Taman Bumi Global Belitong untuk Kesejahteraan Warga Lokal
Peresmian Belitung sebagai Taman Bumi Global oleh UNESCO diharapkan dapat berdampak pada kelestarian lingkungan dan peningkatan perekonomian masyarakat lokal dan daerah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
BELITUNG, KOMPAS — Penetapan Belitung sebagai Taman Bumi Global oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diharapkan berdampak pada terjaganya kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Belitung menjadi satu dari delapan Taman Bumi Global baru yang diresmikan UNESCO tahun ini.
Ketujuh lainnya adalah Vestjylland (Denmark), Danau Saimaa (Finlandia), Thuringia Inselsberg-Drei Gleichen (Jerman), Grevena-Kozani (Yunani), Gunung Holy Cross (Polandia), serta Asporomonte, dan Majella (Italia). Dengan penambahan itu, secara keseluruhan ada 169 taman bumi atau geopark di dunia yang tersebar di 44 negara.
Presiden Jaringan Taman Bumi Global (Global Geopark Network) Nikolaos Zouros dalam pertemuan virtual dengan delapan perwakilan pengelola global geopark baru, Kamis (22/4/2021) malam WIB, menuturkan, dengan terpilihnya delapan global geopark ini, maka mereka akan masuk dalam jaringan global geopark yang memiliki kepedulian yang sama untuk melindungi warisan geologi, biologi, dan warisan budaya di dunia.
Dengan status baru ini, pengelola kawasan harus memiliki konsep pengembangan baru yang lebih inovatif. Tidak hanya melulu fokus pada pemeliharaan kawasan saja, melainkan juga menjaga keberagaman geologi dan keragaman biologi yang ada di dalamnya. ”Tidak kalah penting adalah melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan agar mereka dapat hidup sejahtera,” ujarnya.
Karena itu, ujar Nikolaos, adalah penting bagi setiap pihak untuk memiliki visi yang sama dalam menjadikan masyarakat lokal dan komunitas sebagai komponen penting dalam menjaga kawasan geopark. Mereka harus terus dibina dengan beragam pendidikan, pelatihan, bimbingan, serta dorongan semangat agar pengelolaan bisa berkesinambungan.
Pengelolaan geopark, kata Nikolaos, juga harus mengacu pada sejumlah karakteristik, yakni berfokus pada terjaganya wilayah, kelestarian populasi, warisan alam dan budaya, karakteristik sosial ekonomi, aksesibilitas dan integrasi infrastruktur yang sudah ada dalam sebuah konsep yang matang.
Pengelola Geopark Belitong, Lady Fitriana, menjelaskan Geopark Belitong terdiri dari 17 geosite yang tersebar dalam satu kawasan yang terintegrasi. Kawasan ini terdiri dari wilayah dataran seluas 4.800 kilometer persegi dan bentangan kawasan laut sekitar 22.000 kilometer persegi. Di dalam wilayah tersebut, setidaknya ada 200 pulau yang memiliki keunikan dan keindahan tersendiri berikut kekayaan budaya lokalnya.
Formasi batu granit yang terbentuk secara alami sejak jutaan tahun lalu membuat mata siapa pun akan terpana. Untuk menjelajahi kawasan ini, wisatawan dapat menggunakan kapal tradisional.
Beberapa bagian dari Geopark Belitong merupakan kawasan bekas tambang timah dan sangat dikenal sejak abad ke-19, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. ”Kawasan ini juga menjadi jalur penting perdagangan maritim dunia yang dikenal dengan jalur sutra,” ujarnya.
Dengan paduan kekayaan alam dan budaya ini, diharapkan kawasan Geopark Belitong akan tetap terjaga tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga dari masyarakatnya. (Lady Fitriana)
Kini kawasan tersebut terus dijaga dengan menyulap kawasan bekas tambang menjadi surga pariwisata yang lebih ramah lingkungan, termasuk mengembalikan fungsi jejeran tanaman bakau yang sangat penting bagi ekosistem di kawasan tersebut.
Tidak hanya lingkungan geologi dan biologi, kawasan Geopark Belitong juga menyajikan kekayaan sosial-budaya masyarakat. Perpaduan beragam etnis bercampur dengan peradaban kehidupan laut menjadi pertunjukan seni yang sedap untuk dinikmati. Dengan paduan kekayaan alam dan budaya ini, diharapkan kawasan Geopark Belitong akan tetap terjaga tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga dari masyarakatnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kepulauan Bangka Belitung Syaifuddin mengatakan, upaya beragam komunitas dan akademisi untuk mengusulkan kawasan Belitung sebagai kawasan geopark bukanlah hal yang mudah. Beragam proses administrasi dan kajian harus dilalui. ”Butuh waktu setidaknya lima tahun untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan global geopark,” ujar Syaifuddin.
Dengan penetapan status itu, Belitung akan menjadi incaran wisatawan tidak hanya untuk wisatawan dalam negeri, tetapi juga mancanegera. ”Kawasan ini tentu akan dikenal hingga ke seluruh dunia. Dengan bagitu, akan banyak wisatawan yang ingin berkunjung,” ujar Syaifuddin.
Ke depan, pemerintah bersama pengelola geopark, termasuk masyarakat lokal, dan komunitas akan terus berkolaborasi untuk menjaga keletarian kawasan. Langkahnya dengan menggalang dukungan dari bebagai sektor untuk melakukan pendidikan, pelatihan, hingga bimbingan kepada masyarakat sekitar sehingga status ini dapat memberikan nilai tambah bagi mereka dan perekonomian daerah secara keseluruhan.
Syaifuddin berharap dengan status baru ini, pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung bisa kembali pulih setelah sempat terpuruk akibat terpukul pandemi. Sejak pandemi masuk ke Kepulauan Bangka Belitung, sektor pariwisata terpuruk bahkan hingga 50 persen. ”Namun dengan bertambahnya obyek wisata berskala dunia, diharapkan kondisi pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung akan kembali membaik,” katanya.