Warga Minta Program Singkong ”Food Estate” Jangan Rambah Kebun
Program strategis nasional Lumbung Pangan atau Food Estate harus selaras dengan pembenahan tata ruang di Kalimantan Tengah. Program itu jadi kesempatan untuk memperbaiki tata ruang untuk menghindari masalah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kawasan kebun singkong seluas 2.000 hektar dalam program Lumbung Pangan (Food Estate) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, merambah kebun warga. Kebun karet, sawit, dan tanaman keras pun hilang dan jadi kebun singkong.
Hal itu terungkap dalam kegiatan reses daring anggota DPD Agustin Teras Narang di Gunung Mas, Jumat (23/4/2021). Hadir dalam kegiatan itu Camat Sepang Sayusdi, Kepala Desa Sepang Kota Dehing, dan Kepala Desa Tewai Baru Sigo.
Program cadangan logistik yang merupakan bagian dari program strategis nasional (PSN) lumbung pangan atau yang dikenal dengan sebutan Food Estate itu dimulai pada November 2020. Tahap awal program itu bakal membuka 2.000 hektar kawasan hutan produksi di dua desa, yakni Desa Sepang Kota dan Desa Tewai Baru. Keduanya berada di wilayah Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Komite I DPD dari Kalimantan Tengah Teras Narang dan Wakil Ketua Komite I DPD dari Jawa Tengah Abdul Kholik (dari kanan).
Kompas sudah dua kali mengunjung lokasi yang berjarak 105 kilometer dari ibu kota Provinsi Kalteng, Kota Palangkaraya. Dari pantauan Kompas, di lokasi memang terlihat bekas tanam tumbuh kebun warga, seperti karet, sawit, bahkan jagung. Kebun tersebut dikelola turun-temurun oleh warga. Pengelolaannya pun berdasarkan aturan adat.
Namun, belasan alat berat telah menggusur tanaman juga pohon-pohon besar seperti meranti untuk dijadikan kebun singkong. Saat ini pun puluhan pekerja dari Kalimantan Selatan mulai menanam singkong.
Kepala Desa Sepang Kota Dehing mengungkapkan, saat ini singkong sudah ditanam di lahan seluas lebih kurang 400 hektar dari total luas lahan 800 hektar atau lebih kurang empat kali luas kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
”Di hutan itu tempat warga mencari kayu dan hasil hutan, pernah kejadian warga kami dilarang petugas loreng yang berjaga karena mau ambil kayu. Nah, masalah seperti ini harusnya ada solusi,” ungkap Dehing.
Dehing menambahkan, bukan hanya dilarang beraktivitas di kebunnya, warga juga kehilangan mata pencarian lantaran kebun karet mereka diganti singkong. Namun, ia juga menyayangkan masih banyak pemilik lahan yang tidak memiliki bukti sah kepemilikan lahan atau sertifikat tanah.
”Kami menerima program ini karena saya pikir program ini baik, adakah program pemerintah yang mengebiri hak masyarakat?” tanya Dehing.
Hal serupa juga dialami warga di Tewai Baru yang sebagian besar lahannya sudah dibuka menjadi kebun singkong. Kepala Desa Tewai Baru Sigo mengungkapkan, beberapa waktu lalu petugas dari Badan Petanahan Nasional (BPN) datang ke lokasi untuk membuat pemetaan dan pemasangan patok. Dari aktivitas itu, sebagian besar patok ditanam di lahan milik warga yang sudah memiliki bukti tanam tumbuh di dalam kebunnya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Pekerja yang berasal dari Kalimantan Selatan memotong bibit singkong di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/3/2021). Singkong menjadi salah satu komoditas dalam program nasional cadangan logistik.
”Baru dua kali sosialisasi untuk penentuan lokasinya, awalnya di bagian bawah perkebunan sawit, sekarang di bagian atas, padahal sebelumnya juga sudah dibuka. Jangan sampai 2.000 hektar ini terjadi karena itu sampai ke belakang dapur warga,” katanya.
Camat Sepang Sayusdi mengungkapkan, pihaknya tidak menolak program, tetapi adanya program Lumbung Pangan itu memunculkan tantangan dan masalah, salah satunya soal kepemilikan lahan. Menurut dia, 2.000 hektar yang bakal dibuka untuk jadi kebun singkong sudah dialihkan dari kawasan hutan menjadi kawasan fungsi oleh BPN.
”Harusnya program sebesar ini ada kantornya sehingga kami bisa berkomunikasi jika ada masalah, tetapi ini petugas di lapangan semua, apalagi yang jaga loreng, warga jadi ketakutan mau ngomong,” ungkap Sayusdi.
Melihat hal itu, Agustin Teras Narang mengatakan, program pemerintah tentunya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan menambah masalah. Apa yang menjadi keluhan warga di lokasi harus menjadi perhatian pemerintah.
Harusnya program sebesar ini ada kantornya sehingga kami bisa berkomunikasi jika ada masalah, tetapi ini petugas di lapangan semua, apalagi yang jaga loreng, warga jadi ketakutan mau ngomong.
Teras yang menjabat Gubernur Kalteng periode 2005-2015 itu juga mengimbau aparat untuk menjadi pengayom dan membantu masyarakat, bukan sebaliknya. ”Saya akan bicarakan hal ini dengan Menteri Pertahanan dan Kapolri,” ujarnya.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Spanduk lokasi program singkong dari Kementerian Pertahanan RI di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (28/11/2020). Di lokasi yang berstatus kawasan hutan produksi itu sudah dibuka setidaknya lahan seluas 50 hektar lebih untuk ditanami singkong.
Teras menambahkan, semua program strategis nasional yang ada di Kalteng harus diselaraskan dengan penyelesaian tata ruang wilayah agar tidak menimbulkan konflik. Banyak warga yang sudah mengelola lahan selama turun- temurun pun terkendala masalah tata ruang.
”Masyarakat adat ataupun masyarakat umum yang turun-temurun mengelola lahan tidak diberikan kepastian hukum terkait status kepemilikan lahan,” kata Teras.