagi Ayah pensiun,” jawab Wahyudi kala itu.
Sepatu yang hendak diberikan Wahyudi kepada Pandu itu masih tersimpan di kamar. Setiap kali melihat sepatu itu, Wahyudi terenyuh. Segagah-gagahnya prajurit, siapa yang tidak menangis saat melihat prajurit kebanggaannya pergi untuk selamanya dalam sebuah tugas.
Pandu kini pergi untuk berpatroli dalam keabadian. Pandu pergi bersama Nanggala, kapal kebanggaan dan nama buah hati yang ia idamkan. Pandu bertugas bersama dengan harapan dan tanggung jawab yang dibanggakan orangtuanya.
Selamat jalan, Mas Pandu. Hormat bagi patriot sepertimu….