Pembersihan Tumpahan Minyak di Karawang Ditargetkan Rampung Tiga Minggu
Tumpahan minyak akibat kebocoran pipa Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java muncul di pesisir utara Karawang, Jawa Barat, sejak beberapa hari lalu. Upaya pembersihan ditargetkan rampung dalam tiga minggu.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Tumpahan minyak akibat kebocoran pipa Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) muncul di pesisir utara Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sejak beberapa hari lalu. Upaya pembersihan ditargetkan rampung dalam waktu tiga minggu yang dilanjutkan dengan pemulihan lingkungan.
Tumpahan minyak berwarna hitam pekat tersebar di sejumlah titik pantai utara Karawang, Sabtu (24/4/2021). Ada yang di pasir pantai, bebatuan, hingga jalan utama tepi pantai. Bau minyak tercium pekat saat angin berembus.
Dalam kunjungannya ke Pantai Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana meminta PHE ONWJ agar segera membersihkan tumpahan minyak yang muncul di darat dan di laut. Dia tak ingin kejadian di tahun 2019 kembali terulang sehingga berdampak luas pada warga sekitar.
”Kami memberikan deadline agar permasalahan ini tidak berlarut, maksimal tiga minggu untuk pembersihan. Jika sudah beres, pemulihan lingkungan akan dilakukan sesuai dengan kajian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Cellica.
Kebocoran pipa terjadi di sekitar area BZZA atau sekitar 15 mil (27,78 kilometer) dari bibir pantai Karawang, Kamis (15/4/2021) sore. Tumpahan minyak muncul di pesisir pantai seminggu kemudian. Sumber tumpahan minyak kali ini berbeda dengan insiden yang terjadi pada Juli 2019. Kala itu, tumpahan minyak berasal dari pengeboran sumur YYA-1 di Blok ONWJ.
Manager Communications, Relations & CID PHE ONWJ Hari Setyono mengatakan, pihaknya telah melakukan pengamanan dan perbaikan pipa sehingga dipastikan tidak ada lagi ceceran minyak yang keluar. Tim penanganan juga mengerahkan beberapa kapal untuk melakukan pembersihan minyak di area laut.
Pemantauan pun terus dilakukan melalui laut dan udara mengikuti trajektori model tumpahan minyak (MOTUM), termasuk fasilitas produksi PHE ONWJ dan area potensial lainnya. ”Sisa minyak yang ada di perairan kami kejar dan lakukan eliminasi secara langsung. Untuk kegiatan ini, kami mendapat dukungan penuh dari nelayan yang berkeinginan untuk terlibat dalam pembersihan,” ucap Hari.
Corporate Secretary Pertamina Subholding Upstream Whisnu Bahriansyah menyampaikan, pihaknya akan bertanggung jawab dan berkomitmen melakukan pemulihan lingkungan akibat tumpahan minyak. Saat ini, pihaknya masih fokus melakukan pembersihan tumpahan minyak dan menginvestigasi penyebab kebocoran pipa di lokasi tersebut.
Pemulihan lingkungan menjadi salah satu prioritas yang harus dilakukan segera. Pada pertengahan Juli 2019, empat bangkai lumba-lumba ditemukan di pesisir utara Karawang setelah insiden kebocoran anjungan lepas pantai YYA-1 di Blok PHE ONWJ. Bangkai lumba-lumba itu ditemukan nelayan dan aktivis lingkungan dalam kurun waktu yang berbeda di tahun 2019.
Bangkai pertama ditemukan di dekat Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Senin (15/7/2019). Akhir Juli, ditemukan lagi bangkai lumba-lumba. Pada 17 Agustus 2019 ditemukan bangkai lumba-lumba ketiga di muara Sungai Cilebar, Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar. Terakhir, bangkai ditemukan pada 5 September 2019 di kawasan Pantai Pelangi, Kecamatan Pedes.
Menurut peneliti pencemaran laut dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Muhammad Reza Cordova, laut yang tercemar limbah tumpahan minyak dapat berpengaruh terhadap kehidupan ikan dan ekosistem di dalamnya. Pada saat terekspos tumpahan minyak langsung, ikan bisa langsung pergi menjauhi tumpahan minyak tersebut. Namun, minyak yang tercampur di kolom air akan membuat ikan terpapar secara tidak langsung.
Hal ini bisa mengganggu pertumbuhan ikan. Hal itu dapat membuat ukuran hati membesar (karena hati adalah ”benteng” tubuh dari racun), mengubah detak jantung, laju respirasi atau pernapasan, mengganggu kerja sirip, dan mengganggu kesehatan reproduksi ikan.
Meski posisi minyak di permukaan air, tetapi karena jumlahnya yang banyak, terkena arus, dan gelombang, dapat bercampur dengan air. Minyak yang tercampur ini berada di sejumlah titik, mulai dari permukaan, kolom air, hingga ke dasar perairan. Minyak yang telah sampai ke dasar dan terakumulasi di sedimen dapat membuatnya lebih beracun. Hal itu disebabkan crude oil-nya berubah bentuk molekul.
Minyak dapat memberikan dampak buruk pada terumbu karang, lamun (tumbuhan yang hidup di laut dangkal), dan mangrove. ”Minyak yang menutupi permukaan individu karang, lamun, atau mangrove dapat memicu stres. Jika ini terjadi, ekosistem laut akan terganggu. Kalau terganggu, otomatis ikan akan pergi atau mati,” ucap Reza.
Terkait pemulihan ekosistem, Reza menyarankan, laut harus bersih dulu dari minyak karena minyak akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke air atau sedimen yang terkena dampak pencemaran. ”Dibersihkan harus total agar tidak terendap yang akhirnya bisa terakumulasi di biota,” ucapnya.