Kebakaran Lahan di Kalteng Diduga Sengaja Dilakukan
Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah mulai terjadi bulan ini. Sudah lebih dari 200 hektar terbakar. Pemerintah menduga kejadian itu sengaja dilakukan untuk membuka kebun.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah kembali marak. Dalam waktu seminggu, setidaknya terjadi tiga kebakaran lahan yang diduga sengaja dibakar. Sampai saat ini, setidaknya sudah 227,49 hektar lahan terbakar.
Tiga kejadian kebakaran itu ada di Kota Palangkaraya dan Kabupaten Sukamara. Meski sudah berhasil dipadamkan namun ancaman bencana karhutla membayangi warga Kalimantan Tengah.
Data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan sejak Januari 2021 hingga Minggu (25/4/2021) terdapat 437 titik panas tersebar di 14 kabupaten dan kota. Selain itu, BPBPK mencatat terdapat 99 kejadian kebakaran lahan dengan luas yang terbakar mencapai 227,49 hektar. Ukuran ini hampir mencapai ukuran luas kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Kotawaringin Barat menjadi wilayah dengan luas kebakaran paling besar hingga mencapai 77,15 hektar. Salah satunya terdapat di Kilometer 15 jalan Pangkalan Bun ke Kotawaringin Lama, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat. Wilayah ini terbakar hebat pada Maret lalu.
Selain Kotawaringin Barat, Kota Palangkaraya kini menjadi perhatian karena dalam seminggu terakhir terdapat setidaknya dua kejadian kebakaran dengan luas lahan terbakar mencapai 39,23 hektar. Kepala Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBPK Provinsi Kalteng Kibue mengungkapkan, kebakaran terjadi diduga karena sengaja dibakar.
”Kalau masyarakat yang memiliki lahan terus membuka lahan dengan cara membakar, maka kami khawatir kejadian seperti ini akan meningkat,” ungkapnya.
Kibue menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan aparat dan lembaga terkait untuk menyiapkan segala sarana prasarana yang dibutuhkan untuk pemadaman. Sementara untuk urusan hukum pihaknya menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada penegak hukum
Hal serupa juga disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Emi Abriyani. Menurut dia, kebakaran di Palangkaraya terjadi karena warga sengaja ingin membuka lahan.
”Di lokasi kebakaran terdapat bekas tebasan rumput dan lahan sudah dibersihkan dengan cairan kimia yang membuat tanaman cepat mati atau kering. Kalau sudah di-roundap (disempot cairan kimia) tinggal lempar saja apinya pasti terbakar,” ungkap Emi.
Di lokasi kebakaran terdapat bekas tebasan rumput dan lahan sudah dibersihkan dengan cairan kimia yang membuat tanaman cepat mati atau kering. —Emi Abriyani
Pihaknya yakin pihak kepolisian sudah melakukan penyelidikan terhadap kejadian tersebut. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan kebiasaan membakar saat membuka lahan.
Sebelumnya, akhir Maret lalu, Kepolisian Daerah Kalteng telah menggelar apel siaga kebakaran hutan dan lahan di Palangkaraya. Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng Inspektur Jendral Dedi Prasetyo menjelaskan, seluruh personel Polda Kalteng terlibat dalam apel itu siap melaksanakan patroli dan ikut memadamkan api dalam peristiwa kebakaran lahan.
”Diharapkan kepada pimpinan di setiap satuan kerja agar dapat mengatur anggarannya sebagai bentuk dukungan berupa makan dan minum untuk para anggota yang melaksanakan piket dan anggota yang turun ke lapangan dalam penanganan karhutla apabila sewaktu-waktu terjadi,” kata Dedi.
Dedi menambahkan, pihaknya akan membuat standar operasional prosedur terkait penanggulangan dan penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan. Ia juga akan membentuk tim dan satuan tugas dalam melaksanakan patrol juga tim pemadam.
”Tidak boleh sendiri, harus bersinergi dengan lembaga lainnya,” ujar Dedi.
Walakin, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya menyatakan saat ini wilayah Kalteng belum memasuki musim kemarau. Prakirawan Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Reniananta, menjelaskan, pihaknya memprediksi musim kemarau baru akan terjadi pada bulan Juli. Namun, saat musim hujan ini curah hujan masih menurun drastis.
”Kami perkirakan bulan Mei di wilayah Kapuas akan menjadi yang pertama terjadi kemarau, tetapi itu (kemarau) tidak merata ke semua wilayah. Masih ada hujan,” ungkap Reniananta.